"Sudah selesai," ucap Virranda sambil tersenyum. "Tunggu salepnya kering dulu, baru kau boleh mengenakan bajumu itu. Kau tunggu disini, aku akan menyiapkan sarapan dulu." setelah berkata demikian, Virranda buru-buru keluar dari kamar Joe lalu menuju dapur.
"Terima kasih!" ucap Joe setengah berteriak. Ia menatap kepergian Virranda yang keluar dari kamarnya. Dan ia pun tidak keberatan saat Virranda tidak menutup pintu kamarnya.
Virranda yang mulai sibuk menyiapkan sarapan pagi alakadarnya, itupun hasil belajar dari Joe, mendengar suara petikan gitar dari kamar Joe.
Suara Joe memang selalu enak didengar, dipadu dengan alunan petikan gitarnya yang selaras, membuat Virranda tersenyum dan ikut terhanyut suasana mendengarnya.
Lagu demi lagu dilantunkan oleh Joe, hingga tidak terasa Virranda yang asik mendengarnya sudah menyelesaikan pekerjaan dapurnya.
Setelah menyiapkan meja makan, Virranda segera kembali kekamar Joe untuk mengajaknya sarapan bersama sebelum bayi Verrel terbangun.
Ia menghentikan langkahnya didepan pintu, saat dilihatnya Joe masih melantunkan lagunya dengan penuh penghayatan.
🎵Di dalam mimpiku selalu, Terlihat ada diriku sendiri, Yang dengan bebasnya melakukan semua, Hal yang ingin aku lakukan.🎶
🎵Hidup bagaikan pesawat kertas.......🎶
🎵Jangan bandingkan jarak terbangnya, Tapi bagaimana dan apa yang dilalui, Karena itulah satu hal yang penting, Selalu sesuai kata hati. Sanbyaku rokujugo nichi.🎶
"Apa yang kau lakukan disana?" tanya Joe yang baru saja menyelesaikan lagunya, memandang kearah Virranda yang berdiri terpaku didepan pintu kamarnya.
"Aku?" Virranda menunjuk pada dirinya. Baru tersadar bila lagi yang dinyanyikan oleh Joe sudah berakhir.
"Iya, siapa lagi?" Joe masih menatap kearahnya.
"Mengajakmu sarapan," sahutnya, mengingat niatan awalnya. Joe tersenyum, ia lalu menyimpan gitarnya, dan menyusul Virranda yang lebih dulu melangkah kemeja makan.
"Sepertinya kau sangat menghayati lagu terakhirmu itu," ucap Virranda disela-sela sarapan pagi keduanya.
"Yang mana?" tanya Joe pura-pura tidak tahu.
"Pesawat kertas. Apa lagu itu punya cerita tersendiri untukmu?" tanya Virranda lagi.
"Tidak. Aku hanya suka melantunkannya saja," ucap Joe tersenyum hambar. Ia mengunyah makanannya pelan..Setelah menelannya, Joe meraih gelasnya, meneguknya, hingga gelasnya kosong.
"Aku hidup dijalanan." lirih Joe. Virranda menghentikan makannya, melihat kearah Joe, pria itu yang biasa ceria dan suka bercanda mendadak terlihat mendung.
"Orang tuamu?" tanya Virranda penasaran.
Joe menggelengkan kepalanya, menuangkan air putih kedalam gelasnya lalu meneguknya lagi hingga habis.
"Aku tidak tahu. Seingatku, aku masih sangat kecil ketika diajak mengemis dari warung makan satu ke warung makan lainnya bersama seorang nenek ubanan. Kami sering dimarahin dan diusir sama yang punya warung," ucapnya getir, mengingat masa sulitnya waktu itu.
"Merasa tidak nyaman akan keadaan seperti itu, aku berpindah haluan, ikut seorang kakek mengumpulkan botol-botol plastik, kardus, koran bekas, piringan telor. Pekerjaan itu lumayan menyenangkan, dan yang terpenting, tidak membuatku sering kelaparan seperti sebelumnya." ucapnnya kembali tersenyum.
"Sayangnya, itu tidak bertahan lama, si kakek baik itu meninggal karena sakit. Untuk mempertahankan hidup, aku lalu mengamen diperempatan jalan lampu merah, toko-toko, angkringan-angkringan kaki lima bersama dua anak sebayaku bermodal kaleng biskuit bekas."
"Kami sering lari tunggang langgang saat ada rajia satpol," ucap Joe tertawa kecil mengingat kejadian itu. Virranda menambah makanannya, mendengar cerita Joe membuatnya semakin lapar. Bila dirinya pada posisi Joe, tentu ia tidak sanggup menjalaninya batinnya.
"Kami sering tidur di emperan toko beralaskan kardus, atau dibawah jembatan agar bila hujan turun, kami tidak kehujanan," lanjut Joe lagi.
"Mendengar kisahmu, sepertinya kau tidak sekolah. Lalu bagaimana kau bisa menjadi pilot?" potong Virranda ditengah-tengah cerita pria itu.
"Kau benar. Kami tidak sempat memikirkan hal itu, yang penting bisa menghasilkan uang dan bisa makan, itu saja. Aku sering berfikir saat tidur dibawah bintang-bintang malam, apakah aku akan seperti itu terus sampai tua? Sampai pulang ke liang kubur?"
"Sampai suatu ketika, secercah harapan datang. Ada anak muda mendatangi kami anak-anak jalanan. Ia mengajari kami membaca dan menulis. Dan ia menawarkan kami mengikuti pendidikan paket A, B, C, seperti yang dianjurkan pemerintah,"
"Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku ikut bersama beberapa orang temanku. Ternyata belajat itu tidak mudah, jadi banyak yang berhenti ditengah jalan," ujar Joe mengingat sulitnya membagi waktu antara belajar dan mencari makan sebagai anak jalanan.
