Chapter 14 - Kegilaan

BRUK! BRUK! BRUK!

"BUKA PINTUNYA! KAMI TAHU ADA ORANG DI DALAM SANA!"

Dari balik sebuah pintu Istal yang kayunya mulai lapuk itu, sebuah suara memanggilku. Memaksaku untuk keluar.

Apakah itu warga sekitar? Tidak mungkin, aku mengenali suara mereka. Suara yang satu ini, aku baru mendengarnya sekarang.

BRUK! BRUK! BRUK!

"CEPAT BUKA! JANGAN BUAT SEMUA INI JADI LEBIH BURUK UNTUKMU, NAK!"

Lebih buruk? Kurasa mendapati seseorang memukul pintu istalku dengan sekeras itu dan menyuruhku untuk membuka pintu saja sudah cukup buruk bagiku.

Jangan-jangan, mereka akan melakukan hal yang sama dengan yang terjadi dengan kepala yang tadi padaku!

Oh, Pensylon. Tolonglah aku, aku harus bagaimana untuk menghentikan atau setidaknya kabur dari kegilaan ini?!

DREK!

Demi Jiwa Pensylon! Mereka membawa kapak?! MEREKA MEMBAWA KAPAK?! Mereka berniat menghancurkan pintu yang sudah lapuk ini, dengan sebuah kapak?! Apa mereka sudah gila?!

Dengan dipukulkannya kapak itu ke arah pintu istal, aku tahu satu hal yang pasti. Siapapun orang-orang ini, mereka datang ke sini, untuk menyakitiku atau bahkan mempertemukanku dengan Jiwa Pensylon di atas sana.

"Sial! Spirit!"

Pintu Istal semakin terbuka perlahan-lahan. Karenanya, aku dengan secepat yang aku bisa melompat ke arah pelana milik Spirit.

"Kau tahu harus apa kan, Spirit?" tanyaku pada Spirit.

Mungkin ini kedengaran konyol atau kekanak-kanakan, tapi aku sudah pernah mereka semua adegan ini dengan Spirit sebelumnya.

Berjaga-jaga jika saja ada seseorang dari luar yang ingin memaksa masuk saat kami ada di Istal, kami punya rencana khusus.

Kami akan melesat keluar dari Istal secepat mungkin, tepat saat orang-orang itu membuka pintunya.

Rencana itu sebelumnya berhasil. Iya, berhasil membuat Ayah kaget setengah mati dan membuat Ibu menghukumku untuk tidak menjejakkan kaki ke Istal selama beberapa hari kedepannya.

Sepertinya Victoria memang benar soal diriku yang agak kekanak-kanakan, namun bukan waktunya membahas itu! Orang-orang ini ingin aku mati!

BRUK! BRUK!

Pintu Istal semakin terbuka, dan aku sudah memegangi tali kekang Spirit dengan pandangan fokus ke depan.

"Kau siap, Spirit?" tanyaku.

DREK!

Pintu Istalnya sudah hampir hancur, beberapa keping kayu kecil telah terpental ke dalam. Engsel pintunya juga sudah terlepas satu, dan sebentar lagi dua.

Inilah saatnya.

"AYO SPIRIT!!! HYAH!" ucapku.

Kletek! Kletek! Kletek!

Spirit melaju dengan sangat cepat, aku sampai harus mengeluarkan tenaga ekstra di tanganku agar tidak jatuh ke tanah.

BRAK!

Pintu Istal benar-benar terbuka, dan dari balik pintu itu, kulihat sekitar 3 orang dengan zirah dan lambang yang asing di badan mereka.

Tak lupa, mereka membawa obor di tangan kiri, dan pedang di tangan kanan mereka. Sudah jelas sekali, mereka bukan Knights of Pensylon.

Mereka benar-benar asing, dan mereka siap membunuhku.

Beruntungnya aku, aku sudah tahu cara untuk kabur dari mereka. Aku dapat memastikan bahwa tak ada satupun dari mereka yang memperkirakan aku akan melakukan ini.

Buktinya, saat aku melewati mereka. Aku tidak melihat adanya ayunan pedang sama sekali ke arahku, maupun ke arah Spirit.

"SIALAN! HEI! KEMBALI!"

Tidak akan pernah, aku tak akan pernah kembali ke sana. Lagipula aku masih punya satu hal yang harus ku lakukan.

...----------------...

"IBU!" teriakku.

Di sinilah aku, di depan sebuah rumah reyot yang pintunya bahkan tak simetris. Terbakar oleh api yang mulai mereda, namun masih terbakar.

"SIALAN!!!"

Aku terjun ke tanah yang sedikit berlumpur di samping Spirit. Tak lupa, aku mengusap kepalanya sebentar sambil mengatakan...

"Dengar Spirit. Aku akan kembali ke sini. Jadi tunggu saja aku, tetapi ada satu pengecualian.

Jika kau melihat ada orang yang seperti tadi di Istal. Tak perlu tunggu aku, pergilah sejauh mungkin. Jangan pernah berpikir untuk kembali menyelamatkanku.

Mengerti, Spirit?"

Spirit mengangguk kecil, ia paham maksudku. Tanpa berlama-lama, aku segera berlari masuk ke dalam rumah itu.

Aku tak tahu hal buruk apa yang menungguku di dalam sana, tapi seburuk apapun itu. Aku harap itu tidak akan menghantui pikiranku selamanya.

...----------------...

