Kayesa menepuk-nepuk punggung Antara. Ia membiarkan saja pria itu memeluknya. Lalu setelah beberapa detik berlalu, Kayesa mendorongnya perlahan agar pelukan itu terlepas.
"Sudah, Antara. Jangan begini. Tidak enak kalau para pelayan atau pekerja di rumah ini melihat kita. Mereka pasti akan salah paham dan mengira kita yang tidak-tidak.
Aku ibu tirimu sekarang. Ingat itu." Lalu Kayesa benar-benar memaksa melepaskan tangannya yang tadinya masih digenggam Antara.
Antara menatap dengan lemah. Ia merasa hatinya tercabik-cabik. Ia yang bertahun-tahun lalu mengira Kayesa mencampakannya ternyata punya alasan di balik semua itu. Ia menyesal karena terlambat untuk tahu.
"Aku nggak ingin papa kamu tahu soal hubungan kita di masa lalu. Untung saja dia tidak sedetail itu menyelidiki latar belakangku. Mungkin kalau dia teliti, dia akan sadar kalau kita pernah satu SMA.
Tiga tahun sekolah di tempat yang sama. Satu angkatan pula. Ada kemungkinan kita saling kenal, kan? Aku bersyukur papamu tidak tahu soal itu," ucap Kayesa.
Mereka masih berdiri dengan jarak begitu dekat di tepi kolam itu.
Antara menghela nafas panjang lalu tertawa pelan. "Iyalah. Papa mana peduli denganku sejak dulu. Mau aku ada acara sekolah penting macam perpisahan atau wisuda saat aku kuliah, dia tidak pernah datang. Dia sibuk di kantor. Mengejar uang, mengejar kekuasaan.
Papa lebih memilih datang ke pesta-pesta kelas atas dan sibuk tebar pesona mencari wanita cantik daripada datang ke acara ulang tahunku sendiri.
Jangan cemaskan soal ini. Lebih baik dia tidak tahu saja saja kita. Kalau dia tahu, dia pasti akan menjauhkan kita. Atau mungkin menyuruhmu tinggal di tempat lain. Aku ingin tetap di rumah ini, menjaga kamu sebisaku. Please, jangan tolak aku." Antara terus bersikeras dan keras kepala.
Kayesa kembali menggeleng, walaupun ia tahu mau ia menolak sebagaimana pun, Antara akan tetap nekat.
Biarlah. Terserah Antara. Kayesa sudah terlalu lelah dengan ini semua. Biarkan mereka berperang memperebutkan harta atau entah apapun itu. Ia sudah terpenjara di sini dan ia tidak akan mempersulit hidupnya lagi dengan melawan Rius. Begitu pikirnya.
Rasanya jika Rius memenuhi perjanjian kontrak dan tidak menyentuhnya itu cukup. Kayesa akan mencoba tahan.
"Aku mau ke kamar. Masuklah beberapa menit setelah aku agar kalau kamu berpapasan dengan pelayan, mereka tidak curiga. Bilang kamu dari tempat lain. Jangan dari sini," ucap Kayesa lalu ia pergi.
Antara hanya bisa menatap punggung gadis yang ia sayang itu dengan tatapan sedih. Lalu wajah sedihnya berubah menjadi muram lagi saatnya teringat ucapan Kayesa soal mamanya.
Mamanya adalah wanita paling sempurna yang pernah ia kenal. Ternyata ia salah. Mamanya ternyata punya jejak hitam di memori orang lain. Dan orang lain itu adalah Kayesa.
Antara tak ingin percaya dengan semua ini, tapi ia tahu Kayesa tak mungkin bohong.
***
Para pelayan pura-pura cuek dan sibuk bekerja ketika Kayesa berjalan menyusuri tangga menuju kamarnya.
Padahal setelah ia menutup pintu kamar, mereka kembali berbisik-bisik. Bagaimanapun foto sudah diambil. Gambar yang tersirat di foto itu begitu kuat.
Entah apa respon Rius Madali kalau ia melihat foto pelukan mesra itu.
Bisik-bisik para pelayan itu kembali membisu. Mereka pura-pura sibuk bekerja lagi ketika Antara masuk ke dalam rumah dan naik tangga juga.
Kebetulan sejak awal tinggal di sini, kamar Antara memang di lantai 2. Hanya saja posisinya berseberangan dengan kamar yang ditempati Kayesa.
