Ara masih marah dengan Shaka. Dia bahkan tidak mau menyapa Shaka sama sekali. Tentu saja itu membuat Shaka menjadi semakin bersalah. "Heh, lo masih marah sama gue?" tanya Shaka ketika Ara lewat di depannya tanpa menyapa.
Kebetulan saat itu Elsa sedang ke kantin bersama teman-temannya. Namun, Shaka tidak ikut karena dia harus mengerjakan pr Elsa dan kedua temannya.
"Hah heh hah heh, gue punya nama." sewot Ara.
"Iya deh, Ra, lo masih marah sama gue?" tanya Shaka lagi.
"Pikir aja sendiri!" jawab Ara dengan ketus.
"Yaelah maap.." kata Shaka lagi.
"Lagi ngapain lo?" tanya Ara sembari mengintip buku di depan Shaka.
"Nih ngerjain pr Elsa dan teman-temannya." jawab Shaka dengan jujur.
"Elah, beg* banget sih lo. Lo itu pacar atau babunya? Segala pr suruh kerjain, minuman dan makanan suruh bawain. Mata lo udah dibutakan cinta bodoh lo!" omel Ara. Ia marah karena Shaka telah diperbudak oleh Elsa dan teman-temanya.
"Berisik lo. Udah sana!" Shaka yang kesal akhirnya mengusir Ara.
"Oke. Gue nggak akan maafin lo." kata Ara kemudian kembali ke tempat duduknya.
"Heh, cuma bercanda!" Shaka menahan tangan Ara.
"Bodo amat." Ara menepis tangan Shaka.
"Bercanda doang."
"Ehem..." namun tiba-tiba Elsa masuk ke kelas bersama dengan kedua temannya.
Seketika Shaka menjadi gugup. Ia kembali fokus pada buku di depannya. Sementara Ara duduk di bangkunya. Elsa menatap Shaka yang seolah tidak terjadi apa-apa. Kemudian menatap Ara yang berwajah dingin seperti biasa.
Lalu, ia duduk di bangkunya dengan wajah murung. Bahkan ia tidak menyapa Shaka yang duduk disebelahnya.
Shaka pun bertanya. "Kenapa murung gitu?" tanyanya.
"Nggak kenapa-napa." jawab Elsa dengan ketus.
Shaka mulai menoleh dan meraih tangan Elsa. "Kenapa hemm? Nggak jadi makan?" tanya Shaka lagi dengan lembut.
"Nggak."
"Kenapa?"
"Lo nggak ikut, nanti siapa yang bawain makanan gue?" tanya Elsa masih dengan sewot.
Shaka sempat terkejut dengan jawaban Elsa. Namun, ia berusaha untuk tetap berpikiran positif. Ia tak percaya dengan apa yang Ara katakan. Mungkin Elsa memang ingin manja kepadanya saja.
"Maap. Gimana kalau gue anter makan?"
"Ngga usah. Udah mau bel." Elsa menolak.
"Tadi bicara apa sama Miss Gendut?" tanya Elsa penasaran. Karena, menunggu Shaka bilang duluan itu rasanya tidak mungkin.
"Ara?" Elsa mengangguk pelan.
"Nggak bicara apa-apa." jawab Shaka berbohong.
"Masa?"
"Hmm.."
"Awas kalau bohong! Gue nggak suka lo ngobrol sama dia." kata Elsa mulai mengutarakan ketidaksukaannya terhadap Ara.
"Dia itu udah jelek, gendut, tapi sok. Pokoknya gue nggak suka." imbuh Elsa.
("Karena dia juga rebut Kresna dari gue.")
"... Iya, tenang aja." jawab Shaka dengan gagap.
Sebenarnya Shaka tidak suka dengan aturan seperti itu. Apalagi dia dan Ara udah berteman sejak kecil. Akan tetapi, dia juga takut kehilangan Elsa.
("Maafin gue Ra, gue harus pura-pura cuekin lo, benci sama lo.")
Shaka melirik Ara yang sedang ngobrol dengan Cintya. Sebenarnya, selain karena perjodohan, Shaka sama sekali tidak membenci Ara. Dia bahkan terkadang kangen bercanda dengan Ara seperti dulu.
****
Tanggal tiga puluh di bulan keempat. Shaka ikut pertandingan sepak bola bersama tim sekolahanya diajang turnamen antar sekolah SMA. Pada saat itu kebetulan SMA Shaka sampai di babak perempat final. Pertandingan dilanjutkan dengan adu pinalti karena skor imbang sampai babak perpanjangan waktu.
Pelatih kedua sekolah memilih siapa-siapa saja yang akan menendang bola. Pada saat itu, bukan hanya pemain dan pelatih yang tegang. Tapi juga semua pendukung dari sekolah masing-masing.
Detik-detik penentuan yang mendebarkan. Penendang pertama sampai penendang keempat dari masing-masing sekolah telah berhasil melaksanakan tugasnya.
