"Sad Boy?" gumam seorang gadis yang baru saja membuka mata, kembali melirik ponsel yang begitu banyak bahkan bejibun pesan masuk memberi dia ucapan selamat ulang tahun.
"Huhhhfff....! bisa bengkak ini mata kalau dibalas satu persatu," gumamnya kembali lalu menutup layar ponselnya.
Jam sudah merujuk pada pukul delapan pagi, dengan tergesa-gesa gadis itu segera masuk ke dalam kamar mandi untuk segera bersiap-siap.
"Pagi, Nek!" sapanya kepada sang Nenek yang sudah teramat tua, sedang duduk di kursi roda menunggunya untuk sarapan pagi bersama. Gadis itu pun mencium kening sang nenek.
"Selamat pagi juga, sayang!" balas wanita di atas kursi roda.
"Sebaiknya Nenek kalau sarapan nggak usah nungguin Rara, kasihan perut Nenek," dengus gadis itu kasihan melihat wajah tua sang nenek yang selalu setia menunggu dirinya.
"Bagaimana bisa Nenek sarapan pagi sendiri, sementara ada cucu. Oh iya Nenek lupa, selamat ulang tahun, Rara," wanita yang duduk di kursi roda itu tersenyum kepada sang cucu.
Rara duduk berjongkok di bawah sang nenek, menidurkan kepalanya dalam pangkuan wanita tua tersebut. Bulir air bening kini perlahan menetes dan jatuh membasahi pipi ranumnya.
"Terima kasih, Nek, hanya Nenek yang Rara punya di dunia ini. Tiap kali peringatan ulang tahun ini tiba, hati Rara sangat sedih sekali. Hari bahagia sekaligus hari menyedihkan buatku. Kehilangan orang yang kita sayangi di waktu bersamaan," celetuk gadis yang kini terisak larut dalam kesedihan kembali teringat peristiwa memilukan kedua orang tuanya.
"Sabar, Sayang, Nenek akan selalu ada untuk kamu. Sudah jangan bersedih lagi, sebaiknya pagi ini sebelum kamu berangkat ke kantor, Kita pergi dulu ke makam kedua orang tua kamu," ucap wanita yang duduk di kursi roda mengusap kepala cucu semata wayangnya.
Setelah sarapan selesai Rara pergi ke makam kedua orang tuanya bersama nenek tercinta. Dengan anggunnya gadis yang mengenakan setelan blazer plus celana warna hitam seraya kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancung nya berjalan menyusuri jalan setapak menuju arah makam, mendorong kursi roda sang nenek.
Tak lupa karangan bunga pun dibawanya.
Gadis yang berstatus yatim piatu semenjak usia 8 tahun itu terlihat berdoa dengan khusyuk di depan pusara yang berjejer, dengan batu nisan yang terbuat dari marmer warna hitam dengan motif benang emas timbul. Wanita tua yang duduk di kursi roda tampak berusaha menahan air matanya untuk tidak jatuh, meski sebenarnya dalam lubuk hatinya ingin sekali memeluk kedua batu nisan itu untuk mengobati kerinduannya terhadap sang putra satu-satunya yang telah tiada.
Seusai berdoa, Rara kembali bersimpuh memeluk tubuh renta sang nenek. Tangisnya kembali pecah. Seolah pagi itu ia tidak ingin beranjak dari tempat itu. Belaian lembut tangan seorang ibu yang sudah lama hilang tidak lagi bisa ia rasa, kini kembali hadir menjadi sebuah kerinduan yang sangat menyakitkan untuk dirinya. Sebagai pengobat kesedihan serta kerinduan nya, yang bisa gadis itu lakukan hanyalah memeluk tubuh renta sang nenek erat erat.
"Kuatkan hatimu sayang. Jangan bersedih lagi, kamu harus bangkit dan melanjutkan mimpi Papa mu," ucap sang nenek mengusap sisa air mata di pipi sang cucu.
"Iya, Nek, Rara tahu itu!" ucapnya seraya mengusap kedua pipinya yang basah dengan sapu tangan.
Tak lama setelah benar benar berhenti menangis gadis itu kembali mendorong kursi roda sang nenek dan mengantarkan nya kembali ke rumah. Bersama sopir keluarga yang baru sebagai pengganti suami Bu Dewi yang telah meninggal dunia.
