Bab 20

"Bersiaplah sekarang jika masih ingin bertemu dengan anakmu!" sentak Pria itu sebelum meninggalkan ruangan itu.

"Apa yang kau lakukan? Berikan anakku!" Aku berusaha untuk mengejarnya, tetapi dua orang Pria itu menahan langkahku. Aku pasrah menerima segala takdir yang tak aku inginkan.

Diruangan ini aku telah menggunakan pakaian akad dan dirias oleh seorang MUA. Aku hanya diam, pikiranku tak terlepas pada Zafran, kemana dia membawa bayiku pergi. Jika aku bisa memberontak, aku akan pergi sejauh mungkin bersama anakku.

Pria itu benar-benar kejam, dia tega menghalalkan segala cara demi melancarkan keinginannya. Aku benci padanya. Aku masih menangis sehingga wanita yang sedang meriasku kewalahan karena make-upku sedikit berantakan tekena air mata.

"Nona, berhentilah menangis, agar make-upnya tidak berantakan," ucap wanita itu masih memperbaiki.

Aku berusaha untuk tegar, agar air mataku tak lagi menetes. Aku akan ikuti maunya lelaki stress itu. Aku hanya ingin anakku kembali dalam pelukanku. Setelah merasa cukup rapi dan aman, wanita itu kembali mengenakan cadarku. Aku segera dibawa keluar menuju ruang tengah.

Aku melihat Pria itu sudah duduk di depan penghulu, dan beberapa saksi yang ikut menghadiri. Dia memberi ruang untukku agar duduk disampingnya. Aku hanya ikut tak lagi membantah, sesaat pandangan kami bertemu.

"Bagaimana kedua mempelai, sudah siap?" tanya wali hakim.

"Siap, Pak!" jawabnya yakin.

"Baiklah, mari pegang tangan saya."

Kedua Pria itu saling berjabat tangan, wali hakim itu menyebutkan namaku serta nasabku dengan jelas, padahal aku tidak pernah memberitahukan kepada siapapun. Aku yakin Pria aneh ini yang mengambil semua data keluargaku dari berkas perkara yang dulu dia tangani kasusnya.

Dengan sekali sentak lelaki itu mengucapkan kalimat sakral dengan lancar tanpa hambatan. Dan di sah-kan oleh saksi. Kini aku sudah menjadi seorang istri dari Pria yang aku benci.

"Bagaimana saksi?"

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillah...."

Wali hakim merampalkan Do'a untuk kedua mempelai, air mataku kembali jatuh berderai, aku tidak pernah membayangkan harus menikah dengan orang yang aku benci, bahkan Pria itu mengatakan maksud dan tujuannya menikahiku hanya untuk balas dendam.

Hari ini adalah hari pernikahanku, tetapi bukan bahagia yang aku rasakan, melainkan seolah gumpalan asap hitam yang menghadang tepat dimataku sehingga hanya perih yang membuat mataku selalu berair. Semua tak selaras dengan senyum yang ku paksakan di balik cadarku.

Pria itu menyematkan cincin kawin di jari manisku, tubuhku bergetar saat bibirnya menyentuh keningku, sentuhannya membuat aku kembali mengingat malam menyedihkan itu hingga sekarang aku berada di titik ini, semua seperti potongan-potongan video yang di putar ulang. Aku tidak tahu apakah ini mimpi buruk atau ada rencana indah A

Tuhan yang menantiku di ujung sana.

Tak mudah memang menerima keadaan yang tak diinginkan hati. Namun, bukankah ridho terhadap takdir yang telah ditentukan lebih menentramkan batin. Mungkin aku boleh saja menginginkan kebahagiaan, tetapi aku tidak bisa melupakan bahwa Allah saja yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Ya Allah, Engkau maha menulis skenario terbaik dalam hidupku. Aku akan berusaha menerima segala atas ketentuanMu. Jika aku tak ditakdirkan untuk hidup bahagia, maka aku mohon limpahkan kebahagiaan itu kelak kepada putraku.

Aku menerima uluran tangan Pria yang kini sudah menjadi suamiku, dan ku kecup punggung tangan itu dengan takzim.

Selesai acara akad, semua tamu telah meninggalkan rumah itu. Aku kembali masuk kedalam kamarku, namun langkahku terhenti.

"Sekarang kamarmu bukan itu lagi. Kita sudah suami istri maka kamu harus tidur dikamarku!" tegasnya begitu jelas.

