"Jangan sedih lagi! Mending kita ke kantin yuk! Gue traktir." kata Kresna berusaha membuat hati Ara senang.
"Nggak ah.. Gue diet." jawab Ara.
"Diet?" Ara menganggukan kepalanya dengan cepat.
"Ngapain pakai diet segala?" tanya Kresna.
"Gue pengen kurus dan cantik.." jawab Ara.
"Lo udah cantik.."
"Huh, sama kayak ibu dan ayah gue juga bilang gitu.. Tapi buktinya masih banyak yang hina gue.." kata Ara.
"Itu karena mereka bodoh."
"Udahlah, gue mau ke kelas.." Ara segera beranjak setelah mendengar suara bel masuk berbunyi.
"Nggak mau es boba dulu?"
"Nggak ah.. Dah.." Ara segera bergegas menuju ke kelasnya.
****
Berhari-hari Ara tidak makan. Meskipun dia merasa lapar. Tapi Ara tetap tidak mau makan. Dia hanya minum air putih saja selama tiga hari terakhir. Tentu saja itu membuat perut Ara menjadi sakit.
Pagi itu, Ara merasakan pusing di kepalanya. Tapi, dia tidak mau merasakannya. Tetap saja dia tidak mau makan. Wajahnya pun terlihat pucat.
Seperti biasanya, sebelum berangkat sekolah. Ara lari mengelilingi taman dekat rumahnya terlebih dahulu. "Hosh.. Huh.. Huh.. Hosh.."
Meskipun kepalanya terasa pusing, tapi Ara tak peduli. Semakin dia berlari, dia merasa bahwa bumi seperti goyang. Perlahan demi perlahan pandangannya terlihat kabur. Semakin gelap dan gelap. Tiba-tiba, Brukkk..
Ara pingsan di taman. Ia di larikan ke rumah sakit terdekat oleh beberapa orang yang juga berolahraga di taman tersebut. Ayah dan ibunya yang menerima kabar jika Ara dilarikan ke rumah sakit. Segera bergegas menuju rumah sakit.
Hati mereka sangat tidak tenang. Apalagi mereka tahu jika anaknya itu tidak mau makan selama beberapa hari. Pikiran mereka menjadi kemana-mana.
"Buruan buk!" Wijaya mempercepat langkahnya. Ia tidak sabar ingin mengetahui kondisi anaknya.
Sementara Siska juga mempercepat langkahnya dan berharap anaknya tidak kenapa-napa. "Udah dibilang nggak usah diet-dietan segala.." gerutu Siska.
Sesampainya di rumah sakit. Wijaya dan Siska segera menemui dokter. Mereka ingin tahu apa bagaiman keadaan anak mereka. "Gimana keadaan putri saya, dok?" tanya Wijaya.
"Putri bapak nggak kenapa-napa, tapi tubuhnya lemas, apa anak bapak tidak makan selama beberapa hari? Karena ada luka di lambungnya." kata dokter menjelaskan kondisi tubuh Ara setelah dilakukan pemeriksaan dan penelitian.
"Iya dok, dia sedang diet, jadi tidak mau makan." jawab Siska menatap anaknya terbaring lemas di ranjang.
"Nah itu. Sebenarnya diet itu tidak perlu ekstrim seperti itu. Cukup penuhi kebutuhan tubuh yang pas, jaga pola makan, dan jaga pola hidup sehat." kata dokter lagi.
"Anaknya keras kepala, dok." keluh Siska.
"Ya, namanya juga anak muda." kata sang dokter sembari tersenyum saat mendengar keluhan Siska.
"Ya udah saya tinggal dulu. Kasih pengertian ke anaknya supaya mau makan!" imbuh sang dokter. Setelah itu ia keluar dari ruangan tersebut.
Sementara Ara masih belum sadarkan diri. Ayah dan ibunya menunggu dengan cemas. Meskipun mereka merasa cukup lega karena putri mereka tidak kenapa-napa.
"Dasar anak keras kepala.." gumam Wijaya sembari menatap anaknya dengan nanar.
"Sama kayak ayahnya." sahut Siska.
Sekitar dua jam kemudian. Ara mulai membuka matanya. Namun, dia kaget karena tangannya diinfus. Matanya menatap sekitar. "Yah, kenapa aku disini?" tanyanya kebingungan.
"Kamu udah sadar? Kamu tadi pingsan di taman." Wijaya merasa bahagia sekaligus lega karena akhirnya anaknya sadarkan diri juga.
"A...aku pingsan?"
"Ya. Lambung kamu luka karena tidak makan selama beberapa hari. Nak, ayah mohon jangan diet-diet lagi ya! Ayah takut banget saat menerima kabar kamu dilarikan ke rumah sakit. Ayah takut, nak.." Wijaya memeluk anaknya dengan erat.
Pada saat itu, Siska sedang keluar mencari makan.
