Chapter 9 - Kuda Betina

"PERAMPOK!!" teriakku.

Aku berteriak bukan tanpa sebab. Teriakan itu berguna bagiku untuk memperingatkan tetangga sekitarku soal perampok.

Hal itu tidak hanya akan membuat mereka waspada, tapi juga meningkatkan kesempatan mereka membantuku menangkap kedua bedebah itu.

"PERAMPOK!!" teriakku lagi.

Kali ini, selagi aku berteriak, aku berlari ke arah Spirit yang sedang memakan rerumputan. Dengan bertumpu pada kaki kiriku, aku melesat hingga pantatku mendarat di sadel Spirit.

"SPIRIT! KEJAR MEREKA!" perintahku pada kuda itu.

Aku dapat menyadari bahwa Spirit agak terkejut karena aku menungganginya secara tiba-tiba. Lalu menyuruhnya untuk bergerak, juga secara tiba-tiba. Karena itu, dia tidak melaju sesegera mungkin.

"Cepatlah, Spirit! Kita harus mengejar mereka!" seruku.

Spirit mengangkat kedua kaki depannya dan meringkik layaknya kuda seorang ksatria (setidaknya itulah yang tertulis di buku Kakekku) sebelum akhirnya melesat mengejar kedua perampok sial itu.

Awas saja kalian perampok sial. Setelah kutangkap kalian berdua, akan kuhabisi kalian sampai minta ampun!

...----------------...

Kletek! Kletek! Kletek!

Begitulah derap langkah kuda yang terdengar di telingaku selama pengejaran.

Mataku tetap terpaku pada kedua perampok itu. Jika dilihat dari postur tubuhnya, satu dari mereka adalah pria yang mungkin lebih tua dariku, dan satunya adalah seorang gadis seusiaku.

Seiring waktu berjalan, keduanya semakin terkejar. Sudah tak terhitung berapa kali aku mengatakan ini, tapi Spirit... Kau memang hebat!

Namun, aku tak bisa senang dulu. Aku harus sesegera mungkin menghentikan mereka berdua sebelum Spirit kelelahan lagi, seperti saat aku balapan kuda dengan Norman.

Hmm, dipikir-pikir...

Balapan kudaku dengan Norman dan Victoria selama ini ternyata memang ada gunanya juga.

Benar juga!

Aku bisa melihat kalau kejar-kejaranku dengan kedua manusia brengsek yang telah mencuri barang-barang keluargaku ini seperti balapan kudaku melawan Norman dan juga Victoria.

Sederhananya, ini sama saja seperti balapan kudaku yang biasanya! Bedanya kali ini, aku tak boleh kalah.

Tidak, aku tidak akan kalah!

Secara logika, aku tidak akan kalah karena aku punya keuntungan lebih dari kedua perampok di depanku ini.

Pertama, Spirit adalah kuda tercepat yang kumiliki saat ini. Jadi, secepat apapun kedua perampok itu berusaha kabur dengan Shadow dan Wood, Spirit sudah pasti bisa mengejarnya.

Kedua, kedua perampok itu memiliki beban tambahan di pundak mereka. Kau tahu? Beban tambahan sama dengan berkurangnya kecepatan.

Sementara mereka memiliki beban tambahan, beban Spirit saat ini hanyalah tubuhku dan tubuhnya seorang saja.

Terakhir, dari kelihatannya, kedua orang itu benar-benar buta arah akan tempat ini. Dari ekspresi mata mereka saja sudah jelas mereka bukan orang Wheatville.

Berbeda dengan mereka, aku sudah hafal di luar kepala akan denah desa Wheatville.

Jadi, kemanapun mereka menuju, aku dapat dengan mudah memotong jalan dan memperkecil jarak diantara kami.

Tak lupa selama aku mengejar kedua perampok itu, aku berteriak-teriak agar warga di sekitar dapat mendengar dan membantuku mengejar kedua perampok itu.

Kalau seperti ini, aku pasti bisa menangkap mereka!

Tunggu, apa?

Kedua perampok itu masuk ke dalam hutan. Hutan yang sungguh berbahaya, terutama bagi orang-orang yang bukan warga asli sini.

"Manuver dan cara mereka mengendalikan Shadow dan Wood benar-benar lihai. Sepertinya aku terlalu meremehkan mereka. Tetapi, nampaknya mereka juga terlalu meremehkanku."

Kalau mereka berpikir anak empat belas tahun ini tidak tahu apa-apa soal hutan yang mereka tuju, mereka salah besar!

