"Hallo sayang, Daddy akan bergabung dulu dengan temen-temen Daddy. Mommy akan menemanimu disin. Dan dua jam lagi, kita akan terbang bersama," Joe mencium pipi Verrel yang baru berusia enam bulan dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Walau belum mengerti apa yang dikatakan Joe padanya, namun bayi mungil itu tetap menggerakkan mulutnya, mengeluarkan suaranya yang halus dan menggemaskan sambil mengayun-ayunkan kedua tangannya diudara, menyentuh wajah Joe dengan jari-jarinya yang masih memerah.
Setelah merasa puas bermain sebentar, Joe berdiri dari jongkoknya, memandang kearah Virranda yang sedari tadi memperhatikan ulahnya dan bayi Verrel.
"Virranda, kau tahu 'kan bagaimana caranya naik pesawat?" goda Joe beralih menatap pada Virranda.
Mendengar ucapan Joe padanya, Virranda langsung terkekeh. "Kau meremehkanku, heum? Walau aku sudah lama tidak naik pesawat, aku tidak akan lupa. Sampai hari ini pasporku masih aktif," ucapnya sambil mencebikan bibirnya.
"Oh ya, syukurlah kalau begitu. Jadi kau tidak memerlukan bantuanku untuk check-in berikutnya," ungkapnya ikut tertawa ringan.
"Tentu saja. Aku juga tidak mau mempermalukanmu didepan semua teman-temanmu, kalau punya isteri yang gaptek," ujar Virranda mengimbangi guyonan Joe.
"Heum, isteri? Aku suka mendengarnya." Joe tersenyum penuh makna. "Karena hari ini aku pilotnya, seorang kapten penerbangan yang membawamu bersama ratusan nyawa lainnya, tolong beri aku ciuman disini sebagai penyemangatku," tanpa malu-malu, Joe mendekatkan pipi kanannya ke wajah Virranda.
"Sadar Joe, ini tempat umum. Kita bisa malu," ujar Virranda mengingatkan.
"Tidak masalah mommy Verrel, itu malah lebih baik. Kau tidak tahu saja para pramugari cantik itu sering menggodaku dan berlomba mendapatkan ciumanku," ungkap Verrel berniat memanasi.
"Benarkah? Heum, tidak masalah. Kau 'kan masih milik banyak wanita lain," tolak Virranda beralasan. Ia tidak kaget mendengar ucapan Joe, mengingat suaminya itu memang pria yang sering dibeli oleh para wanita kaya yang kesepian.
"Cepatlah mommy Verrel. Aku tidak akan pergi dari sini sebelum mendapatkan ciuman pertamamu dipipiku. Atau kau mau penerbangan ini akan terhambat karena pilotnya menunggu ciuman dari isterinya," ucap Joe mengubah strategi awalnya yang tidak mempan memanasi wanita yang berstatus isterinya itu.
"Baiklah, karena ini penerbangan pertamaku ikut denganmu, aku akan mengabulkan permintaanmu Joe. Aku hanya tidak ingin kita tidak sampai ke negara tujuan, karena ada Verrel yang ikut bersama kita," ungkapnya.
Joe mengembangkan senyumnya, saat bibir Virranda untuk pertama kalinya mendarat dipipinya. Perasaannya seakan melayang, melebihi kebahagiaan pertama kali saat dirinya dipercaya untuk menerbangkan burung besi, membawa ratusan nyawa ke tujuan mereka.
"Sudah Joe, cepat pergi. Nanti kau terlambat," tegur Virranda yang masih melihat Joe tidak bergerak dari posisi awalnya saat menerima ciumannya.
"Sudah selesai ya?" tanyanya menatap Virranda.
"Iya, apa kau tidak sadar," Virranda menatap pria itu yang masih belum mau bergerak dari posisinya.
"Sebelah kirinya lagi. Tanggung," ucap Joe dengan raut memohon, masih belum puas mendapat satu ciuman.
"Joeee...." Virranda menekan suaranya, menunjukan ketidak-sukaannya karena pria itu tidak memegang ucapan awalnya yang hanya minta satu kali ciuman saja darinya.
