Sekarang sudah putaran kedua dari tiga putaran. Posisiku masih berada di belakang Norman si curang itu. Aku benci dia. Tidak, aku benci kecurangannya.
Perlahan tapi pasti, jarak yang terpaut antara aku dan Norman semakin dekat. Hal itu karena kudaku Spirit secara alamiah lebih cepat dari Snow milik Norman.
Seketika ku berteriak padanya.
"HEI! DASAR CURANG! KENAPA KAU MAJU KETIKA BATUNYA BELUM JATUH?!" seruku.
Norman melirikku sejenak, lalu kembali melanjutkan balapannya.
"HEI! JAWAB AKU DASAR BRENGSEK!"
"Aku tak tahu kalau batunya belum jatuh ke tanah." jawabnya santai.
"HAH?! ALASAN MACAM APA ITU?!"
Tak terasa, aku sekarang sudah berada tepat di sebelah Norman. Spirit, kau memang hebat. Tak heran keluargaku sangat membanggakanmu.
"Aku hanya melihatmu ketika batu itu terpantul ke belakang. Karenanya, ketika kulihat tanganmu mengayun-ayunkan tali kekangmu, aku langsung memacu kudaku karena berpikir bahwa batu keramat itu sudah jatuh.
Jadi, itu bukan sepenuhnya salahku bukan?" jelasnya.
Bukan sepenuhnya salahmu? Bukan salahmu dari mananya?! Yang ku ketahui hanyalah fakta bahwa kau mencuri start dariku. Mau dilihat dari sudut pandang orang idiot pun tetap saja kau itu curang!
Mungkin aku benci ide balapan kuda ini, namun aku lebih benci dicurangi seperti ini.
"Lagipula, untuk apa aku curang melawanmu. Aku tak curang pun aku sudah pasti mengalahkanmu, bukan?" ledeknya.
Brengsek! Dia menghinaku?! Awas saja! Setelah aku memenangkan balapan ini, akan kuledek dirinya ribuan kali. Dan kelihatannya, itulah yang paling mungkin terjadi.
Aku sudah berada sedikit lebih di depan dibanding Norman. Karenanya, kupacu Spirit sangat cepat seraya berkata "Kalau begitu, curang lah sebisamu!"
...----------------...
Aku semakin jauh darinya. Tak ada tanda-tanda bahwa Norman mampu menyusulku. Ini dia. Kemenangan yang akan kudapatkan di putaran berikutnya!
Aku heran bagaimana bisa balapan kuda antara Spirit dan Snow menjadi balapan yang adil mengingat Spirit lebih cepat dari Snow.
Namun, ketika kulirik anak itu. Dia sedang jongkok dan mulai berdiri di atas pelana kudanya. Apa yang ia pikirkan?
"HEI, BODOH?! KAU MAU JATUH LAGI?! HEI!" kataku.
Benar saja, Snow malah melaju ke jalan bagian dalam hutan. Hutan yang di dalamnya terdapat banyak dahan yang dapat menjatuhkan joki kuda paling handal sekalipun.
Maksudku, disitulah tempat Norman celaka sampai tangan kirinya sempat punya dua siku. Mau dilihat dari sudut pandang orang tak berotak pun tempat itu sudah jelas berbahaya.
"HEI! NORMAN! ITU BERBAHAYA! KAU MAU LENGAN KIRIMU ITU PUNYA DUA SIKU LAGI?!" teriakku.
Anak itu tidak mendengarkan, dia malah melompat! Benar, MELOMPAT! ANAK ITU BENAR-BENAR SUDAH GILA!
Namun, lompatan itu membuatnya mendarat di sebuah dahan. Dari satu dahan, Norman terus melangkah ke dahan yang lain. Begitu terus sampai dia akhirnya mendarat di sadel Snow.
Ketika ia mendarat, ia sudah tiba-tiba saja berada jauh di depanku. Tak hanya itu, dia sekarang sudah melewati garis start kami sebelumnya.
"Sialan! Dia curang lagi!" seruku.
...----------------...
Sekarang sudah putaran ketiga. Putaran terakhir, dimana aku harus menyusulnya. Yang sepertinya akan sangat sulit karena aku baru ingat satu hal...
Spirit memang lebih cepat dari Snow, namun tenaganya tidak sekuat Snow. Jadi, walaupun Spirit lebih cepat, Snow tetap unggul karena tenaganya.
Itulah yang membuat balapan kuda ini jadi adil. Sayangnya aku lupa soal itu. Karenanya, aku hanya bisa protes pada Norman yang sepertinya sengaja melambat untuk meledekku.
"HEI! APA-APAAN ITU?! MANA BOLEH LEWAT JALAN PINTAS?!" protesku.