"Untungnya, kakak yang baik itu tetap sabar memberi pembelajaran, walau kami hanya tinggal dua orang saja. Setelah dua belas tahun, akhirnya, aku bisa memiliki ijazah setara SMU. Aku senang sekali."Joe kembali tersenyum.
"Singkat cerita, aku pindah ke kota ini dengan alasan melanjutkan kuliah akademi pilot. Disinilah kehidupan malam dan kelamku dimulai, biaya mengikuti pendidikan itu sangat mahal dan besar."
"Awalnya aku hanya diminta untuk menemani para tante-tante itu ke pesta, acara reoni mereka, dan menemani belanja. Hingga akhirnya, aku sering dijadikan bahan taruhan, saat wanita-wanita kaya itu mengadakan arisan sosialita mereka."
"Tidak jarang aku mendapat pukulan dari suami wanita-wanita itu saat kepergok jalan bersama mereka, belum lagi caci maki yang harus aku terima dari anak laki-laki mereka, belum lagi saudara-saudara dari wanita-wanita itu, juga orang tuanya," ucap Joe kembali tersenyum getir.
"Itu sebabnya waktu ayahmu memukul wajahku, aku hanya bisa pasrah menerimanya. Aku sudah terbiasa diperlakukan kasar oleh para orang kaya yang mengagungkan kekayaannya," Virranda menelan salivanya, menyadari bila dirinya juga termasuk salah satu orang yang kejam hingga mengakibatkan pria itu kembali merasakan sakitnya pukulan dan cacian dari ayahnya waktu itu.
"Aku ingin stop, sudah tidak tahan dengan profesi itu. Hingga suatu malam, aku bertemu dengan seorang wanita muda dan cantik dicafe, dia mengajakku menikah untuk menjadi suami bayarannya."
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Virranda langsung terbatuk-batuk, tersedak oleh makanannya sendiri. Dirinya semakin merasa bersalah dan tidak enak pada pria itu.
"Cepat, minumlah!" Joe mengambil gelas dan membantu Virranda untuk minum.
"Terima kasih," Virranda meletakkan gelas kembali diatas meja.
"Aku menerimanya, karena membutuhkan biaya besar untuk mengikuti test pilot. Itu sebabnya aku terbang ke London beberapa kali waktu itu," jelasnya menatap Virranda. Wanita itu kembali terhenyak, ternyata dirinya salah sangka, Joe bukannya bersenang-senang dengan para wanitanya, melainkan sedang berjuang meraih cita-citanya. Pantas saja pria itu terlihat lebih rapi dari biasanya saat mengantarnya berkerja dan berpamitan waktu itu.
Joe meraih kedua tangan Virranda yang sudah menyelesaikan sarapannya.
"Entah kau percaya atau tidak, ketika aku melihat kau mengenakan gaun putih dihari pernikahan kita. Saat itu, aku sudah jatuh hati padamu. Walau kau sangat tega waktu itu, tidak memberikan aku kesempatan mengganti celana rombengku dan baju kaosku," ucap Joe kembali menyesali atas kesembronoannya waktu itu.
Virranda langsung tergelak. Joe benar, dirinya memang sangat keterlaluan pada suami bayarannya kala itu.
"Salahmu sendiri, sudah tahu mau menikah, tidak mengenakan jas yang kuberikan," timpal Virranda masih tergelak. Joe yang ditertawai, akhirnya ikut mentertawai dirinya sendiri yang sembrono.
"Virranda..."panggil Joe lembut, setelah tawa keduanya mereda.
"Heum?" sahut Virranda dengan gumaman.
"Aku perlu bantuanmu lagi," ucap Joe menandang lekat wajah Virranda.
"Bantuan apa itu?"
"Aku mohon, ikutlah terbang bersamaku sore ini. Sesuai janjiku waktu itu, setelah bayimu lahir, aku akan membawa kalian terbang keliling dunia," ucap Joe penuh harap.
"Tapi Joe, aku harus berkerja. Aku dan anakku butuh biaya hidup. Kami tidak mungkin membebanimu terus." ucap Virranda mengemukakan alasannya. Ia merasa sudah cukup dirinya membebani Joe selama ini. Kini ia harus berusaha untuk membiayai hidupnya, juga anaknya.
"Walau kau menganggapku suami bayaranmu. Tapi aku, menjunjung tinggi kesakralan pernikahan kita waktu itu. Aku bertekad meninggalkan semua kehidupan kelamku disini, demi membuatmu jatuh cinta padaku. Kau dan Verrel, adalah tanggung jawabku. Walau aku bukan orang kaya, tapi gajiku cukup untuk menghidupimu, dan juga Verrel,"
"Aku juga tidak mau meninggalkanmu sendiri disini, kejadian wanita-wanita yang masih mengejarku itu, juga mereka yang sempat melakukan kekerasan padamu, membuatku tidak tenang saat meninggalkan kalian pergi berkerja,"
Virranda terdiam sesaat, ia masih bimbang menerima tawaran Joe untuk pergi dari Indonesia.
"Beri kesempatan aku berfikir Joe. Aku mohon," ucap Virranda kemudian.
"Baiklah. Dan aku harap jawabanmu adalah iya."ucapnya lirih.
"Aku mau bertemu Verrel dulu," Pamit Joe lalu berdiri, "Aku merindukannya. Sejak semalam aku belum melihat wajahnya," ungkap Joe. Ia lalu beranjak dari meja makan menuju kamar Virranda.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
nowitsrain
Pengin puk puk si Joe
2023-05-22
2
nowitsrain
Padahal ini menyebalkan sekali
2023-05-22
1
Fenti
Joe memang suami idaman 🤭😅😅
2023-05-16
1