"Aku perhatikan, beberapa hari ini kau sering muntah-muntah ditoilet? Apakah kau tidak sarapan setiap pagi? Sehingga kau mengalami gangguan lambung?" Ferdinand menatap wajah Virranda yang memucat, wanita itu baru saja keluar dari toilet miliknya.
"Justru sarapan pagi itulah yang memicu saya muntah setiap pagi Tuan," ucap Virranda, mengungkapkan apa yang tengah dirinya rasakan.
Ferdinand mengernyitkan keningnya, merasa aneh akan pengakuan asisten barunya itu. Setahunya, justru tidak sarapanlah yang akan menjadi pemicu asam lambung naik maka bisa mengakibatkan mual dan muntah.
"Kau berbaring saja disana," tunjuk Ferdinand pada sofa tamu diruangannya. " Aku sudah menelpon dokter keluargaku, sebentar lagi dia akan datang untuk memeriksa kesehatanmu."
"Apa??" Virranda terlihat terkejut. "T-tidak perlu Tuan, saya biasa seperti ini, nanti akan baikan dengan sendirinya. Bukankah Tuan sudah melihatnya beberapa hari ini, saya memang seperti ini?" ucap Virranda berusaha menolak untuk diperiksa. Dirinya takut bila kehamilannya akan diketahui, dan itu sengaja ia sembunyikan dari awal, supaya bisa diterima berkerja.
"Kondisimu itu sangat mengganggu pekerjaan. Aku tidak mau punya asiaten penyakitan. Kalau kau sakit, kau harus dirawat dirumah sakit," pungkasnya tidak mau tahu, seraya bangkit dari kursinya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" Ferdinand menatap kearah pintu yang sedang diketuk, begitu pula dengan Virranda.
"Selamat pagi tuan Ferdinand," sapa seorang pria paruh baya, berpakaian jas putih panjang, dengan tubuh sedikit tambun membawa masuk satu box medis ditangannya.
"Selamat pagi juga dokter Herlan. Mari dokter, tolong periksa pegawai saya," Ferdinand menghampiri dokter keluarganya lalu berjabat tangan, ia menuntun sang dokter menuju sofa dimana Virranda sudah berbaring.
"Berbaring saja Nona," ucap dokter Herlan, saat dilihatnya Virranda berusaha bangkit.
"Apa keluhan anda Nona?" tanya sang dokter sambil mengeluarkan peralatan medisnya dari dalam box. Sementara Ferdinand berdiri sedikit menjauh karena Virranda memberikan tatapan tidak sukanya ketika melihat dirinya ikut memperhatikan dokter yang sedang memeriksanya.
"Setiap bangun tidur sampai pukul sembilan pagi, saya sering merasa pusing dan bawaannya mual dan ingin muntah Dok," jelas Virranda menjawab pertanyaan sang dokter yang sedang menempelkan alat medisnya pada bagian perut dan dadanya, juga tidak lupa menekan dan memeriksa denyut nadi pada pergelangan tangannya.
"Apa Nona lupa sarapan?" tanya dokter itu lagi, sambil terus memeriksa.
"Saya rajin sarapan setiap pagi mulai kanak-kanak Dok," sahut Virranda lagi dengan gamblangnya.
"Apakah Nona sering merasa lelah dan tidak berselera makan?" tanya sang dokter berusaha mengumpulkan diagnosa medisnya.
"Kalau lelah, iya Dok, akhir-akhir ini saya memang mudah lelah. Tapi kalau bicara masalah selera makan, nafsu makan saya masih baik, malah sangat baik. Saya sering tidak puas kalau belum merasa perut saya penuh dan sangat kenyang," ungkap Virranda jujur walau merasa sedikit malu, tapi ia harus jujur, supaya dokter tidak salah mendiagnosa penyakitnya.
"Heum, dia memang sangat rakus," batin Ferdinand yang acapkali memperhatikan asistennya itu makan saat mereka sedang makan siang bersama, sambil tersenyum didalam hati.
"Nona sehat-sehat saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ucap dokter Herlan dengan raut bahagia sambil mengembalikan peralatan medisnya didalam box.
"Selamat, Nona sedang mengandung. Untuk lebih jelasnya, sebaiknya segera periksakan kehamilan Nona ini bersama suami dirumah sakut terdekat," ucap dokter Herlan memberi ide.
Virranda langsung menepuk jidatnya pasrah, tatkala mendengar keterus-terangan sang dokter yang sangat fatal menurutnya. Ia hanya bisa menerima nasib, bila nanti majikannya itu memecatnya setelah tahu dirinya hamil.
"Nona, jaga kesehatan Anda baik-baik, jangan terlalu lelah saat berkerja," pesan dokter Herlan lalu beranjak dari sana.
"I-iya. Terima kasih Dok," sahut Virranda terbata-bata, ia merasa kehilangan kepercayaan dirinya ketika melihat Ferdinand terpaku ditempatnya berdiri. Ia benar-benar merasa khawatir. Firasatnya mengatakan, sebentar lagi, kariernya yang baru beberapa hari di perusahaan itu akan segera tamat.
"Tuan Ferdinand, saya fikir dia adalah kekasih Anda tadinya. Mungkin saja Anda berbohong mengatakan kalau dia adalah pegawai Anda untuk menyembunyikan statusnya. Ternyata saya salah, wanita itu ternyata sudah punya suami. Sayang sekali, padahal Nona cantik itu sangat cocok bersanding dengan Tuan," tutur sang dokter dengan senyum tipisnya.
"S-suami? Apa Virranda sudah punya suami?" batin Ferdinand, pertanyaan yang muncul karena ucapan dokter Herlan yang ia dengar, sangat mengganggu fikiran pria itu.