Kamar Kayesa di sisi kanan tangga, sedangkan kamar Antara di sisi kiri tangga. Sedangkan kamar Rius Madali berada di tengah-tengah, di antara mereka.
***
Drttt!
Ponsel Rius di meja bergetar pelan. Rius menghiraukannya. Ia sedang sibuk.
Oh, andai dia tahu pesan itu dari Wini-kepala pelayan di rumah megahnya itu.
"Pokoknya kita harus lebih licik. Kita cari cara yang serupa. Yang lebih mematikan. Dia mau macam-macam denganku dengan memanfaatkan Tariksa Kamila. Oke. Oke.
Kita coba bujuk Timothy. Bujuk saja dulu, Dandy. Aku mempercayakan negosiasi ini padamu. Kalau dia mau, sepakati harganya dulu. Baru setelah itu rencana eksekusi kita susun. Secepatnya!" Rius bicara sambil mengetuk-ngetukkan cerutunya di asbak.
"Baik, Pak. Siap." Dandy menjawab dengan tegas.
Rius mengangguk puas. Dilihatnya sudah tengah malam sekarang. Ia ingin pulang dan tidur. Soal Kayesa, ia akan mengurusnya besok.
Tadi isi kepalanya terlalu kotor dan tak tahan melihat lekuk tubuh Kayesa meringkuk di ranjangnya. Tangan Rius bergerak nakal tanpa bisa dikendalikan.
Rius menyeriangi dengan tengil membayangkan momen beberapa detik itu tadi sebelum Kayesa bangun dan menamparnya. Berani juga dia, batinnya.
Tring!
Pintu lift terbuka. Dandy mengikuti Rius di belakang. Ia mengecek ponselnya untuk memastikan driver Rius sudah siap di depan untuk mengantarnya pulang.
"Dandy, kamu carikan aku teman besok. Aku stress dan butuh hiburan." Rius berjalan dengan santai sambil bicara tanpa menatap Dandy karena pria berbadan besar itu mengawalnya di belakang.
"Yang bagaimana, Pak?" Dandy langsung tanggap.
'Teman' yang dimaksud Rius dalam percakapan ini tentu bukan teman biasa. Bisa diartikan juga sebagai 'teman tidur.'
"Ya, 25 tahunan. Sekitar segitu. Rambutnya panjang, hitam, kulitnya putih, punya lesung pipi, anggun, nggak agresif. Aku ingin dia tampil polos. Bajunya tertutup saja, jangan terbuka seperti biasa. Yang penting dia kelihatan kalem."
Tanpa sadar Rius menyebutkan tipe wanita yang ia kencani persis seperti ciri-ciri Kayesa.
Rupanya penolakan Kayesa malah membuatnya semakin merasa penasaran. Dasar hidung belang!
Rius masuk ke dalam mobil. Dandy membungkuk hormat. Setelah memastikan boss besarnya itu pergi, ia berbalik badan dan kelihatan langsung menelpon seseorang.
"Bapak ingin dicarikan perempuan. Muda, 25 tahunan. Syarat gampang saja. Tapi dia mau cari yang punya lesung pipi. Mau cari dimana? Ah, pokoknya cari malam ini juga. Besok harus siap. Ciri-ciri detail akan saya kirim lewat teks."
Tut!
Panggilan diakhiri sepihak. Dandy memijit-mijit pelipisnya yang pusing.
Untung saja gajinya besar sekali. Kalau tidak, sudah mundur ia dari pekerjaan ini. Job desk-nya macam-macam dan kadang bisa sesulit ini.
Dalam waktu satu hari diminta cari gadis muda berlesung pipi. Mungkin tak terlalu sulit menemukan yang cocok. Tapi berapa banyak yang mau dibayar untuk menemani Rius? Tak semua gadis cantik di ibu kota ini bisa dibayar.
Arghhh!
Dandy masuk kembali ke dalam lift.
***
Sedangkan yang seenaknya minta dicarikan perempuan berlesung pipi itu sedang duduk santai di mobil mewahnya. Ia menyilangkan kaki sambil mengecek ponselnya saat perjalanan pulang.
Wajah santai Rius dalam sekejap berubah menjadi wajah marah.
Dibesarkannya foto yang dikirim oleh kepala pelayan rumahnya beberapa jam yang lalu itu agar ia bisa melihat dengan lebih jelas lagi.