Justru, di sana lah tempat dimana aku akan menangkap mereka.

...----------------...

Kletek! Kletek!

Sesuai dugaanku, aku semakin dekat dengan mereka berdua. Ini semua berkat pengetahuanku soal hutan ini, dan juga kecepatan Spirit yang luar biasa.

Harus kuakui, balapan kudaku selama ini ternyata ada gunanya juga. Andai saja aku lebih sering lagi balapan kuda. Kurasa tanpa masuk ke hutan ini pun aku bisa mencapai mereka berdua.

Tunggu sebentar.

Tempat ini...

Hehehe, mereka benar-benar tidak tahu tempat ini ya?

Kedua perampok itu berkuda menuju trek balapan kudaku bersama Norman dan Victoria. Bodohnya mereka.

"Hei, Spirit. Ini kesempatan kita."

...----------------...

Tak kusangka sedikitpun kalau mereka benar-benar berkuda ke lintasan berkuda ku dengan kedua temanku. Hehehe, sial bagi mereka. Aku pasti bisa mengejar mereka sekara-

Tunggu, kenapa aku melambat?

Kutatap Spirit sejenak. Nampaknya kuda itu sudah mulai lelah karena terus berlari. Tapi, kemarin saja dia tidak selelah ini saat balapan kud- Ah iya.

Sialan, aku lupa kalau Spirit baru saja mengangkat barang dari rumah Victoria ke ujung desa. Pantas saja dia bisa lelah secepat ini...

Pasti dia lelah, bisa secepat ini saat lelah saja sebenarnya adalah suatu keajaiban. Maaf, Spirit. Namun aku harus memaksamu berlari lebih lama lagi.

Sraakk!

Kedua orang itu berbelok setelah melihat rintangan di hadapannya. Rintangan yang membuatku tersenyum lebar.

Rintangan itu adalah rintangan yang sama dengan tempat Norman melakukan trik curangnya saat balapan denganku sebelumnya.

Haruskah kunamai itu, "Jalan Norman"?

Karenanya, aku berucap pada Spirit.

"Mari kita lakukan sekali lagi, Spirit."

Spirit paham maksudku. Kuda hitam ini berpacu menuju Jalan Norman dengan cepat. Selagi itu terjadi, aku berdiri di atas pelana.

Kemarin itu lompatanku kurang tinggi, kan? Baiklah, kali ini aku harus melompat lebih tinggi.

"Hiyah!" pekikku.

Tep!

Berhasil! Aku bisa bertapak ke pohon ini.

Sekarang, aku hanya tinggal berlari dan mendarat di Spirit. Persis seperti yang Norman lakukan.

Tep!

Tep!

Tep!

"Sekarang!" seruku sambil melompat.

Sekarang aku melayang di langit. Sebentar lagi, aku akan mendarat di pelan-

"Oh tidak! Sial! SPIRIT!!!"

Tep! Tep! Bruk! Grusuk...

Aku terjatuh, lagi. Walaupun aku sempat melangkah di tanah saat aku melesat, tetap saja aku terjatuh.

Sialan, aku benar-benar tidak memperhitungkan kalau Spirit itu lebih cepat dari Snow. Terkutuklah kau, Norman. Kau hebat sekali bisa melakukan trik ini.

Tunggu dulu, hmm. Betul juga.

Tak heran waktu itu Norman patah tangannya. Saat itu, dia berusaha melakukan trik ini saat menunggangi Spirit juga.

Aku melihat ke arah depan, dan kulihat Spirit perlahan berhenti. Kuda itu kelelahan.

"Spirit... Argh! Sialan..." Kupegangi dahiku yang masih terluka.

Luka di dahi ku masih belum sepenuhnya sembuh, dan pergesekan ku dengan tanah barusan membuatnya kembali terbuka.

Aku bisa merasakan bahwa dari lukaku mengalir sebuah cairan. Apapun cairan itu yang jelas itu tidak bagus.

Kuharap luka ini tidak benar-benar jadi luka permanen...

Kretek! Kretek! Kretek!

Tak hanya itu, di kiri ku aku dapat mendengar derap langkah kuda yang semakin mendekatiku. Pasti bantuan telah tiba.

"Akhirnya mereka datang ju-" ucapku sambil melihat ke samping.

Saat kulihat ke sana, di sana hanya ada dua orang yang naik kuda, dan keduanya adalah perampok barusan.

