Pukul empat pagi, seperti biasanya, bibi Arin, asisten rumah tangga keluarga Loenhard, sudah bangun dari tidurnya. Ia merasa kurang enak badan, karena semalaman tidak bisa tidur dengan pulas, memikirkan kepergian anak majikannya yang ke luar negeri.
Baginya, Virranda sudah ia anggap seperti putrinya sendiri, karena dirinya-lah yang turut membantu nyonya-nya mengasuh putri semata wayang sang nyonya itu mulai bayi, bahkan bisa dibilang, Virranda lebih banyak menghabiskan waktu masa kecilnya bersama sang Bibi dibandingkan dengan ibunya.
Sebelum berangkat, Virranda sempat berpamitan dengan bibi Arin lewat telepon kemarin sore, bahwa ia akan keluar negeri ikut suaminya. Hal itu tentu saja membuatnya khawatir, karena Virranda membawa bayinya yang terbilang masih sangat kecil bila dibawa dalam perjalanan jauh. Hingga kini, dirinya belum mendapat kabar dari anak majikannya itu bila mereka sudah sampai ketempat tujuan dengan selamat.
"Sebaiknya, aku memberitahukan lagi pada Tuan dan Nyonya tentang non Virranda, semoga saja dengan mengetahui kepergian putri mereka keluar negeri, dan non Viirranda juga sudah memiliki bayi, hati mereka yang keras bisa luluh dan memanggil non Virranda pulang ke rumah ini lagi,"ucap bibi Arin didalam hati.
Setelah menunaikan kewajibannya sebagai umat beragama, bibi Arin segera kedapur, menyiapkan sarapan pagi bersama dua orang asisten rumah tangga yang lain, yang biasa membantunya didapur.
Menjelang pukul enam pagi, semua hidangan sarapan sudah siap, bibi Arin menyiapkan semuanya diatas meja, sambil menunggu kedua majikannya turun untuk sarapan.
Pagi ini, dirinya sudah bertekat bulat, menyampaikan semuanya pada kedua majikannya tentang putri mereka. Dirinya berharap, kali ini kedua majikannya itu tidak marah-marah lagi seperti yang sudah-sudah, saat ia membuka semuanya apa yang telah dialami Virranda.
"Selamat pagi Tuan dan Nyonya," sapa bibi Arin membungkuk hormat, saat kedua tuannya sudah tiba dimeja makan dengan pakaian rapi mereka yang siap berangkat ke tempat kerja.
"Pagi juga Bi," sahut keduanya hampir bersamaan.
"SilahkanTuan dan Nyonya," ucap bibi Arin lagi mempersilahkan duduk pada kursi yang telah ia persiapkan.
"Terima kasih Bi," sahut nyonya Loenhard.
"Bi, bibi sakit?" tanyanya lagi, ketika tidak sengaja melihat wajah bibi Arin yang lesu dan sedikit memucat.
"Saya, kurang enak badan saja Nyonya," sahut sang bibi sambil melayani kedua majikannya, mengambil beberapa menu yang mereka inginkan dan memasukannya kedalam piring saji mereka masing-masing.
"Kalau begitu, Bibi istirahat saja setelah ini. Atau saya panggilkan dokter keluarga saja sekarang untuk memeriksa kesehatan Bibi?" ucap nyonya Loenhard pada bibi Arin, asisten rumah tangga yang setia dan mengabdikan dirinya sudah hampir tiga puluh tahun pada keluarga mereka.
"Terima kasih Nyonya. Saya rasa cukup beristirahat saja, nanti akan baikan lagi seperti biasanya," tolaknya halus.
"Baiklah kalau begitu, terserah Bibi saja. Tapi kalau Bibi merasa belum baikan setelah beristirahat, katakan saja, jangan sungkan-sungkan. Kami akan memanggil dokter kerumah ini," ucap nyonya Loenhard lagi.
"Baik Nyonya," sahut bibi Arin. Kali ini, dirinya menaruh piring yang sudah ia isi kehadapan tuan Loenhard.
"Pi, semalam Mami bermimpi, melihat Virranda sedang menggendong seorang bayi. Apa mungkin sekarang putri kita itu sudah mempunyai bayi bersama suaminya itu?" nyonya Loenhard menatap suaminya sambil mengunyah sarapannya dengan pelan.
Mendengar perkataan sang majikan perempuannya, dada bibi Arin kembali berdebar. Ia merasa yakin, bila hari ini adalah waktu yang tepat bagi dirinya harus menyampaikan berita yang tidak diketahui oleh kedua majikannya itu selama ini.
"Putri kita? Jangan sebut kata-kata itu lagi Mi, anak itu bukan putri kita lagi!" sepagi itu, nada tuan Loenhard langsung meninggi ketika mendengar isterinya membahas putri mereka.
DEG!
Bibi Arin yang semula memiliki semangat yang menggebu, menceritakan semua yang dikandung hatinya tentang putri majikannya, juga cucu mereka, seketika itu juga, harapannya langsung memudar, manakala mendengar dan melihat langsung raut amarah yang ditunjukan sang majikan laki-lakinya. Ya, amarah tuan Loenhard ternyata belum mereda juga pada putrinya yang sudah mengecewakannya.
