Hukuman

Pagi sebelum sidang dimulai, aku menghubungi Hakim itu untuk memastikan agar dia tak melupakan perjanjian semalam.

"Siapa ini?" tanya Pria itu di seberang telpon.

"Pak Hakim yang terhormat, apakah anda sudah melupakan siapa saya?" tanyaku tersenyum kecut.

"Heh, wanita ular! untuk apa kau meneleponku?"

"Hahaha... Untuk apa aku menelponmu? Ya tentu saja untuk mengingatkan dirimu agar tak melupakan perjanjian kita semalam!"

"Dengar ya wanita gila! Aku tidak akan mengikuti segala keinginanmu! Paham!" bentaknya dengan nada tinggi sehingga membuat telingaku sakit.

Seketika hatiku bergejolak mendengar ucapan Pria itu. Andai saja dia ada dihadapanku sekarang maka akan kurobek mulutnya itu.

"Benarkah? Apakah kau tidak menyesal dengan keputusan itu?"

"Hahaha... Kau ingin mengancamku dengan surat yang sudah kutanda tangani. Silahkan, aku tidak takut. Siapa orang yang akan mempercayaimu."

"Hahaha... Benarkah begitu? Tapi bagaimana Dengan video yang aku kirimkan ini. Coba kamu amati video itu sekarang. Oke, selamat menonton. Oya, bila masih kurang panjang menitnya, nanti akan aku kirim yang full durasinya."

Aku segera mematikan sambungan ponselku. Tak berselang lama Pria itu kembali menelponku, aku tertawa kecil menerima panggilan darinya.

"Kenapa? Apakah kamu masih ingin melihat video yang berdurasi satu jam lebih itu?" tanyaku memulai memancing emosi Pria itu.

"Heh, dengar! Jika kau berani menyebarkan video itu. Aku akan memusnahkan dirimu!" ancamannya masih dengan nada tinggi.

"Tenanglah, aku tidak akan melakukannya bila kamu tetap menjadi hakim yang benar dan amanah! Ikuti semua keinginanku, yaitu berikan hukuman yang setimpal sesuai pasal yang berlaku untuk para pembunuh itu! Bila kamu berani ingkar. Dalam satu menit video ini akan meruntuhkan karirmu yang sedang cemerlang itu!" tekanku padanya.

"Oke, akan ku ikuti maumu. Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kamu rela berkorban untuk kasus ini?" tanyanya yang mungkin sudah mencari tahu tentang diriku.

"Hahaha... Kamu tidak perlu tahu siapa aku Pak Hakim. Aku hanya ingin membantu orang yang terzolimi oleh kelakuan kalian para manusia yang haus akan dunia, sehingga kalian tak bisa lagi membedakan antara halal dan haramnya."

"Tutup mulutmu!" Pria itu segera mematikan sambungan ponselnya.

Aku kembali tertawa. "Jangan pernah mempermainkan aku, Pak Hakim! Apapun bisa aku lakukan untuk mendapatkan keadilan. Bahkan aku rela menukar nyawaku demi sebuah keadilan untuk kedua orangtuaku!"

Ya, saat ini aku seperti sudah tak menghiraukan lagi tentang hidupku. Aku merasa sudah tak mempunyai tujuan selain mencari keadilan untuk ayah dan ibuku.

Aku keluar dari kamar dan menuju kamar kedua orangtuaku. Setelah mereka meninggal dunia, ini kali pertama aku memasuki ruangan itu. Kutatap sekeliling ruangan yang telah sunyi tanpa penghuni. Air mataku jatuh berderai kembali.

"Ibu, Ayah, tenanglah disana. Sebentar lagi mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Mereka juga akan mati. Ibu, Ayah, aku sangat merindukan kalian, aku sangat rindu pelukan ayah dan ibu. Aku kehilangan sandaran dan tempat bergantung. Kini aku sendiri menjalani hidup di dunia yang kejam ini. Meskipun Ibu dan Ayah sudah tak lagi bersamaku, tolong jangan tinggalkan aku. Tetaplah temani aku. Hadirlah selalu walaupun hanya dalam mimpiku."

Aku berkeluh kesah diruangan kosong itu, masih sangat berharap mereka mendengar segala kegelisahan hatiku. Kutatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Aku segera beranjak dari kamar orangtuaku, lalu segera bersiap untuk datang ke pengadilan. Aku kembali menggunakan pakaianku yang biasa aku kenakan, yaitu pakaian syar'i dan cadar menutupi wajahku.