"Kau sendiri yang bilang untuk curang sebisaku, bukan? Sekarang aku sudah curang. Kau puas sekarang?" balasnya dengan senyum bodohnya.
Namun, senyum bodohnya masih kalah mengganggunya ketimbang tatapannya. Tatapannya seolah berkata...
"Rencanaku berhasil lagi, Kristoff..."
Sialan, aku baru menyadarinya.
Dia sengaja membuatku marah agar aku memaksa Spirit melaju sekencang yang ia bisa. Dengan kata lain memaksaku menguras stamina Spirit dengan cepat.
Akibatnya, saat ini. Spirit hampir kehabisan tenaga ketika Snow masih kuat untuk melaju. Sehingga aku tak akan bisa menyusulnya.
AH SIALAN, DIA CERDIK SEKALI! Kalau begini, aku akan kalah lagi...
Kecuali...
Aku melihat jalan itu. Jalan yang membuat Norman yang awalnya ada di belakangku tiba-tiba saja berada jauh di depanku.
Jalan yang berbahaya, namun pastinya akan membalikkan keadaan jika aku berhasil melewatinya. Namun, bagaimana jika aku gagal?
Apakah lengan kiriku juga akan punya dua siku? Atau lebih buruk?
Ah, masa bodoh! Aku ingin menang! Lagipula, kalau Norman saja bisa melewatinya, aku juga pasti bisa!
"Ayo Spirit!" kupacu kudaku ke arah jalan pintas itu.
Norman yang ada di depanku menyadari apa yang akan kulakukan. Ia berteriak.
"KRISTOFF! JANGAN! ITU BERBAHAYA!"
Halah, palingan itu hanyalah salah satu dari triknya. Dia takut kalau aku berhasil melakukannya dan aku bisa menang darinya.
"MASA BODOH! AKU INGIN MENANG!" balasku sambil mulai berdiri di sadel Spirit.
"CHRISTOPHER! JANGAN LAKUKAN ITU! AKU SERIUS! ITU BERBAHAYA!"
Hah? Apa? Dia memanggilku dengan namaku? Bukan dengan Kristoff? Apa memang seberbahaya itu? Apa dia memang serius? Apa dia khawatir kalau aku akan cedera parah?
Maksudku, aku paham betul kalau Norman pernah celaka di tempat ini dimana lengan kirinya tiba-tiba punya dua sikut. Tapi...
Ayolah, tak mungkin seberbahaya itu bukan?
Aku sudah berdiri di sadel Spirit. Jalan pintas itu semakin dekat. Inilah kesempatanku, untuk memenangkan balapan ini. Semuanya akan ditentukan oleh kedua kakiku ini.
Aku harus melompat, melangkah diantara dahan-dahan itu, dan mendarat di sadel Spirit. Sama seperti yang Norman lakukan sebelumnya.
"HEI! JANGAN!" teriak Norman.
Wush!
Aku melompat dari sadel Spirit. Ini dia! Aku berhasil melompat. Aku sekarang hanya tinggal-
Bug!
"Aduh!" kataku.
Kakiku membentur dahan yang ingin ku lompati barusan. Lompatanku kurang tinggi. Dan, apa yang terjadi berikutnya?
Perpaduan antara seorang anak umur 14 tahun yang melaju secepat kuda dan sesuatu yang menghentikannya secara tiba-tiba tidak akan berakhir dengan baik.
Badanku terpelanting ke depan dengan kencang dan tak hanya sampai situ saja kesialanku.
BUG!
Kepalaku membentur dahan pohon setelahnya. Ayunan badanku yang terpelanting sangat kencang sampai-sampai dahan itu patah karena kepalaku.
Akibatnya benturan itu, badanku terputar ke kiri. Saat ku lihat ke bawah (ke arah tanah, kiriku, bukan bawahku), sebuah ranting kayu yang nampak tajam mendekati mata bagian kiriku.
Sepertinya, kekhawatiran Norman masuk akal juga. Soalnya ia memang benar. Jalan pintas ini...
SREK!!
"AAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHH!!!" rintihku.
"KRISTOFF!!!" seru Norman panik, dia sampai langsung melompat dari Snow untuk mendekatiku.
"ASTAGA! CHRISTOPHER!" Victoria yang tengah bersiap untuk menentukan pemenang balapan kuda juga turut berseru dan mendekatiku.
Jalan pintas ini, memang sangatlah berbahaya untuk dilalui. Dan aku mengetahuinya, dengan cara yang menyakitkan.
Sangat-sangat menyakitkan...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Serigala Putih
namanya juga anak kecil bang
2023-03-14
0