Sementara sang nyonya majikan langsung terdiam, niat awalnya mengobrol santai dipagi hari sebelum keduanya sibuk dengan rutinitasnya seperti biasa, tidak sengaja memancing kembali kemarahan suaminya.
"Dua hari yang lalu, tuan Ferdinand Kwang mengundang Papi makan siang di restoran. Katanya ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting dan pribadi, sehingga kami makan diruang private," ungkap tuan Loenhard kemudian. Ia meraih gelas air putihnya, lalu meminum beberapa teguk hingga bersisa setengahnya dari gelasnya .
"Kalau saja Papi tahu, apa yang ingin tuan Ferdinand sampaikan kepada Papi, tentu saja Papi tidak ingin datang karena merasa malu pada apa yang telah dilakukan Virranda," ucapnya dengan wajah yang memerah, antara menahan amarah dan rasa malu yang masih belum hilang dibenaknya.
"Memangnya apa yang tuan Ferdinand katakan Pi?" tanya isterinya ingin tahu.
"Virranda hamil diluar nikah," ungkap tuan Loenhard dengan wajah semakin memerah.
"H-hamil?? Tidak mungkin!" nyonya Loenhard menggeleng rusuh, menolak apa yang ia dengar.
"Tuan Ferdinand pasti berbohong Pi. Bukankah dia belum mengenal Virranda putri kita sebelumnya?" ungkapnya dengan raut tak percaya.
"Tuan Ferdinand tidak berbohong Mami. Dia memperlihatkan berkas Virranda yang melamar pekerjaan menjadi asisten pribadinya. Dan saat Viiranda baru berkerja, ia ketahuan hamil," jelas tuan Loenhard menjawab ketidak percayaan isterinya.
"Kalau Virranda hamil, lalu siapa laki-laki yang telah menghamilinya itu?" kejar nyonya Loenhard masih belum bisa menerima apa yang ia dengar.
"Tentu saja penyanyi cafe rendahan itu! Siapa lagi?" tuduh tuan Loenhard.
"Pria tidak jelas itu tentu sengaja melakukan hal itu pada Virranda supaya bisa menikahi anak orang kaya dan bisa hidup enak bagai benalu," tambahnya lagi dengan kata-kata sewenang-wenangnya.
Bibi Arin yang masih berada disana hanya bisa mengelus dadanya mendengar perkataan sang tuan majikannya. Sebagai asisten rumah tangga yang sudah dianggap seperti keluarga, tuan Loenhard maupun isterinya tidak merasa sungkan membicarakan masalah keluarganya didepan bibi Arin.
Walaupun demikian, wanita paruh baya itu, pelan-pelan mengundurkan diri dari sana, tidak ingin mendengarkan lebih banyak, yang membuat hatinya akan bertambah sedih.
"Kalau begitu, Mami harus ke kantor tuan Ferdinand untuk menanyakannya langsung," ucap nyonya Loenhard. Ia mengambil gelas jus-nya dan segera meminumnya habis untuk menyelesaikan sarapannya.
"Mami tidak akan menemui Virranda disana. Anak itu sudah mengilang dibawa penyanyi cafe itu setelah melahirkan dirumah sakit."
"Jadi benar, Virranda sudah memiliki bayi?" nyonya Loenhard yang sudah ingin beranjak segera memegang pinggiran meja makan, tubuhnya tiba-tiba terasa limbung ketika tahu kebenaran bahwa putri kesayangannya sudah memiliki anak tanpa sepengetahuannya.
"Seharusnya tuan Ferdinand mengatakannya pada kita saat tahu Virranda hamil, bukannya diam. Malah baru sekarang mengatakannya pada Papi," ungkapnya dengan nada menyesalkan.
"Bukan salah tuan Ferdinand Mami. Awalnya dirinya tidak tahu bila Virranda putri kita. Dan begitu dirinya tahu, ia justru mau menerima Virranda dan bayi haramnya itu."
"Virranda memang bo*oh! Kalau saja ia mau kita jodohkan dengan tuan Ferdinand ketika itu, tidak memilih si penyanyi cafe miskin itu, ia tentu tidak perlu hidup susah seperti sekarang ini, dan pergi kesana-kemari mengikuti suaminya yang mencari sesuap nasi saja sulit," ungkapnya dengan raut yang masih menunjukan rasa kesal dan bencinya pada Joe.
"Jadi, jangan sebut Virranda putri kita lagi Mami. Begitu Papi mengusirnya dari rumah ini waktu itu. Papi sudah tidak menganggapnya putri kita lagi," tutupnya dengan raut suramnya.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
nowitsrain
Wey, sembarangan kali kalau ngomong. Menyesal nanti Anda 😌
2023-05-22
2
nowitsrain
Ya iyalah mau, orang itu anaknya dia, dia yang bikin. Heuhhh gemes banget sama Ferdinand, rasa ingin kutendang sampai ke mars
2023-05-22
1
Fenti
dasar Ferdinand, menghalalkan berbagai cara 😤
2023-05-16
1