"Baiklah-baiklah. Jangan marah padaku, aku tidak akan memaksamu. Apa salahnya aku berusaha, siapa tahu kau mau bermurah hati memberi satu ciuman lagi," ungkapnya dengan gaya tak bersalahnya.
"Aku pergi dulu. Terima kasih untuk ciumannya. Aku pasti tidak akan mengantuk, karena selalu terbayang ciuman pertamamu dipipiku," Joe memasng topinya, lalu beranjak pergi dengan langkah ringanya meninggalkan Virranda yang tengah menatapnya.
"Joe, ternyata kau lumayan tampan juga saat mengenakan seragammu," gumam Virranda tersenyum sendiri, menatap langkah Joe yang semakin menjauh.
Disudut hatinya, Virranda mulai mengakui keberadaan Joe yang telah mewarnai hari-harinya. Pria itu bersikap apa adanya, sering membuatnya tersenyum dan tertawa lepas, melupakan masalahnya sementara waktu.
Dan tak jarang juga membuatnya kesal setengah mati ketika harus diperhadapkan dengan para wanita-wanita paruh baya yang bersikap seenaknya dan mengajaknya beradu mulut saat menyambangi apartemen milik Joe ketika pria itu tidak berada.ditempat.
Dari jauh, Virranda masih bisa melihat Joe dan beberapa pramugari lainnya memasuki ruangan yang mirip lounge, yakni Crew Center, ruangan para awak kabin pesawat bertemu, saling berkenalan dan melakukan briefing didalamnya.
"Virranda, apakah ini dirimu?" seorang pria berwajah oriental, hidung mancung dan memiliki lesung pipit di dikedua belahan pipinya, menatap lekat pada Virranda yang masih menatap dimana Joe telah menghilang dibalik pintu kaca.
Virranda seketika menoleh, menelisik wajah pria yang berbicara dengannya dari jarak yang cukup dekat dengannya.
"Nickholas!?" raut kaget terpancar dari wajah Virranda. Beberapa detik kemudian, ia lalu mengulas senyumnya sembari mengulurkan tangannya pada pria itu.
"Apa kabarmu? Lama sekali kau menghilang," ucap Virranda ramah dengan senyum lebarnya.
"Baik Virranda. Bukankah dirimu yang menghilang dari peredaran kita? Bahkan ponselmu sama sekali tidak bisa dihubungi." sahutnya seraya tertawa renyah, menjabat erat tangan Virranda.
"Aku? Ah, iya. Aku memang sengaja menghilangkan diriku, he..." ucap Virranda kembali tertawa, dan terlihat sedikit canggung. Ia berusaha melepaskan tangannya yang masih digenggam erat oleh Nickholas.
"Bayi tampan ini? Apakah dia putramu?" tanya Nickholas, saat pandangannya menangkap kehadiran seorang bayi dalam kereta disisi Virranda. Ia sedikit berjongkok dan memperhatikan wajah bayi mungil itu.
"Iya, dia putraku," sahut Virranda masih tertawa canggung, ia menyesali kenapa harus bertemu Nickholas dibandara ini.
"Sungguh sulit dipercaya. Wanita yang sepertinya tidak tertarik pada pria manapun bisa memiliki putra setampan ini. Suamimu pasti sangat istimewa, sehingga dalam sekejap kau bisa memiliki anak darinya," gumam Nickholas sedikit menyindir, mengingat Virranda selalu punya alasan menolak beberapa pria yang mendekatinya termasuk dirinya.
"Ah, kau bisa saja Nick. Suamiku, dia pria biasa, sama sepertimu, suka bercanda." ucap Virranada berusaha bersikap biasa.
"Apa aku mengenalnya?" tanya Nickholas penasaran.
"Tidak. Kau pasti tidak mengenalnya, dia bukan dari kalangan kita," sahut Virranda.