"Iya yah.. Maafin aku ya!" kata Ara juga memeluk ayahnya dengan erat. Ia meminta maaf karena membuat ayahnya menjadi khawatir.
"Ibu kemana?" tanya Ara karena ketika dia sadar, dia tidak melihat ibunya.
"Ibu kamu sedang keluar cari makan." jawab Wijaya masih memeluk Ara dengan erat.
Tak lama kemudian. Siska kembali bersama dengan Kresna. "Kamu udah sadar, nak?" tanya Siska juga merasa senang.
"Lihat, ibu sama siapa?" tanya Siska sembari tersenyum.
"Kres..na?" Ara juga kaget melihat Kresna yang datang masih menggunakan seragam.
"Lo nggak sekolah?" tanya Ara.
Kresna hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Tadi ponsel kamu bunyi, terus ayah angkat telepon nak Kresna. Ayah nggak nyangka kalau nak Kresna akan kesini secepat ini." tutur Wijaya.
"Aku nggak tenang, yah.." jawab Kresna.
"Apa kata dokter? Pasti karena lo nggak makan kan?" omel Kresna juga.
"Jangan ngeyel ngapa sih? Nggak usah diet segala. Lo itu cantik. Hanya orang bodoh aja yang bilang kalau lo itu jelek.." Kresna memarahi Ara bahkan di depan orang tua Ara.
Seketika Wijaya menoleh menatap Kresna. Dia salut dengan perhatian Kresna kepada anaknya. Bahkan, Wijaya berpikir, jika dia tidak berjanji kepada sahabatnya untuk menjodohkan anak mereka. Ia akan mendukung Kresna dan Ara.
"Marahi aja dia Kres, keras kepala banget kalau dibilangin. Kalau udah kayak gini nyesel kan?" sahut Siska yang ampun bener dengan keras kepala anak pertamanya itu.
"Iya maaf.." lirih Ara.
"Ayah sama ibu nggak ke pabrik?" tanya Ara.
"Kalau kita ke pabrik, kamu sama siapa? Ayah disini aja nungguin kamu." Wijaya tidak tega meninggalkan anaknya seorang diri.
"Tapi kata ayah ada meeting dengan orang luar negeri itu?" tanya Siska.
"Biar ibu yang nunggu Ara." imbuh Siska.
"Iya yah, kan ada aku juga." sahut Kresna.
"Tuh, ada nak Kresna juga. Ayah pergi kerja aja!" ucap Siska.
Wijaya terdiam untuk beberapa saat. Setelah itu dia menganggukan kepalanya pelan. "Ya udah, ayah kerja dulu. Jagain Ara jangan diajak berantem mulu!" pesan Wijaya kepada istrinya.
"Iya ayah.."
"Nitip Ara ya nak!" kata Wijaya kepada Kresna.
"Siap yah. Ayah yang tenang, Ara aman kok sama aku. Kalau dia masih nggak mau makan, biar aku omelin dia." jawab Kresna yang membuat Wijaya tersenyum kecil.
"Ayah kerja dulu!" Wijaya mengecup kening anaknya dengan lembut.
"Iya yah.."
Siska mengantar suaminya sampai ke parkiran. Dia meninggalkan Ara bersama dengan Kresna di ruangan tersebut.
Kresna mengambil makan untuk Ara. Ia memaksa Ara supaya mau makan. Bahkan ia juga bersiap menyuapi Ara. "Makan!" katanya menyodorkan makanan ke mulut Ara.
Perlahan, Ara membuka mulutnya. Dia tak berani membantah karena wajah Kresna yang nampak kesal. "Bisa nggak sih jangan bikin khawatir!" omel Kresna sembari terus menyuapi Ara.
"Iya maaf.." hanya itu yang terus Ara katakan.
"Lo tahu nggak seberapa takutnya gue waktu ayah lo bilang kalau lo di rawat di rumah sakit dan belum sadarkan diri?"
"Please! Jangan lakuin hal bodoh lagi! Lo cantik mata orang yang menyukai lo. Lo cantik karena kebaikan lo. Lo cantik karena kepinteran lo. Jadi nggak perlu nyiksa diri lo hanya supaya dibilang cantik oleh orang yang tak suka sama lo, karena itu saja dengan menggarami lautan." cerocos Kresna.
Akan tetapi, meskipun ia marah dan mengomel. Tapi Kresna tetap menyuapi Ara dengan penuh kelembutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
sri hasan basri, S.Pd.
bener kata kresna, buat apa menyusahkan diri utk org yg jelas2 g suka dg kita. hidup itu harus bahagia, cukup dengarkan org2 yg menyayangi kita dg tulus ra, yg lain mada bodohlah.
2023-08-06
3
Othsha
sedikit typo ya kak...
2023-06-16
1
Patrick Khan
.lanjut kak
2023-03-05
0