"Tuan, apa Anda mendengar saya?" ucap dokter Herlan menatap Ferdinand yang tengah berdiri termangu menatapnya seraya melambaikan tangan untuk menyadarkan pria itu.
"M-maafkan saya Dok," begitu tersadar, Ferdinand sedikit tergagap.
"Saya pamit dulu Tuan, akan kembali kerumah sakit," ucapnya.
"Iya Dok, terima kasih banyak," Ferdinand mengantarkan dokter Herlan hingga kedepan pintu ruangannya.
"Tuan, sebaiknya Anda memikirkan untuk segera menikah, supaya tidak sering melamun seperti tadi. Masih banyak gadis-gadis yang mengantri untuk Anda peristeri Tuan," ucap dokter Herlan seraya berlalu dengan senyum menggodannya seperti biasa.
Ia berani melakukannya karena sudah sangat akrab dengan keluarga Toshigawa. Dan Ferdinand, walaupun memiliki sikap dingin, tapi tidak kaku, tetap bisa diajak bercanda dengannya.
"Baiklah Dok, aku akan memikirkan ide Anda. Bersiaplah menerima undangan pernikahanku dalam waktu dekat," balas Ferdinand asal. Setelah berkata demikian, ia masuk dan menutup rapat pintu ruang kerjanya.
Sementara Sekretaris Linlin membungkuk hormat saat dokter Herlan melintas didepannya sebelum masuk kedalam lift, sambil memikirkan apa yang ia dengar dari mulut sang majikan yang sebentar lagi akan mengirimkan undangan pernikahan. Padahal selama ini dirinya tidak pernah mendengar bila direktur dingin-nya itu tertarik pada seorang wanita, apalagi memiliki hubungan. Yang ia tahu, bosnya itu hanya berkerja, kerja, dan kerja setiap harinya sampai lembur, sebab tidak jarang dirinya juga dilibatkan saat bos-nya itu membutuhkan bantuannya.
"Katakan siapa ayah bayi yang sedang kau kandung itu?" Ferdinand mengurung tubuh Virranda diantara kedua tangannya yang menekan sandaran sofa yang ada dibelakang Virranda yang sedang duduk bersandar.
"Tuan membuat saya takut," Virranda semakin merapatkan tubuhnya pada sandaran sofa, berusaha menjauh, saat merasakan sapuan nafas Ferdinand.
"Aku akan membuatmu semakin takut padaku, bila kau tidak berkata jujur siapa ayah bayimu itu?" tegasnya, dan semakin mendekatkan wajahnya pada Virranda.
Jantung Virranda semakin berdetak kencang, ia meremas ujung roknya yang ada diatas lutut, rasa takut akan sikap Ferdinand membuat wajahnya semakin memucat.
"Tentu saja bayi ini anak suami saya Tuan," ujarnya dengan suara bergetar. Ia merasa heran, kenapa sang majikannya begitu ingin tahu siapa ayah bayinya.
"Omong kosong! Pada kartu identitasmu, kau masih lajang, dan aku sudah memeriksa berkas lamaranmu dengan teliti," ucap Ferdinand tidak percaya, namun tetap menekan suaranya supaya tidak terdengar sampai keluar ruangan, karena disana ada sekretaris Linlin yang bisa saja mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Itu benar Tuan, saya bahkan punya bukti surat pernikahan dengan suami saya," ungkap Virranda masih merasa takut. "T-tolong lepaskan saya, saya sulit bernapas," pinta Virranda dengan napas terengah-engah, karena kekurangan oksigen dalam paru-parunya, ia tidak berani memandang Ferdinand yang sedang menatapnya dengan sorot tajam.
"Baiklah, tunjukan bukti pernikahanmu itu padaku, supaya aku tahu kau tidak berbohong," Ferdinand melepaskan tangannya yang menekan pada sandaran sofa. Ia lalu menjauh dan beranjak menuju toilet, hingga Virranda merasa lega dan kembali bisa mengatur napasnya.
Ferdinand mengacak rambutnya kasar, ia menatap wajah kesalnya dari pantulan cermin toilet yang ada dihadapannya.
"Tidak mungkin aku salah. Wanita yang kutiduri malam itu pasti Virranda, aku sangat ingat wajahnya. Dan saat itu akulah yang telah merenggut keperawanannya, dan bila ia mengandung, itu pasti anakku."
"Tapi, bagaimana Virranda bisa berstatus menikah? Dia pasti bohong! Ya, dia pasti bohong," batinnya. Ia masih belum bisa percaya bila Virranda sudah berstatus sebagai isteri pria lain.
Ferdinand merogoh sakunya, mengambil ponsel untuk menelpon seseorang.
📞"Cari tahu lagi tentang wanita yang bernama Virranda Laura, yang bersamaku dihotel Sine Moon malam itu. Juga latar belakang keluarganya," perintah Ferdinand pada seseorang diseberang sana.
📞"Baik Tuan."
Ferdinand menutup teleponnya, ia menatap pantulan dirinya pada cermin dihadapannya, merapikan rambut, wajah, dan pakaiannya. Ia tidak mau terlihat kusut didepan semua orang, terutama dihadapan Virranda. Wanita itu, sudah sangat menyita perhatiannya mulai awal berkerja di perusahaannya.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Teteh Lia
sat set, langsung di interogasi donk . 🤭
2024-02-14
2
Fenti
oohh ternyata dan ternyata... hmmm semangat saja
2023-05-16
1
Fenti
patah hati duluan dong Ferdinand
2023-05-16
1