Ah, sial. Aku baru menyadari satu hal.

Warga Wheatville hampir tak ada satupun yang punya kuda. Karenanya sekalipun mereka mendengarku berteriak, mereka tidak akan bisa mengejar.

Karenanya aku secepatnya berusaha berdiri, karena aku satu-satunya yang bisa menghentikan kedua perampok sial ini.

"Argh! Sialan! Kakiku..." ucapku.

Kakiku sakit sekali, mendarat dengan kecepatan kuda nampaknya memang bukanlah hal yang tidak menyakitkan.

Namun kemarin Norman bahkan dapat berlari ke arahku setelah ia melompat dari kudanya.

Sialan, semakin kupikirkan, semakin aku sadar bertapa hebatnya Norman itubsebenarnya.

Karenanya, aku hanya bisa duduk dengan harapan itu membuat kedua perampok itu berhenti, namun untuk apa pula mereka berhenti? Bukannya itu bagus bagi mereka bahwa aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi?

Kretek! Kretek!

Kretek!

Kretek!

Tek!

Tunggu, mereka benar-benar berhenti?

"Hei! Kenapa kita berhenti?! Kita harus ce-" sentak si gadis sebelum si besar menutup mulutnya, dan bicara.

"Kau baik-baik saja?"

Apa? Dia menanyakan keadaanku? Pria ini bisa saja ditangkap saat ini, dan dia memilih untuk berhenti dan mengecek apakah si pengejarnya baik-baik saja?

Pria ini pasti sudah gila.

"Tentu saja tidak, dasar kalian sialan! Kalian merampok keluargaku, mencuri kedua kuda yang kumiliki, memaksaku mengejar kalian sampai aku terjatuh, membuat kakiku sakit,

BAGAIMANA BISA AKU BAIK-BAIK SAJA?!" sentakku dengan nada bicara yang semakin meninggi seiring kata-kata.

"Hei! Jaga ucapanmu! Apa kau tidak diajari sopan santun oleh orang tuamu?!"  protes si gadis.

"Untuk apa aku bersopan santun pada orang-orang yang telah merampok keluargaku?! Maksudku, apakah kalian pikir keluargaku itu orang kaya?! Sehari makan tiga kali saja tergolong beru-" balasku.

"Maaf."

Si pria tiba-tiba saja bicara, membuatku dan juga gadis itu terdiam. Ucapannya sungguh pelan, namun ketika ia bicara, baik aku maupun gadis di sebelahnya tak bisa berucap apapun.

"Maaf, kami tidak punya pilihan lain. Setelah kau tahu siapa kami, kau akan mengerti." kata si pria.

Setelahnya pria itu mengajak wanita di sebelahnya untuk kembali melanjutkan pelarian mereka.

Tentunya, aku tidak membiarkan mereka pergi membawa semua barang itu begitu saja. Aku harus menghentikan mereka, atau setidaknya. Merebut kembali barang-barang yang bisa kuselamatkan...

"Setidaknya kembalikan kuda-kuda ku." pintaku pada mereka.

Mereka yang pada awalnya sudah ingin pergi kembali menatapku dengan kedua mata mereka masing-masing.

Ups, maaf, kurasa hanya satu mata untuk si pria. Mata kanannya ditutupi dengan cara yang sama dengan mereka menutupi wajah mereka.

"Maaf, tidak bisa. Justru kuda inilah yang paling kami butuhkan." ujar si pria.

Jadi sejak awal tujuan mereka merampok keluargaku adalah untuk mengambil kuda-kuda ini. Pantas saja kebanyakan barang yang mereka ambil adalah barang perawatan kuda.

"Itu adalah kuda warisan kakekku, kumohon kembalikan..."

Aku sama sekali tak percaya bahwa suatu saat aku akan memohon pada perampok ini untuk mengembalikan kuda ku.

Hei, hanya bersikap adil. Kuda-kuda itu bukan kuda biasa, kuda-kuda itu adalah warisan kakekku.

Aku baru saja kehilangan salah satu barang peninggalan kakek kemarin lusa (bukuku), aku tak mau lagi kehilangan barang lainnya.

"Hei! Kakakku sudah bilang kalau kami tidak akan-"

Jadi dugaanku memang benar, kedua orang ini adalah kakak beradik. Tadinya kukira mereka hanyalah sepasang kekasih yang terlibat cinta monyet.

Tapi lupakan dulu soal itu, kenapa kedua kakak beradik ini sampai harus mencuri? Apa karena mereka yatim piatu?