***
Seperti biasa tumpukan map setinggi gunung Himalaya telah menunggunya dengan setia, tiap kali ia memasuki ruang kerja di pagi hari. Pemandangan yang sungguh tak bisa lagi dielakkan. Dan sebagai CEO termuda yang baru saja menduduki posisi tertinggi tersebut sekitar tiga tahunan. Sungguh membuat gadis itu terkadang merasa sangat berat dalam memikul tanggung jawab yang sangat besar.
"Selamat pagi, Ra!" sapa seorang pemuda yang menjadi asisten pribadinya atas pilihan sang nenek.
"Pagi juga!" jawabnya singkat, sembari mendudukkan dirinya di kursi besar warna hitam.
"Emmm..., se...!" pemuda itu mengurungkan niatnya untuk memberi ucapan selamat ulang tahun terhadap gadis yang kini duduk di hadapannya.
Seketika pemuda itu teringat akan pesan dari wanita yang menunjuk dirinya untuk bekerja sebagai asisten pribadi sahabat masa kecilnya.
"Tahan, tahan, sebaiknya jangan...," gumam asisten itu.
Sementara Rara sudah memulai dengan aktifitas nya, membuka dan membaca serta membubuhkan tanda tangan ke dalam map di depannya satu persatu. Hal ini sungguh membuat kedua bola matanya ingin keluar rasanya.
Hampir tiga jam di depan meja dengan tumpukan map, akhirnya pekerjaan membosankan itu selesai juga. Rara mengangkat kedua tangannya dan meregangkan nya ke atas, bunyi bunyi persendian yang berhasil di rileksasi pun terdengar. Pemuda yang sedang mengerjakan laporan perusahaan, tersenyum mendengar bunyi "krek" dari tubuh CEO cantik di depannya.
"Ngapain kamu senyum senyum gitu? baru lihat hal seperti ini ya?" ucap Rara memasang wajah ketus. Dan sang asisten pun menggeleng kepala.
"Aku mau makan siang di luar, Kamu ikut nggak?" Rara beranjak berdiri keluar pintu. Tanpa jawaban sang asisten pun bergegas menyusul langkah sang CEO cantik di depannya.
Seluruh karyawan terus menatap langkah Rara yang berjalan dengan anggunnya menyapa semua karyawan dengan sopan. Bagi yang belum mengenal Rara bisa dibilang wanita itu adalah wanita kaya yang sombong dan judes. Namun aslinya tidak demikian.
"Cocok sekali mereka berdua menjadi partner ya, yang cowo ganteng yang cewe cantik," celetuk salah satu pegawai.
"Katanya sih teman masa kecil, roman roman nya pasti mereka bakal berjodoh nanti," timpal pegawai yang lainnya berbisik.
Saat keluar dari pintu utama perusahaan dan hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba ponsel sang staf berdering.
"Iya Hallo, selamat siang!" sapanya dari balik benda pipih warna silver.
Rara masuk ke dalam mobil, duduk di bangku belakang. Mendengarkan percakapan sang asisten.
"Baik, Pak. Mengenai tempat akan kami informasikan!" balas asisten Rara menutup telepon.
"Siapa? seperti nya penting banget," tanya Rara duduk dengan kaki menyilang.
"Maaf, Ra, kita makan siang di tempat biasa atau tempat lain?" tanya sang asisten seraya menghidupkan mesin mobil.
"Kenapa sih? ada apa?" selidik Rara.
"Bukan apa-apa, Ra. Ada utusan dari ASTANA yang ingin bertemu kamu. Katanya sih ingin mengirimkan karangan bunga buat Kamu," jawab asisten.
"Kita makan di tempat biasa saja, di sana enak sepi pengunjung," imbuh Rara.
Mobil yang dikendarai sang asisten pun secepat kilat meluncur menuju sebuah restoran kecil yang tidak begitu banyak pengunjungnya. Dan rupanya seorang utusan dari ASTANA sudah menunggu mereka berdua.
***
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
𝕸y💞 Terlupakan ŔẰ᭄👏
Rara alias Pritha udah jadi CEO muda ya
2023-05-06
4