Takdir Cinta Kayesa

Takdir Cinta Kayesa

1. Penolakan ke-Sekian

🤝🤝🤝

"Nona Kayesa? Kayesa Malena Samsir?" Seorang wanita bermata tajam menatapnya dengan sinis.

"Ya, saya." Kayesa langsung berdiri dari kursi tunggu dan masuk ke dalam ruangan yang ditunjuk perempuan tadi.

Para kandidat wawancara yang lain tampak menatapnya dengan gelisah. Kayesa mendapat giliran pertama untuk wawancara siang itu. Ia memasuki ruangan dengan wajah tegang.

Menit demi menit berlalu, hingga akhirnya Kayesa keluar dari pintu itu dengan wajah murung. Murung sekali.

Kandidat lain menatapnya dengan prihatin. Ya, jelas sekali hasilnya. Dari ekspresi wajahnya mereka bisa menyimpulkan: Kayesa gagal.

Kayesa keluar dari gedung kantor itu dengan tatapan hampa. Map berisi dokumen pribadinya juga kertas lamaran kerja ia dekap erat di dada.

Kantor ini adalah kantor ke-15 yang ia kunjungi beberapa pekan ini. Harapan terakhirnya pun pupus. Setelah kantor ini menolaknya, ia belum punya email balasan dari kantor lain untuk memanggilnya wawancara.

Mencari pekerjaan di ibukota yang kata orang adalah tempat paling enak untuk mencari kerja ternyata bukan hal yang mudah. Untuk datang ke tempat wawancara yang kadang tempatnya jauh, ongkos makan di jalan, transport, dan lain sebagainya ternyata menguras tabungan juga.

Kayesa terduduk dengan lemas di kursi kayu di bawah pohon rindang depan gedung perkantoran itu.

Entahlah apakah tempat ini terlarang untuk non karyawan sepertinya atau tidak. Ia tidak peduli. Ia hanya lelah, haus, dan lapar. Ia hanya ingin beristirahat. Nanti kalau diusir satpam ya tinggal pergi saja.

Kayesa mulai menangis. Bagaimana bisa ia menghadap ayahnya yang menunggu untuk operasi jika lamarannya ditolak lagi. Biaya rumah sakit ayahnya membuatnya makin tertekan.

Ia pun melepas sepatu hak tingginya dan menatap kakinya yang lecet-lecet itu dengan tatapan sedih. Maklum saja ukuran sepatu ini satu nomor di bawah ukuran kakinya, tapi ia tetap memaksa untuk memakainya.

Ya, sebenarnya ini bukan sepatunya. Ini sepatu temannya yang dibuang dan ia pungut. Sepatu inilah yang ia pakai juga saat wisuda beberapa pekan yang lalu.

Kayesa tak punya pilihan. Semua syarat yang tertera di iklan lowongan pekerjaan selalu menyebutkan kata "berpenampilan menarik." Tentu saja ia butuh sepatu feminin ini untuk menunjang penampilannya.

Kayesa tidak mungkin kan datang wawancara dengan sepatu kets-nya yang biasa ia pakai ke kampus atau kemanapun karena lebih fleksibel untuk ia berlarian mengejar bus atau kereta.

Kayesa sebenarnya juga tidak nyaman dengan blus yang ia pakai dan juga rok selutut ini. Ia yang lebih nyaman bercelana jeans harus melupakan keinginannya itu. Jelas ia tidak mungkin juga datang wawancara dengan pakaian seperti itu. Ia akan jauh dari kategori "gadis berpenampilan menarik."

Kayesa mengusap air mata putus asanya dan memakai sepatunya kembali. Ia sibuk menunduk hingga tak sadar tiba-tiba sudah ada seorang lelaki berkemeja rapi di berdiri di sampingnya.

"Sania, saya yang bangun perusahaan ini dari nol. Uang modal kamu tidak akan jadi apa-apa kalau perusahaan ini gagal. Nyatanya perusahaan sebesar ini makin sukses karena kerja keras siapa? Saya!

Jadi kalau kamu mau memiskinkan saya dengan menuntut aset-aset ini saat kita cerai nanti, saya nggak akan biarkan kamu menang! Saya dulu miskin tapi saya pintar. Kamu cuma mewarisi kekayaan ayah kamu. Kamu nggak ngerti kerja keras!

Jangan macam-macam! Lebih baik urusi anak kamu yang pembangkang itu. Dengar baik-baik, sekali dia keluar dari rumah, semua fasilitas termasuk mobil, kartu kredit, ATM, pokoknya semua saya tarik! Sudah! Malas saya buang-buang waktu sama kamu!

Iya-iya! Tunggu sampai pengacara saya menemui kamu di rumah sakit!"

Lelaki yang kelihatannya berusia 40 tahunan itu tampak muram. Dahinya mengernyit dan garis rahangnya yang tegas makin menguatkan ekspresi kesalnya.

Kayesa yang sedari tadi duduk di samping pria itu berdiri sampai menahan nafasnya karena takut.

Sungguh, dari percakapan yang tak sengaja ia dengar Kayesa menyimpulkan kalau lelaki ini bukan pria sembarangan. Bahkan mungkin dia yang punya kantor ini! Kantor yang menolaknya wawancara barusan!

Astaga! Kayesa makin takut ketika pria itu tiba-tiba menyadari keberadaannya dan menoleh.

"Kamu siapa?" tanyanya dengan ketus.

"Sa--saya Kayesa." Kayesa menjawab tanpa berani menatap mata si pria angkuh.