"Mana isterimu?" sambungVirranda, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Belum. Aku menunggumu. Semenjak malam syukuran Wina itu, aku mencarimu. Dan Wina juga mengaku tidak tahu keberadaanmu yang seperti ditelan bumi. Katanya kau tidak berkerja bersama Papi-mu lagi, itu sebabnya dia tidak tahu kabarmu lagi saat aku menanyakanmu padanya." ucapnya berusaha menggali informasi.
"Sudahlah Nick, jangan menggodaku terus. Suamiku sangat cemburuan, kau bisa dihajarnya nanti," canda Virranda asal. Walau sebenarnya dirinya tahu, Nickholas yang menjadi temannya sejak sekolah menengah atas itu, sudah lama menaruh hati padanya.
Virranda membalas lambaian tangan Joe, ketika dilihatnya suaminya itu sudah keluar dari ruangan crew center bersama semua awak kabin pesawat lainnya.
Nickholas turut mengarahkan pandangannya pada pria berpakaian seragam pilot yang sedang melambai kearah Virranda.
"Apakah pria berseragam pilot itu suamimu?" tanya Nickholas memastikan.
"Iya, kau benar." Virranda masih menatap kearah Joe yang berjalan beriringan bersama semua crew-nya menuju ke pesawat.
"Nick, maaf. Aku permisi dulu, mau keruang menyusui," pamit Virranda, ketika Verrel mulai terlihat gelisah kehausan.
"Baiklah, sebelum kita berpisah, boleh aku meminta nomor ponselmu yang bisa dihubungi?" ucap Nickholas berharap.
"Tentu saja," Virranda lalu menyebutkan beberapa deret angka pada Nickholas, dan pria itu dengan cekatan menyimpannya dalam ponsel pribadinya.
"Baik, terima kasih banyak Virranda. Senang sekali bisa bertemu lagi denganmu disini, semoga lain waktu kita bisa bertemu lagi," ungkap Nickholas dibalas oleh senyuman oleh Virranda.
"Aku juga, senang bertemu denganmu Nick," setelah berkata demikian, Virranda mendorong kereta bayinya, menuju ruang menyusui yang tidak jauh dari sana.
Nickholas masih termanggu ditempatnya berdiri, memandang punggung Virranda yang pergi menjauh bersama kereta bayinya. Setahunya, suami Virranda adalah seorang penyanyi cafe, itu sebabnya Virranda sengaja menutup diri dari keluarga, sahabat dan kenalan keluarganya, itu yang ia dengar dari Wina, teman dirinya dan Virranda.
...🍓🍓🍓...
Kursi di Kelas Bisnis berdesain ergonomis dan bisa ditekuk sampai mendatar seperti tempat tidur, disanalah Virranda dan bayinya kini berada.
Bayi Verrel terlelap begitu pulasnya setelah kekenyangan ASI ibunya. Sementara pandangan Virranda menatap menembus jendela pesawat disampingnya.
"Sayonara Indonesia," gumam Virranda seorang diri, bulir air matanya jatuh begitu saja membasahi pipinya, saat melihat perumahan warga yang semakin mengecil dibawah sana, hingga akhirnya hanya terlihat warna hijau dan biru, lalu ditutupi awan putih.
"Mami, Papi... Aku pasti merindukan kalian. Aku akan kembali beberapa tahun lagi, berharap kita semua bisa melupakan kepahitan yang pernah terjadi diantara kita," Virranda mengusap air matanya, mengingat ia akan berada jauh dari kedua orang tuanya yang ia cintai.
Ia berbaring, memejamkan matanya, saat seorang pramugari memberi informasi bila pesawat yang mereka tumpangi sedang terbang pada ketinggian tiga puluh enam ribu kaki diatas permukaan bumi. Virranda berusaha senyaman mungkin menikmati perjalanan yang memakan waktu delapan jam perjalanan ke negara tujuan.
...🍓🍓🍓...
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Noviyanti
hati2 viranda n joe
2023-05-28
2
nowitsrain
Loh loh, ngelunjak ya sugar baby yang satu ini
2023-05-22
1
Rini Antika
smg suatu saat kita bisa berjumpa lg, 🤭
2023-04-09
1