"Ibu? Chris? Christina? Christa? Ayah?" seruku memanggil seluruh anggota keluargaku.

Keluargaku, mereka pasti baik-baik saja kan?

Hawa panas mengelilingiku, begitu pula dengan asap yang membuatku harus menutup hidungku agar tidak terhirup.

"Uhuk! Uhuk! IBU?! CHRIS?! CHRISTINA?! CHRISTA?! AYAH?! DIMANA KALIAN SEMUA?!" pekikku dengan sekencang tenaga.

Tak ada jawaban, selain dari bunyi kayu yang terbakar, dan juga beberapa yang terdengar akan mulai runtuh. Aku harus cepat, dan aku sendiri yang harus mencari mereka.

Mulai dari ruang makan ini dulu. Tidak ada siapapun di sini.

Kamar mandi, juga tak ada siapa-siapa.

Kamar tidur, itu dia! Mereka semua pasti sudah tidur. Aku harus memeriksanya sekarang juga! Kamar tidurku terlebih dahulu.

Tes!

"ADUH!!!"

Sialan! Pintu ini panas sekali. Apakah di belakang pintu ini isinya hanyalah api? Hah! Masa bodoh!

Kriet! BRUK!

"AAAHHH!!"

BRUK!

Dari balik pintu itu, ada seseorang. Kulitnya melepuh, tertutupi sedikit kain yang terbakar perlahan-lahan, tak sadarkan diri.

"DEMI JIWA PENSYLON! CHRIS!!" seruku pada adikku yang pertama.

Kuguncangkan tubuhnya, dia tak bangun. Kutampar wajahnya, dia tak bangun. Kuteriaki dirinya, dia tak bangun.

Kuperiksa nafasnya, dia tak bernafas.

"CHRIIISSSS!! Hiks!" teriakku sebelum mulai terisak.

Dengan kematian Chris, keraguan dan juga prediksi yang pesimistis mulai membanjiri kepalaku, memicu pemikiran yang tidak-tidak.

Bagaimana jika Ibu juga mati?

Bagaimana jika Christina ternyata sudah mati?

Apakah Christa juga akan mati?

Apakah semua keluargaku telah mati?

Aku harus bergegas mencari mereka semua.

...----------------...

Chris sudah tak lagi terselamatkan, jadi akan lebih baik kalau aku cari saja yang masih bisa diselamatkan.

Sekilas kuselidiki kamar tidurku. Tidak ada lagi siapapun selain Chris yang sudah tak bernyawa di sana.

Apakah Christina masih hidup? Apakah dia berhasil kabur? Apakah ia selamat? Syukur lah...

Tapi tak ada waktu, aku harus mencari Ibu, Ayah, dan juga Christa. Mereka pasti ada di kamar tidur mereka.

Tep! Tep! Tep!

Aku berlari ke sana, mencari tahu apakah mereka ada di kamar atau tidak.

"IBU?!"

Pintu kamarnya benar-benar terbuka dengan sangat lebar. Ibu tak akan pernah membiarkan pintu kamarnya tak terkunci sebelum ia tidur.

Tapi kali ini, pintunya terbuka lebar.

Pasti ada yang salah.

Dengan sedikit keberanianku (kenekatan lebih tepatnya) yang tersisa, aku masuk kesana. Untuk mendapati sebuah pemandangan yang aku yakin akan selamanya menghantui pikiranku.

"Demi Jiwa Pensylon... IBU!!"

Ibu terbaring di ranjangnya, dengan darah mengalir di mulut, hidung, lehernya yang tersayat, dan juga dari balik roknya.

Aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada ibu. Lehernya tergorok, luka memar ada di sekujur badannya, kemudian darah dari balik roknya. Apa dia baru saja-

BRUK!!!

DEMI JIWA PENSYLON! Aku terkejut setelah mendengar suara kayu yang rubuh tepat di belakang badanku ini. Saat itulah aku sadar akan dua hal...

Aku tak punya waktu untuk berduka, aku harus pergi dari sini, secepatnya!

Deg!

"Aaahhh!!"

BRUK!

Sial, aku tersandung. Pasti karena kayu yang runtuh dari a- Tunggu, tidak! TIDAK!!

"Christa..."

Aku tersandung oleh tubuh adik bungsuku sendiri. Kepalanya remuk, seolah habis diinjak-injak oleh seseorang.

Aku berusaha mundur perlahan-lahan, aku masih dalam posisi duduk, sehingga aku bergerak dengan tanganku. Sampai...

Greb.

Aku menggenggam sesuatu, dan aku tahu itu bukanlah kayu ataupun perabotan karena teksturnya terlalu lunak. Aku tak lagi berani menatap, karena aku tahu.

Aku tahu, kalau yang kupegang itu sebuah tangan manusia.

Karena aku tak lagi berani menatap, kuraba saja tangan itu. Naik ke pundaknya, ke badannya, ke kepalanya, ke kakinya.

Perempuan.

Lebih muda dariku.

Di wajahnya mengalir darah.

Luka di sekujur badannya.

Setengah terbakar.

Tidak bernyawa.

Dengan nyali yang masih kumiliki, kulirik jasad itu perlahan-lahan walau agak kurang jelas karena asap dan air mata yang membanjiri kedua mataku.

Saat itulah aku melihat tubuh itu dan menyadari suatu fakta yang benar-benar menghancurkan harapanku sebelumnya.

Christina tidak kabur, dia ada di sini.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!