"Kerja di sini? Hah, ngapain kamu di luar. Ini jam kerja. Dari section apa kamu? Mana ID card kamu! Biar dikasih surat peringatan kamu, ya! Saya tidak sudi memelihara karyawan pemalas di sini!"

Kayesa makin tergagap. Ia merasa diomeli padahal tidak salah apa-apa. Namun karena tak segera menjawab, boss angkuh itu langsung mendorong bahunya, berusaha mencari ID Card karyawan untuk ia periksa.

Kasar juga pria ini. Kayesa hanya bisa menghindar dan berdiri untuk kabur. Tapi karena kakinya lecet dan sepatu hak tingginya itu terasa tak nyaman, ia malah limbung dan hendak terjatuh.

Hap!

Si boss angkuh menangkap badannya. Persis seperti adegan dalam film, mata mereka saling pandang. Namun bukan tatapan jatuh cinta pada pandangan pertama yang ia rasa. Kayesa justru ketakutan. Dengan segera ia melepaskan diri.

"Sa--saya bukan karyawan sini, Pak. Saya habis wawancara kerja dan ditolak. Jadi saya cuma menumpang duduk di sini." Kayesa merapikan blusnya. Kakinya masih terasa limbung hingga akhirnya ia goyah lagi dan map di tangannya terjatuh berantakan.

Si pria angkuh yang wajahnya mirip aktor antagonis itu menatap Kayesa dengan dahi mengernyit.

Sungguh pria itu mungkin sudah berusia matang, tapi cukup tampan. Tampan tapi seram. Macam boss mafia yang jahat dan bengis. Setidaknya itulah aura yang terasa ketika Kayesa menatapnya.

Kata orang memang jangan menilai orang dari tampangnya. Yang berwajah seram dan bersikap dingin bisa saja ternyata adalah orang baik. Yan berwajah ramah dan penuh senyum bisa saja malah jahat aslinya.

Pria itu membungkuk dan membantu Kayesa merapikan berkas-berkasnya yang terjatuh. Matanya melirik sekilas pada wajah cantik Kayesa, juga pada dokumen yang tercecer itu.

"Kamu lulusan kampus Abyakta? Itu kan kampus favorit dan bergengsi. Cukup sulit ditembus kalau tidak cukup pintar. Penampilan kamu juga oke. Kenapa rekruiter tadi menolakmu? Apa alasannya?" Pria itu mulai bertanya-tanya. Tangannya berkacak pinggang dengan tatapan mengintimidasi.

Kayesa berdiri dengan limbung tapi ia berusaha tegap. Ia memeberanikan diri untuk menatap si pria yang ia duga adalah boss kantor ini.

Kayesa merasa ini adalah kesempatannya. Mungkin ini keajaibannya setelah puluhan kali ditolak sana sini.

Ya, dia bisa mencari muka dan menunjukkan potensinya. Siapa tahu pria itu tertarik padanya dan berubah pikiran, lalu diterimalah ia lewat jalur khusus. Siapa tahu? Mungkin ini jawaban atas doa-doanya, pikir Kayesa.

Kayesa langsung tersenyum dengan manis. Ia abaikan rasa perih di kakinya yang lecet-lecet itu.

"Ya, Pak. Saya lulusan Abyakta jalur beasiswa. Saya lulus beberapa pekan yang lalu, jadi belum punya pengalaman kerja. Baru punya pengalaman magang dan organisasi saja.

Tapi mungkin itu belum cukup memenuhi persyaratan posisi yang saya lamar. Mereka ingin mencari kandidat yang setidaknya punya pengalaman kerja 2 tahun. Jadi saya ditolak. Begitu pula dengan perusahaan lain. Mereka menolak saya dengan alasan yang sama."

Kayesa menjawab dengan suara bulat dan yakin, seolah ia sedang di-interview ulang oleh HRD.

Pria bercambang dan berambut licin nan maskulin itu menatapnya dengan tatapan tertarik.

Jantung Kayesa makin berdebar. Ia tahu ia sedikit sombong saat menyebut ia penerima beasiswa Universitas Abyakta. Hanya 5 mahasiswa dalam satu angkatan yang mendapatkannya. Dan ialah salah satunya.

Kalau bukan karena beasiswa mana mungkin ia yang hanya anak satpam bank bisa kuliah di kampus bergengsi macam Abyakta.

"Oke. Menarik. Kamu tertarik untuk interview ulang langsung sama saya? Oh, saya lupa. Saya Rius Madali, CEO MN Group. Ya, saya yang punya gedung ini." Pria yang ternyata bernama Rius itu mengulurkan tangannya.

Nafas Kayesa sesak oleh rasa senang. Ia menerima jabatan tangan pria itu dengan tatapan mata berbinar-binar.

"Saya mau," jawabnya dengan cepat.

Rius tersenyum. Cukup manis juga ternyata. Kayesa membalas senyumnya tanpa curiga. Ia tak tahu di balik senyum Rius itu menyimpan sesuatu yang menyesatkan, mengikat, dan menjebak.

Bersambung ...

🤝🤝🤝

Halo...

LIKE, KOMENTAR, dan klik FAVORIT ya untuk mendukung karya ini. Semakin banyak dukungan, karya ini akan berlanjut makin cepat. Terima kasih.

Terpopuler

Comments

black_jade

black_jade

enak dibaca, lanjut baca berikutnya 😀

2023-07-02

0

Nunu

Nunu

hadir ..mantau dulu .. kata" rapi dan mengalir enak di baca 😀

2023-05-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!