Chapter 18 - Pintu Kamar

Mentari telah terbit, burung-burung mulai berkicau di luar, warga Muson juga sudah mulai banyak yang beraktivitas.

Kubuka jendela kamarku, udaranya sangat segar, angin sejuk menghembus mengenai wajah dan menerbangkan rambutku yang pirang ini.

Sungguh sulit dipercaya aku akan setenang ini walaupun desaku baru saja diserang oleh orang-orang gila beberapa hari yang lalu. Aku tak mau mengingatnya, namun sulit sekali untuk kulupakan.

Kurang lebih tiga hari yang lalu, Wheatville baru saja ditimpa bencana yang membuatku selalu terpikirkan akan apa saja dosa warga desa itu yang membuat ini semua terjadi.

Desa kami yang menyimpan banyak sekali memori indah dalam hidup, dibumihanguskan hingga rasanya sekeping kayu pun sudah tidak bersisa lagi.

Belum lagi ditambah korban jiwa yang sebagian besar keadaan jasadnya amat sangat menyayat hati siapapun yang melihatnya, terutama keluarga dan kerabat terdekat.

Kriet!

Aku melirik ke arah pintu kamarku, di sana aku melihat sesosok pria berambut coklat pendek yang tersenyum kecil menatapku.

"Waktunya sarapan, Victoria..." ucap Pamanku.

"Iya, Paman. Aku mandi dulu..." balasku.

...----------------...

Tiga hari sudah berlalu semenjak insiden itu, Paman sendiri terpaksa kembali ke kehidupan lamanya sebagai seorang Dokter. Setidaknya dengan itu, dia dan aku punya tempat tinggal yang "layak".

Maksudku, Muson adalah kota yang amat sangat besar. Bangunannya benar-benar jauh berbeda bagusnya dengan bangunan di Wheatville.

Saking jauhnya, Rumah Keluarga Clint di Wheatville saja hampir menyerupai kediamanku dan Paman sekarang (tak heran di sini pajaknya sangat mahal).

Selain bangunannya, warganya juga benar-benar timpang. Sangat timpang sampai-sampai orang paling miskin di Muson pun rasanya akan jijik melihat warga Wheatville.

Karenanya, banyak sekali pengungsi Wheatville yang nasibnya sangat melarat di Muson. Kebanyakan bernasib sebagai budak, gelandangan, bahkan ada juga yang tidak diizinkan masuk ke Muson sama sekali.

Karenanya aku amat bersyukur pada Jiwa Pensylon karena Paman dulunya pernah tinggal di sini dengan pekerjaan yang sangat mulia.

Walaupun Paman adalah warga Wheatville, namun ia memiliki reputasi sebagai dokter yang setidaknya "cukup untuk dianggap manusia" sehingga kami tak kesulitan sedikitpun untuk diterima di Ibukota Pensylon ini.

"Victoria, jangan lama-lama di sana!"

Ah iya, aku terlalu asik melamun sampai aku lupa kalau aku sedang mandi. Karenanya, aku bergegas mengambil handuk dan mengeringkan badanku.

Sebelum kemudian mengenakan pakaian dan keluar dari kamar mandi.

...----------------...

Aku bisa mencium harumnya masakan Paman. Aku tahu gadis umur empat belas tahun sepertiku harusnya sudah bisa masak, namun tetap saja selihai apapun aku memasak, masakan Paman tetap lebih enak di lidahku.

"Mau makan apa kita hari ini, Paman?" tanyaku.

"Biasa." ucapnya.

"Sup lagi?"

"Kesukaanmu bukan?"

Harus aku akui, aku memang menyukai Sup. Namun seperti banyak orang, aku akan bosan makan sup setelah berhari-hari memakannya terus bukan?

"Apa tidak ada masakan lain, Paman?" Aku bertanya.

"Tidak ada, makan saja yang ada." balasnya sambil membaca sebuah kertas yang ada tulisannya.

Aku bisa membaca sedikit tulisan di kertas itu. Sulit dipercaya kalau anak desa sepertiku bisa membaca. Anehnya adalah bukan karena diajari oleh Norman, namun karena Christopher sering membawa buku aneh kakeknya itu.

Yang jelas, aku bisa melihat apa yang tertulis di kertas itu. Terutama tulisannya yang ukuran hurufnya paling besar. Itu bertuliskan...

......"WHEATVILLE TELAH DISERANG! WARGA DESA KOTOR ITU SEKARANG SEDANG MENGUNGSI KE MUSON"......

Tak hanya itu saja, aku juga bisa melihat beberapa pendapat warga Muson di sini karena ada tanda kutip sebelum paragraf nya.

"Kembalikan para petani kotor itu ke tempat mereka berasal!"

"Kenapa sih mereka harus kemari? Membuat kotor kota saja!"

"Bagus, semenjak hari itu setiap saat yang kucium adalah bau kotoran ternak."

"Apakah warga Wheatville sama sekali tidak punya kata 'mandi' dalam kosakata mereka? Oh ya, aku lupa kalau mereka semua buta huruf."