Aku dan kuasa hukumku sudah duduk diruang sidang. Dan tak lama kulihat Mahendra dan terdakwa lainnya sudah masuk keruang sidang. Dia menatapku cukup lama. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Apakah dia sedang mengejekku?

Selang beberapa menit ketiga hakim dan jaksa masuk keruang sidang itu. Aku memperhatikan ketua hakim seperti sedang mencari dan mengamati seseorang diruang sidang itu. Apakah dia mencari wanita yang bernama Azzurri? Hng! Tentu saja tak akan kamu temui Pak Hakim.

Setelah membacakan segala pertimbangan atas serangkaian pemeriksaa barang bukti dan fakta-fakta yang ada atas kasus pembunuhan berencana. Maka tiba saatnya para terdakwa Mahendra dan CS disuruh berdiri untuk di jatuhkan hukuman.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mahendra Husni dan CS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada lima terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana MATI!"

"Huuuu.....!"

"Huuuu.....!

Ruang sidang tampak riuh oleh dua kubu. Tentu saja dari pihak terdakwa merasa kecewa dengan keputusan Hakim. Sementara aku dan kuasa hukumku mengucapkan syukur.

Aku tidak bisa berkata-kata, ternyata pengorbananku tidak sia-sia. Aku tersenyum lega dengan setitik air mata ikut mengiringi kebahagiaanku. Aku sengaja berdiri di depan pintu keluar saat Mahendra akan kembali digiring keluar.

Pria itu berdiri dihadapanku dengan tatapan mematikan. Aku tersenyum dibalik cadarku.

"Bagaimana, Mahendra? Ternyata uangmu tidak mampu menyelamatkan nyawamu, bukan? Ayo sekarang jualah semua hartamu untuk menyogok pengadilan tinggi," ucapku tersenyum sinis.

Dia hanya diam tak bisa menjawab perkataanku. "Selamat menuju kematianmu!"

Aku berterima kasih kepada seluruh kuasa hukumku yang telah membantu meskipun bukan karena mereka sebab Hakim terpaksa kembali ke jalan yang benar. Tetapi setidaknya merekalah yang selalu mensupport dan menguatkan aku selama proses persidangan berjalan.

Aku pulang dengan hati yang cukup lega. Aku akan menunggu sampai eksekusi mati mereka selesai, setelah itu aku akan meninggalkan daerah ini. Terlalu banyak kenangan disini.

Aku harus meneruskan kehidupanku, meskipun masa depanku telah hancur, setidaknya semua yang aku korbankan tidak sia-sia. Yang penting para pembunuh itu sudah mati.

Dua minggu berlalu setelah sidang putusan, selama itu pula aku dan kuasa hukumku tetap mengawali kasus itu hingga hari ini tiba waktunya para lima terdakwa akan di eksekusi mati.

Aku merasa lega saat mendapat kabar dari kuas hukumku bahwa mereka telah dieksekusi mati. Akhirnya perjuanganku selesai mendapatkan keadilan untuk kedua orangtuaku.

Seperti janjiku kemarin, bahwa aku akan meninggalkan kota ini. Aku harus menata hidupku kembali. Ku persiapkan segala sesuatu. Dengan bermodalkan sisa uang yang tak seberapa, setidaknya aku masih bisa bertahan hidup di tempatku yang baru nanti.

Di kota ini aku memijakkan kakiku. Dan berharap ada kebahagiaan yang aku temui setelah sekian lama aku bergelut dengan rasa sedih karena sakitnya kehilangan kedua orangtuaku hingga aku mengorbankan masa depanku sendiri.

Meskipun hidup hanya sebatang kara, tetapi aku yakin bahwa Rabb-Ku akan selalu ada bersamaku.

Aku menyewa rumah kontrakan yang sederhana. Alhamdulillah aku berada di kalangan yang warganya cukup baik dan ramah. Mereka sangat bersimpati atas segala ceritaku.

Bersambung....

Mohon dukungannya ya, agar Author semangat Update 🙏🤗

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Nida Kalapati

Nida Kalapati

mudah2n dpt jodoh ygbisa menerimamu apa adanya zahira

2024-01-22

1

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Apakah Zahira akan hamil,dan si hakim akan tanggung jawab dan menjadi bucin😊

2024-01-07

0

Adinda Ramadhanti

Adinda Ramadhanti

tak ada yg mustahil du dunia pernovelan jsk, di dunia nyata aja buktinya bnyk, pakar hukum yg mengaku sbgai orang yg melindungi kebaikan ternyata malah penjahatnya

2024-01-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!