Aku hanya ikut kemana dia membawaku. Entah kenapa mulutku rasanya enggan untuk bicara. Aku hanya mengikuti apa yang dia inginkan, aku lelah untuk melawan pada akhirnya aku yang lemah ini tak mempunyai kekuatan untuk membantah.

Aku memasuki sebuah kamar yang kuperkirakan adalah kamar utama, sebuah ruangan yang cukup luas untuk ukuran sepasang suami istri. Kamar ini memiliki desain bergaya maskulin dan romantis. interiornya begitu mewah ditampilkan dari dinding paletnya yang berwarna netral, kesan maskulin ditonjolkan. Apakah dia memang belum menikah? karena desain kamarnya seperti khas seorang Pria lajang.

Ah entahlah, aku tak ingin menanyakan, dia sudah menikah atau belum, toh nyatanya sekarang aku tetap saja sudah di peristri olehnya. Aku masih diam mengamati ruangan itu dengan seksama.

"Jangan diam saja, tukar sana pakaianmu!" titahnya sembari melewati aku yang masih terpaku.

Saat aku ingin melangkah, aku merasa sumber kehidupan putraku berdenyut nyeri sudah terasa penuh. Kembali ingatanku pada Zafran, dimana dia menyembunyikannya, sudah beberapa jam aku tak bertemu dengan putraku.

"Aku ingin memberi ASI pada putraku. Tolong berikan dia padaku sekarang," ucapku padanya yang sedang memilih pakaian ganti di walk-in closet.

"Putramu aman, dia sudah ku carikan sufor terbaik. Sekarang selesaikan tugasmu sebagai seorang istri."

Seketika hatiku perih mendengar anakku diberikan susu formula, apa yang ada dalam otak Pria ini. Bagaimana jika anakku kenapa-kenapa jika susu formula itu tidak cocok dengannya.

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu memberinya susu formula? Bagaimana jika tidak cocok dengannya?" sargahku tak terima.

"Jika tidak cocok bisa cari yang lain," jawabnya begitu santai.

"Apakah kau sudah gila? Kau menjadikan anakku untuk bahan percobaan? Kenapa kau jahat sekali!" Bentakku tak kalah kesal.

"Ikuti semua mauku! Sekarang tukar pakaianmu, gunakan ini!" dia melemparkan sebuah gaun transparan yang membuat mataku membulat sempurna. Seumur hidup aku tidak pernah menggunakan pakaian kurang bahan itu.

"Tidak! Aku tidak mau sebelum aku memberikan ASI untuk Anakku!" bantahku dengan tegas.

"Kau tidak akan bertemu dengan bayi itu bila berani membantahku!"

Aku mendekati Pria itu dan mengambil pakaian itu. "Baiklah, aku akan menggunakannya, aku akan melayani seperti yang kau inginkan. Tapi ingatlah Tuan hakim yang mulia! Semakin kau menindasku maka hatiku semakin mati. Kau mungkin bisa menikmati tubuhku, tapi tidak dengan hatiku! Kau hanya akan merasakan bermain layaknya dengan seorang pe la cur diluar sana!" Tekanku dengan mata berkaca-kaca.

Dia mendekati aku dengan sorot menyala, tangannya kembali mengepal erat. Aku perlahan mundur kebelakang hingga mentok di meja rias.

Praaanggg!

Serta merta kaca hias itu hancur berserakan di kamar itu. Aku menutup kedua telingaku dengan tangisan yang sudah pecah.

"Kenapa kau selalu saja membantahku?!!" Pekiknya dan kembali menghajar sisa kaca yang masih menempel di meja rias itu.

Tiada angin tiada hujan, tubuhku menggigil dan segera merosot kelantai, tangisku pecah, aku menyembunyikan wajahku di kedua lututku. Aku benar-benar takut menghadapi sikap temperamen Pria ini. Dia masih berdiri dihadapanku.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Mbok jujur to Zahira kalau Zafran anak nya pak Hakim,siapa tau setelah jujur dia akan bersikap lebih baik😌

2024-01-08

3

Defi

Defi

Zahira tetap kuat setidaknya demi Zafran.. Ga sabar nunggu kamu nyesal Pak hakim

2023-03-11

5

Marliana MARLIANA

Marliana MARLIANA

kaku amat ce jadi cowo.bukannya mendapatkan atinya dulu,nech malah maksa2 buat muasi nafsu back pelacur...

2023-03-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!