Jahat sekali. Padahal yang memberi mereka makan itu kami juga, tapi seenaknya saja mereka merendahkan martabat kami sampai sebegitunya.

"Victoria..." panggil Paman.

"Apa?" ucapku dengan ketus karena terlanjur kesal pada ucapan warga tak tahu terima kasih di sini.

Paman melirik ke sebuah pintu yang tertutup sejak tiga hari yang lalu. Aku menatapnya juga dan paham betul apa yang dimaksud pria satu ini.

Christopher.

Christopher tak punya siapapun lagi dalam hidupnya. Seluruh keluarganya telah jadi korban jiwa dalam kegilaan tersebut. Satu-satunya yang dia miliki sekarang hanyalah Spirit, kuda hitam kesayangannya.

Karena Paman kasihan padanya, dia mengajak Christopher untuk tinggal sementara bersama kami.

Namun semenjak kami bertiga tiba di kediaman ini, Christopher selalu mengurung dirinya sendiri. Tak pernah membiarkan pintu kamarnya tidak terkunci.

Kadang aku khawatir dia akan mengakhiri hidupnya sendiri di kamar itu tanpa aku dan Paman sadari.

Demi Jiwa Pensylon, pikiran jahat apa ini?

Yang jelas, barusan Paman memintaku untuk mengetuk pintu kamar Christopher dan memintanya untuk ikut makan bersama kami.

Paman sudah menyerah untuk mengajak Christopher sarapan bersama sejak kemarin. Karena setiap kali Paman mengajak, jawabannya selalu saja sama...

"Tinggalkan aku sendiri."

Karena itu kali ini, dia memintaku yang mengajaknya sarapan bersama. Konon katanya, laki-laki akan lebih mendengar ucapan lawan jenisnya.

Dengan modal ucapan itu, aku memberanikan diri mendekati pintu kamarnya. Lalu setelah itu...

Tok! Tok! Tok!

"Christopher? Waktunya sarapan. Ayo sarapan bersama kami." seruku.

Tak ada jawaban selain kesunyian.

"Christopher?"

Masih tak ada jawaban. Demi Jiwa Pensylon, jangan-jangan!

Tok! Tok! Tok!

"CHRISTOPHER!!!" panggilku padanya.

Benar-benar sunyi. Kali ini aku benar-benar panik, Paman juga sama. Karena itu, dia juga bergegas ke tempatku berada saat ini.

DUG! DUG! DUG!

"CHRISTOPHER HAMILTON! KAU DENGAR AKU?!" teriakku.

Paman sendiri sekarang tengah mencoba membuka paksa pintu ini. Oh, Pensylon. Kumohon padamu, apapun yang terjadi jangan biarkan Christo-

"Tinggalkan aku sendiri!"

Sebentar, Christopher baru saja menjawab?

"Tinggalkan aku sendiri!"

Puji Jiwa Pensylon, tadinya aku pikir Christopher... Ah sudahlah, dia membuatku panik saja.

Ini pertama kalinya aku justru merasa lega setelah dia memaksaku untuk meninggalkannya sendiri, karena sekhawatir apapun aku padanya saat ia mengurung diri.

Aku akan jauh lebih khawatir kalau dia mengakhiri hidupnya sendiri.

Namun karena jawaban itu, aku bisa bernafas lega. Setidaknya untuk sekarang.

"Baiklah, kalau begitu." kataku.

Dengan berat hati, aku menaruh sup untuk Christopher di depan pintunya. Aku tak tahu apakah dia akan memakannya atau tidak, namun akan lebih baik daripada membiarkannya terkurung di kamarnya kelaparan.

...----------------...

Waktu makan siang sudah lewat, dan aku sama sekali tidak merasakan sup tadi pagi maupun roti makan siang Christopher disentuhnya sedikitpun. Sudah benar-benar dingin, bahkan supnya sekarang sudah jadi surga dunia bagi lalat.

Ini benar-benar buruk, sudah tiga hari kejadian semacam ini berlalu. Christopher sama sekali tidak keluar dari kamarnya selama tiga hari itu kecuali jika ia ingin buang air, itupun jarang karena dia tak banyak makan dan minum.

Jangankan makan, minum saja dia amat sangat jarang. Setiap harinya, dia hanya minum sekitar dua gelas saja. Pamanku saja bilang kalau manusia butuh sekitar delapan gelas air per harinya.

Oh Pensylon, mau sampai kapan kau membuat anak malang itu jadi seperti ini?

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu. Bukan pintu kamar ini, tapi pintu depan. Untungnya, Paman berada cukup dekat dengan tempat itu. Karenanya, dia yang membuka pintu depan untuk menyambut siapapun yang ada di sana.

Kriet!

Dari balik pintu itu, aku melihat dua sosok laki-laki. Sosok ayah dan anaknya, dan mereka sama sekali tidak asing bagiku...

"Tak kusangka kita akan bertemu kembali secepat ini, Victoria..." ucap sang anak.

Benar, mereka adalah Tuan Alexander dan putranya...

"NORMAN!!!"

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!