"Tenang. Tenang." intruksi dari pelatih sekolah sebelah.
Penendang kelima dari sekolah lawan mulai berdiri di depan bola. Ia bersiap mengeksekusi tendangan tersebut. Setelah ia yakin, ia mulai menendang bola sekeras mungkin. Sayangnya, tendangan tersebut mampu ditepis oleh kiper dari tim Shaka.
"Yeaay..." seru pendukung dari sekolah Ara.
"Ah..." namun, pendukung sekolah lain mulai lesu.
Kini giliran Shaka yang berdiri di depan bola tersebut. Shaka, menjadi penendang terakhir untuk tim sekolahnya. Hatinya berdebar tak karuan. Beban berat berada dipundaknya. Sebagai aljogo terakhir. Dia harus bisa melakukan ini dengan baik.
"Tenang Shaka, lo pasti bisa!" seru Ara dari pinggir lapangan.
Shaka melirik Ara yang masih bersemangat mendukungnya. Tiba-tiba ia teringat akan pertandingannya tahun lalu. Dimana situasinya juga sama. Dia menjadi penentu kemenangan tim sekolahnya.
"Narik nafas panjang, pejam mata, kemudian lakukan dengan yakin!" seru Ara yang diikuti oleh Shaka.
Shaka pun bersiap menendang setelah melakukan ritual seperti yang Ara perintahkan. Dan akhirnya....
"Gol....."
Shaka kembali menjadi penentu kemenangan bagi tim sekolahnya. Shaka merasa sangat bahagia dan lega.
"Yeay..." sorak sorai terdengar di tempat dimana sekolah Shaka berkumpul jadi satu untuk mendukung tim sekolah kebanggaan mereka.
Shaka yang merasa bahagia seperti dejavu. Ia segera berlari ke pinggir lapangan kemudian memeluk Ara dengan bahagia. "Gue berhasil Ra. Gue berhasil.." gumamnya dengan bahagia.
"Iya. Lo hebat." Ara menepuk punggung Shaka dengan senang.
"Ehem.." Elsa datang dan membuyarkan momen tersebut.
Shaka segera melepaskan pelukannya. Dia menatap Elsa yang mulai marah. Elsa kemudian berbalik dan meninggalkan tempat tersebut dengan marah.
Shaka pun menjadi bingung dan gugup. Ia segera mengejar Elsa yang mulai berlari. "El, tunggu!" serunya.
Tapi Elsa tetap berlari meninggalkan lapangan pertandingan. Sementara Shaka terus mengejarnya. Ia terus meminta agar Elsa berhenti.
Malam harinya.
Ara ke rumah Shaka untuk mengantar tas Shaka yang ditinggal karena Shaka mengejar Elsa tadi. "Shaka ada tan?" tanya Ara kepada mamanya Shaka.
"Oh kamu Ra, ada di kamar. Dari pulang sekolah dia belum keluar kamar. Katanya capek habis tanding." jawab Rani.
"Ke kamarnya langsung aja!" kata Rani.
Sebelumnya, Ara juga sering ke kamar Shaka dan orang tua Shaka tidak masalah. Ia meminta Ara untuk segera ke kamar Shaka.
"Iya tan." Ara segera menuju kamar paling ujung dekat dengan taman belakang rumah.
Tok. Tok. Tok.
Ara mengetuk pintu kamar Shaka perlahan. "Ka, gue kesini anter tas lo." kata Ara dari luar kamar.
"Taruh meja situ aja!" seru Shaka dari dalam kamar.
"Oh, ya.." jawab Ara. Seperti permintaan Shaka. Ara meletakan tas Shaka di meja depan kamar Shaka.
"Ya udah gue pulang!" pamit Ara.
Namun, saat Ara berbalik badan. Tiba-tiba pintu kamar Shaka terbuka. "Bentar, gue mau ngomong!" kata Shaka menahan Ara.
"Kenapa?"
"Mulai hari ini, jangan pernah lagi datang kesini! Jangan pernah saling sapa jika bertemu! Jangan ganggu satu sama lain! Anggap kita nggak pernah kenal!" mata Ara terbelalak mendengar perkataan Shaka. Ia tak menyangka jika Shaka akan mengatakan hal tersebut.
Tetapi, sesaat kemudian ia tersenyum pahit. "Oke, kalau itu mau lo." katanya dengan pahit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Anisa Anisa
Shaka bodoh Ara juga bego
2023-11-26
1
Yunerty Blessa
𝗦𝗵𝗮𝗸𝗮 𝗯𝗼𝗱𝗼𝗵....𝗺𝗮𝘁𝗮 𝗻𝘆𝗮.𝗱𝗶𝗯𝘂𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗰𝗶𝗻𝘁𝗮 𝗘𝗹𝘀𝗮...𝘁𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂 𝘀𝗮𝗷𝗮 𝘄𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗺𝘂..
2023-11-16
0
Tama Mbul
awas shaka,nanti kesialan bakal menaungi dirimu lhoooo
2023-07-31
0