"Anak kurang ajar!" Rius menendang jok sopir di depannya sampai-sampai sopirnya gelagapan.
Matanya berkilat-kilat marah. Antara tampak memeluk Kayesa di area rumahnya sendiri. Untung saja saat foto itu diambil, tubuh Kayesa masih berdiri kaku, seolah ia juga tak menginginkan pelukan ini.
Coba saja fotonya diambil beberapa detik kemudian. Kayesa pasti terpotret sedang membalas pelukan Antara. Bahkan tangannya dikalungkan di leher pemuda itu. Tangan yang satunya mengelus punggung.
Rius memelototi layar ponselnya dengan amarah membara.
"Anak kurang ajar itu pasti memanfaatkan ketampanan dan jiwa mudanya untuk merayu Kayesa. Tidak! Tidak boleh begini! Kayesa pion-ku. Dia senjataku. Aku tak akan membiarkan Antara menyentuhnya!" Rius menggeram marah dalam hati.
Mobil berhenti tepat di depan pintu utama berukiran klasik rumah mewah ini. Rius Madali turun dari mobil dengan wajah kesal.
Wini-sang kepala pelayan menyambutnya.
"Mana mereka?" tanya Rius sambil mengedarkan pandangannya ke arah seluruh penjuru rumah.
"Nona Kayesa di kamarnya. Saya lihat sendiri dia naik tangga. M--maaf saya tidak tahu kapan dia turun dan bertemu di luar." Wini takut disalahkan. Ia membuat permintaan maaf duluan.
Padahal Wina kecolongan dan kurang teliti saja. Sejak tadi Kayesa memang belum masuk kamar. Ia di pinggir danau bersama Antara. Hanya saja posisi duduknya terhalang ilanang.
"Lalu Antara kemana? Dia di rumah atau pulang ke rumah mamanya?" Rius naik tangga dan Wini mengikutinya di belakangnya.
"D--di kamar, Pak," jawabnya dengan takut.
Rius langsung melangkah menuju kamar Kayesa. Dengan gerakan tangan yang kasar ia mencoba membuka paksa pintu itu tapi rupanya tak bisa karena Kayesa menguncinya dari dalam.
"Sialan!" Rous mengumpat lagi lalu ia berjalan ke sisi seberang tangga.
Kamar Antara juga ia buka dengan geram. Wini mengikuti dengan panik.
Jeglek!
Antara tidur lelap dengan selimut tebalnya. Ia tampak begitu nyenyak hingga tak terbangun padahal Rius membuat pintunya dengan kencang.
Karena yakin Antara tidur sendirian, Rius langsung masuk kamarnya sendiri. Ia tadi berpikir terlalu jauh dan mengira pelukan mereka itu akan berakhir di ranjang yang sama malam ini.
Maklum saja, pikiran Rius terlalu kotor seperti tabiatnya. Ia lupa, Antara tak mewarisi sifat jeleknya. Ia tak serendah itu memperlakukan perempuan dan menganggap mereka sebagai sekedar teman tidur saja.
Wini melongo di depan pintu saat Rius membanting daun pintu itu di hadapannya.
Pelayan senior dan paling berkuasa di rumah itu hanya bisa menarik nafas panjang dan mencoba sabar. Ia tahu bosnya memang temperamen, kasar, dan kelakuan semacam ini seperti sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.
Sama seperti Dandy, Wini tetap bertahan di sini karena gajinya besar. Bahkan berkali-kali lipat dibandingkan kalau ia bekerja di tempat lain.
Wini turun dari tangga karena merasa tugasnya sudah selesai. Entah amukan apa yang akan Rius lakukan besok paginya, ia tak peduli. Ia hanya mengantuk, lelah, dan ingin tidur.
Sedangkan di dalam kamarnya, Rius tampak mondar-mandir dengan gelisah. Matanya yang tadinya sudah mengantuk saat perjalanan pulang di dalam mobil menjadi segar kembali.
"Aku harus melakukan sesuatu! Kayesa terlalu polos dan Antara mungkin bisa menggodanya atau merayunya. Tidak! Tidak boleh! Aku harus mempercepat perkenalan Kayesa di hadapan orang-orang agar pergerakan Antara terbatas. Biar kutempuh resiko itu!"
Rius lalu mengambil ponselnya dan ia menghubungi seseorang lagi.
"Halo, Dandy..."
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments