Brugghh! Braakk!
Virranda tersungkur, dengan gerakan refleks ia menopang tubuhnya dengan kedua tangannya supaya dirinya tidak benar-benar terjatuh kelantai bersih dan mengkilat itu.
"Memalukan! Bagaimana aku bisa tidak berhati-hati!" rutuk Virranda didalam hati. Ia buru-buru mengumpulkan berkas lamaran pekerjaannya yang berserakan dilantai, lalu kembali berdiri dan merapikan bloush-nya yang cukup rendah diarea dada hingga memperlihatkan sudut curam ditengah gunung kembarnya yang penuh sesak.
"M-maafkan saya Tuan, saya tidak sengaja," ucap Virranda dengan gesture yang menunjukan penyesalan dan ketidak-nyamanannya pada pria yang mengenakan jas berdasi yang baru ia tabrak dilobby gedung mewah dan megah itu.
Pria itu tidak berkata apapun, ia memandang wanita yang telah menabraknya dengan tatapan datar. Postur tinggi, tegap, dan berkharisma itu membuat Virranda berfikir bahwa pria yang ia tabrak bukanlah pegawai biasa, setidaknya orang itu memegang jabatan manager batinnya.
"Mohon maafkan saya Tuan, saya benar-benar tidak sengaja menabrak Tuan," ucap Virranda sekali lagi, karena permintaan maaf yang ia lontarkan diawal tidak direspon oleh pria tersebut.
"S-saya permisi Tuan," merasa dua kali permohonan maafnya tidak mendapat jawaban, Virranda buru-buru berpamitan, ia takut pria yang mengenakan pakaian formal jas berdasi itu tidak terima akan apa yang terjadi padanya.
Virranda membungkukkan tubuhnya sebanyak tiga kali dihadapan pria itu, lalu buru-buru pergi dengan langkah kaki yang berkejar-kejaran, berharap dirinya cepat lenyap dari sana.
Setelah Virranda menghilang dari pandangannya, pria itu berjongkok dilantai, memungut satu lembar poto ukuran 4×6 dan selembar kertas bertuliskan tangan yang tertinggal disana.
"Ternyata masih ada orang yang membuat lamaran pekerjaan tanpa mengetik," gumamnya. Ia membaca tulisan tangan itu satu persatu hingga kebawah dimana ada coretan tegas tanda tangan dibawahnya.
"Maaf tuan Direktur, lima menit lagi meeting akan dimulai," seorang wanita ramping dan cantik, mengenakan rok mini dan blazer berwarna gelap membungkuk hormat.
"Baik, sekretaris Linlin, " pria itu berdiri. "Perintahkan, manager HRD menemuiku diruanganku sekarang," ucapnya dingin seperti biasa.
"Baik tuan Direktur," Sekretaris Linlin membungkuk hormat, setelah tuannya pergi, ia langsung meraih ponselnya dan menelpon seseorang.
...🍓🍓🍓...
"Mohon maafkan saya tuan Direktur, bukankah tidak ada lowongan lagi di perusahaan ini? Wanita pelamar itu hanya memiliki pengalaman menjadi seorang asisten dan belum genap tiga bulan berkerja ditempatnya yang lama. Sedangkan untuk posisi asisten di perusahaan ini, semuanya sudah penuh," ungkap sang manager HRD memberi penjelasan.
"Ini perintah! Cari wanita itu dan bawa dia kembali sekarang juga!" titah sang Direktur tanpa mau mendengar apapun.
"Ini tanggung jawabmu, kau tahu akibatnya bila sampai gagal membawanya kemari," ancam direktur dingin itu.
"Kau boleh pergi sekarang. Dan ingat, bila wanita itu sudah kembali, suruh menungguku sampai aku selesai meeting."
"B-baik Tuan," patuh sang manager HRD. Ia lalu berdiri, membungkuk hormat dan pergi dengan membawa poto dan lembaran kertas surat lamaran pekerjaan yang diberikan oleh sang tuan direktur.
Sementara itu, disebuah cafe yang berada tepat disebarang perusahaan megah itu. Virranda baru saja melegakan tenggorokannya dari rasa hausnya dengan segelas jus beraneka macam rasa buah.
Ia membuka dompetnya untuk membayar pada kasir, hanya tinggal beberapa lembar pecahan seratus ribuan dan dua lembar lima puluh ribuan.
"Huh, aku harus segera mendapatkan pekerjaan, kalau tidak, aku bisa kelaparan." keluh Virranda menatap isi dompetnya yang menipis.
"Sudah tiga perusahaan yang aku sambangi, tapi belum satupun yang memberikan harapan angin surga," Virranda melirik arloji tangannya yang sudah menunjukan pukul sebelas siang. Ia berfikir, harus kemana lagi dirinya membawa lamaran pekerjaannya setelah ini.
Drrrtt. Drrrtt. Drrrtt.
Virranda mengernyitkan keningnya saat melihat nomor tidak dikenal dilayar ponselnya.
📞"Hallo, selamat siang," sapa Viirranda.
📞"Nona Virranda Laura, saya manager HRD yang baru Anda temui di perusahaan Iron Wood. Saya mohon, Anda bisa datang lagi kemari karena Direktur kami ingin bertemu langsung," jelasnya tanpa basa basi.
📞"Baik tuan, saya akan segera kembali," ucap Virranda yang begitu girang didalam hati. "Mohon maaf Tuan, bagaimana Tuan bisa tahu nomor ponsel saya, sedangkan saya tidak meninggalkan berkas saya disana?"tanya Virranda penasaran.
📞"Ada berkas Nona yang tercecer dikantor kami," sahut sang manager lagi. Virranda buru-buru membuka berkasnya yang ia letakkan diatas meja dekat gelas jus-nya yang sudah kosong. Benar saja, surat lamarannya tidak ada disana, mungkinkah tercecer saat ia menabrak pria dingin berdasi dan mengenakan jas mewah itu? batin Virranda.
📞"Hallo, apa Nona masih disana?" tanya sang manager HRD yang tidak mendengar suara Virranda berbicara.
📞"A-e-m-maaf Tuan. Baik, terima kasih, saya akan segera kembali," ucap Virranda tergagap lalu memutuskan sambungan telepon.
Virranda beranjak menuju kasir, dan membayar minumannya yang telah ia minum, ia lalu keluar dari cafe dan kembali ke perusahaan yang memanggilnya.
...🍓🍓🍓...
Sudah satu jam menunggu diruangan Direktur, namun yang ditunggu belum datang-datang juga. Untuk mengalihkan rasa bosan dan menahan rasa lapar yang mulai menyerangnya, Virranda berselancar sejenak didunia maya menggunakan ponselnya.
"Kau yang bernama Virranda Laura?" tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah duduk dibelakang meja kerja direktur dengan nada datar.
Virranda terperangah, ia mendongakan wajahnya, memandang kearah datangnya suara. Pria itu, bukankah dia yang ia tabrak beberapa jam yang lalu? Dan bagaimana pria itu bisa ada disana tanpa ia sadari? Mungkin karena dirinya terlalu asik berselancar didunia maya sehingga tidak memperhatikan sekitarnya.
"Apakah kau tidak punya mulut untuk menjawab pertanyaanku?" kembali pria yang duduk dibelakang meja kerja direktur itu melontarkan pertanyaan yang lumayan kasar menurut Virranda.
"Benar, itu saya. Kenapa Tuan ada disini? Sebaiknya Tuan cepat-cepat pergi dari sini sebelum Tuan Direktur melihat Anda yang tidak tahu sopan duduk dikursinya," Virranda yang merasa tidak suka mendengar perkataan kasar pria itu balik molantarkan pertanyaan dengan nada merendahkan.
"Heum, menarik. Dari sikap beraninya, aku yakin, dialah orangnya," senyum pria itu didalam hati.
"Berani juga kau mengusir seorang direktur dari ruangannya sendiri," ucap pria itu datar.
Seketika mata Virranda mendelik kaget, namun ia segera menguasai dirinya. "Jaman sekarang memang banyak manusia yang sukanya mengaku-ngaku menjadi orang lain supaya dihargai,"pungkas Virranda tidak mau terbawa tipuan pria itu.
"Kalau begitu, siapa nama direktur yang akan kau temui itu?" tanya pria itu lagi masih bersikap datar.
Virranda buru-buru membuka berkasnya, melihat nama sang direktur yang sengaja ia catat disana supaya tidak lupa saat manager HRD itu memberitahukannya sebelumnya.
"Tuan-Ferdinand-Kwang," eja Virranda sambil melihat tulisan pada berkasnya dengan teliti.
"Iya, tuan Ferdinand Kwang," ulang Virranda lagi dengan tegas.
"Kemarilah," panggil pria itu dengan menggerakan jari telunjuknya kearah Virranda.
"Untuk apa? Tidak Mau!" tolak Virranda dari sofa tamu yang ia duduki sambil bersedekap dada.
"Jangan membuatku naik darah, sehingga dapat berlaku diluar batas kewajaran Nona. Cepat kemari," ucap pria itu penuh tekanan namun berusaha menguasai emosinya yang ingin meledak, kalau saja ia tidak mengingat suatu misi pentingnya.
Virranda sedikit takut, ia cepat berdiri dan datang mendekat, namun dirinya terus waspada, takut pria itu membalaa dendam padanya karena telah menabraknya sebelumnya.
"Duduk," titahnya setelah Virranda sudah berdiri dihadapannya. Perempuan itu menurut, dan duduk pada kursi didepan meja pria itu.
"Baca, dan perhatikan dengan teliti," titahnya lagi, sambil menyodorkan kartu identitasnya.
Sesuai perintah, Virranda yang tidak mengerti apa maksud pria itu memberikan kartu identitasnya, tetap melakukannya. Mendadak matanya terbelalak lebar, saat membaca tulisan kapital yang jelas dari nama pemilik kartu identitas itu, dan poto kecil pada sudut kanan kartu identitas itu yang sama persis dengan orang yang sedang berinteraksi dengannya sekarang.
"M-maafkan saya tuan Ferdinand Kwang. Saya tidak tahu, kalau Anda direktur di perusahaan ini," ucap Virranda merasa gugup, malu, takut, khawatir, bercampur jadi satu.
"Hari ini, kau sebagai pelamar pekerjaan di perusahaanku, sudah dua kali melakukan kesalahan fatal. Pertama menabrakku, kedua mengusirku dari ruanganku sendiri. Harusnya aku menolakmu." Ucap pria yang bernama lengkap Ferdinand Kwang itu datar.
"Tapi aku akan memberimu kesempatan. Jangan sia-siakan ini. Untuk mengujimu menjadi asisten pribadiku, aku akan mengajakmu makan siang. Aku ingin tahu bagaimana caramu memberi layanan entertain-mu padaku sebagai bos-mu."
...🍓🍓🍓...
📞"Kwang, jangan lupa undangan makan malam dirumah keluarga tuan Loenhard malam ini, kau tidak boleh terlambat," ucap seorang wanita dari ujung telepon.
📞"Tentu saja aku ingat Mom. Aku juga mau lihat, secantik apa bidadari yang Mommy dan Daddy tawarkan padaku, jangan sampai kalah dengan asisten baruku," sahut Ferdinand sedikit berbisik tersenyum tipis.
Virranda yang duduk didepannya pura-pura tidak mendengarnya. "Tampang dingin, tapi hati buaya buntung," umpat Virranda didalam hati, tidak berani terang-terangan mengatakannya, karena pekerjaan barunya ini sangat ia butuhkan untuk melangsungkan hidup.
Ferdinand menutup teleponnya lalu menyimpannya. Ia terperanjat saat melihat sajian terlalu banyak diatas meja makan.
"Hidangan sebanyak ini? Siapa yang akan memakannya?" tanya Ferdinand menatap kearah makanan dan beralih pada Virranda.
"Tuan Direktur dan saya," sahut Virranda apa adanya, sambil menatap lapar semua hidabgan yang sudah ia pesan.
"Asisten Virranda, saya sedang menjaga pola makan supaya tetap bugar, tapi kau malah memesan semua makanan yang berkalori tinggi seperti ini, heum?" Ferdinand menatap tajam, berharap wanita didepannya akan merasa bersalah dan takut, lalu memohon maaf.
"Selain daging, ikan, dan makanan hewan laut berbuku-buku itu, Tuan Direktur masih punya pilihan menu sayur-sayuran itu," tunjuk Virranda pada rebusan wortel, kentang, sawi pahit, brokoli, kol, dan kacang-kacangan dalam satu mangkuk ukuran jumbo.
"Jadi pilih yang bisa Tuan Direktur makan saja," lanjut Virranda lalu mempersilahkan bos baru-nya itu makan.
Disela-sela makan siang, diam-diam Ferdinand memperhatikan gadis yang baru ia terima sebagai asisten pribadinya itu. Ia dapat merasakan bila asistennya itu bukan gadis biasa. Dari cara ia memilih restoran, pilihan silver service, sampai cara makannya yang menunjukan wanita itu seorang yang berkelas.
Terlepas dari itu, Ferdinand melihat asisten barunya adalah wanita yang rakus. Virranda yang merasakan dirinya diperhatikan pura-pura tidak perduli.
Sejak dirinya hamil, nafsu makan Virranda memang sulit dikendalikan, seperti hari ini, ia menyingkirkan rasa malunya, terus melahap semua makanan lezat itu karena perutnya belum merasa kenyang. Sepertinya, orang yang telah menghamilinya itu adalah manusia yang rakus dan tidak tahu malu, batinnya menuduh, karena selama mengandung ia selalu makan melebihi porsi normalnya tanpa rasa malu.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Purwanto Jambi
Msak iya baru ngelamar kerja kok ngomongnya udh berani gitu. Padahal kan blm tau wajah direkturnya
Gk masuk akal deh
2024-02-22
1
Fenti
mampir lagi, membawa setangkai mawar
2023-05-14
4
Fenti
huhuhu kenapa disini ada strawberry 🤤
2023-05-14
1