"Psst! Kita dengarkan saja permintaannya..."

'Tapi, Kak..."

Si kakak turun dari Shadow. Kemudian dia meminta si adik turun dari Wood.

"Lagipula, kita hanya butuh satu kuda bukan? Sekarang turunlah..."

Si adik nampaknya sangat menghormati kakaknya. Karena walau permintaan kakaknya agak aneh, dia tetap menurutinya layaknya seekor anjing.

Gadis itu turun dari Wood.

"Baiklah, nak. Kuda mana yang kau inginkan kembali?" si kakak bertanya.

"Keduanya." jawabku.

Aku bisa melihat kalau si adik benar-benar geram padaku. Tangannya mengepal seakan siap menghajarku.

"Maaf, kau hanya bisa memilih salah satu." si kakak memperingatkan ku.

"Aku tidak suka memilih. Dari dulu aku tidak pernah mau memilih sesuatu." ucapku.

Gadis itu benar-benar sudah tidak bisa lagi menahan amarah.

"Jangan main-main, dasar brengsek! Kami tidak punya banyak wak-"

"Baiklah kalau itu maumu..." potong kakaknya.

Sang adik mendadak terdiam layaknya seekor singa, diam namun mematikan. Aku tahu walaupun gadis itu diam, dia sebenarnya sedang menahan amarah.

Sejujurnya, aku tidak takut padanya. Namun, melihat kondisiku saat ini yang tidak memungkinkan bertarung, aku rasa akan lebih baik jika aku agak waspada.

Si kakak menempelkan jempolnya ke dagu dan mengerutkan alis dan dahinya.

"Kuda yang kau kendarai barusan, kuda jenis apa dia?" tanyanya.

Spirit? Seingatku di buku kakekku pernah menuliskan sesuatu tentang Spirit I. Sialan, aku benar-benar lupa.

Namun seingatku, kakekku pernah bilang kalau asal Spirit I itu bukan berasal dari Pensylon, tapi dari daerah lain.

"Aku tidak tahu, yang jelas bukan dari sini. Kurasa jenisnya Thorough-" sahutku.

"Bukan, bukan jenis itu." balasnya.

Apa? Apa maksudnya?

"Maksudku, kudamu itu Jantan atau Betina?" pria itu bertanya.

Ah, begitu ya. Hmm... Ah, mereka benar-benar tidak tahu apa-apa soal kuda ya? Hehehe...

"Kenapa kau tersenyum?" si adik curiga padaku.

Sejelas itu kah? Kurasa aku harus belajar mengendalikan raut wajahku.

"Jantan." jawabku.

"Jantan ya..." ucap si kakak.

Tunggu dulu, jangan-jangan mereka ingin mengambil Spirit?! Tidak akan kubiarkan!

"Jangan sekalipun kalian berani mengambil Spirit." kataku.

"Jadi namanya Spirit ya... Jujur saja, pada awalnya kami ingin mengambilnya karena dia cepat dan juga lincah.

Namun karena kelihatannya sekarang ia sedang kelelahan dan kami harus segera pergi, maka kami hanya akan mengambil salah satu dari kedua kuda ini.

Kami akan mengembalikan kuda yang betina dan mengambil yang jantan. Pertanyaanku...

Yang mana yang betina diantara kedua kuda ini?"

Mereka ini...

"Pfft... Hehehe..." aku mulai tertawa.

"Cepatlah jawab kami! Kami tak punya banyak waktu!"

Hehehe... Mereka benar-benar tidak tahu apa-apa soal kuda ya?!

"Hahahahahahahah!" tawaku semakin kencang.

Sialan, aku benar-benar tak bisa menahan tawaku.

"Hei, kenapa kau tertawa?!" si adik bertanya dengan marah.

Aku seketika menunjuk ke arah mereka dan berseru dengan senyuman kemenangan.

"SHADOW DAN WOOD ITU KEDUANYA KUDA BETINA TAHU! DASAR KALIAN ORANG-ORANG BODOH! HAHAHAHA! SEKARANG KALIAN TAK PUNYA PILIHAN LAIN SELAIN MENGEMBALIKAN KEDUA-"

BUG!

Sayangnya, tawaku tidak bertahan lama. Aku menyaksikan sebuah kaki yang ramping melesat dengan cepat ke arah kepalaku, dan setelahnya aku tidak ingat apapun karena semuanya mendadak berwarna hitam.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!