Joe segera memarkirkan motornya. Ia berlari menuju ruang administrasi rumah sakit. Setelah menyerahkan beberapa data yang diperlukan rumah sakit dirinya lalu menuju ruang rawat inap yang disebutkan oleh pegawai administrasi.
Joe melambatkan langkahnya yang tinggal beberapa langkah lagi mendekati pintu rawat inap Virranda, hatinya berdesir manakala mendengar suara tangisan kencang seorang bayi.
Degup jantungnya semakin memacu lebih cepat, segala rasa bercampur dalam kalbunya. Ia kembali mempercepat langkahnya, mendorong knop pintu dengan tidak sabar, dan menerobos masuk.
"Joe!" Virranda terkejut, menatap Joe yang datang mendekatinya. Sementara mulut pria itu seakan terkunci, ia terus mendekat, hingga perawat yang membantu Virranda menyusui bayinya bergeser, memberi ruang pada Joe lebih merapat pada Virranda.
"Maaf Tuan dan Nyonya. Karena Tuan sudah ada disini, saya mohon pamit dulu. Dan setelah menyusui, Nyonya jangan lupa memakan sup yang sudah saya sediakan diatas nakas ini. Dan bila memerlukan sesuatu, silahkan tekan bel panggilan darurat," ucap suster undur diri. Ia tidak mau mengganggu kebersamaan pasangan suami isteri yang tengah berbahagia akan kelahiran bayi mereka.
"Baik Sus, terima kasih banyak," sahut Virranda dan Joe hampir bersamaan.
Joe mengantarkan suster hingga kepintu, lalu menutup kembali pintu itu dengan rapat dan menguncinya. Ia kembali mendekati Virranda yang masih menyusui bayinya. Jakunnya naik turun saat melihat bayi merah itu tengah menyesap pucuk sumber makanannya yang membulat panjang dengan sempurna bagai buah pepaya menjuntai.
"Mari kubantu," Joe dengan sigap, berinisiatif meraih tubuh bayi merah itu dari pangkuan ibunya, saat melihat Virranda dengan susah payah mau memindahkannya keranjang bayi setelah tertidur pulas karena kenyang menyusui.
"Terima kasih," Virranda tersenyum melihat kesigapan Joe untuk membantunya.
"Dia tampan sekali," puji Joe menatap bayi yang masih ada dalam gendongannya.
"Bolehkah dia memanggilku Daddy?" Joe menatap Virranda berharap wanita itu setuju pada permintaan kecilnya.
"Tentu saja boleh. Dan aku memberinya nama Verrel Dirgantara. Itupun kalau kau mengijinkan, dan tidak keberatan nama bayiku menggunakan nama belakangmu," ucap Virranda dengan senyum tipisnya.
Joe terperangah, ia menatap tak percaya pada Virranda, "Tentu saja aku tidak keberatan. Aku sangat bahagia mendengarnya," ucap Joe antusias. Ia lalu mencium pipi merah bayi itu dengan sangat hati-hati.
"Selamat datang didunia Verrel Dirgantara, selamat datang dikeluarga kecil Joe-Virranda," ucapnya dengan raut bahagia. Ia kembali mencium pipi bayi itu dengan lembut lalu meletakkannya diatas ranjang bayi dengan sangat hati-hati supaya bayi itu jangan sampai terbangun.
"Sekarang, kau harus makan sup ini dulu, setelah itu minum obat lalu beristirahat," Joe mendekatkan mangkuk sup pada Virranda yang ia ambil dari atas nakas.
Virranda yang memang sedang lapar segera menerima suapan demi suapan yang diberikan Joe padanya.
"Joe..." panggil Virranda disela-sela makannya.
"Heum? Ada apa katakan saja," Joe menatap Virranda yang nampak ragu mengucapkan apa yang ingin ia katakan.
"Aku, aku takut wanita-wanitamu itu menyakitiku lagi," ucap Virranda hati-hati, berharap apa yang ia katakan tidak menyinggung perasaan Joe.
Joe membisu sesaat, menghentikan kegiatannya menyuapi Virranda. Ia meletakan mangkuk yang masih sedikit bersisa diatas nakas.
Virranda membiarkan Joe meraih kedua tangannya, dan menggenggamnya erat.
"Maafkan aku. Ini untuk kesekian kalinya mereka berani menyerangmu. Aku tidak menyangka kalau mereka juga berani kekantor dan menyerangmu disana. Ini semua salahku," ucap Joe merasa bersalah.
Petang tadi, karena merasa risau Virranda belum juga kembali, Joe menyusul ke perusahaan dimana isterinya itu berkerja. Security yang ia temui memberi kabar bila Virranda dilarikan kerumah sakit karena mengalami pendarahan akibat didorong oleh dua wanita paruh baya yang ternyata adalah wanita-wanita yang pernah ia kencani.
"Bagaimana kalau mereka datang lagi Joe, dan aku sendirian di apartemen bersama bayiku?" ungkap Virranda cemas. Sebelumnya, Virranda memang sempat beberapa kali didatangi oleh para pacar Joe yang sedang mencari keberadaannya yang sulit mereka temui. Tidak jarang para wanita itu berkata dan bertindak kasar pada Virranda, untung saja ada beberapa tetangga apartemen yang melihat dan menolong.
"Aku akan berusaha menjauhkanmu dari mereka, supaya mereka tidak mengganggumu lagi." ucap Joe merasa tidak enak.
"Percayalah padaku. Aku akan berusaha menjagamu, juga Verrel. Jangan takut lagi ya," ucap Joe lagi, berusaha meyakinkan Virranda supaya tidak cemas. Ia memberanikan diri mencium punggung tangan isterinya itu dengan lembut, dan itu membuatnya sangat bahagia karena Virranda tidak marah saat dirinya melakukannya.
"Kau sudah makan?" tanya Virranda menatap Joe,
Joe yang sempat terlena dengan perasaannya, yang semakin hari semakin jatuh hati pada isterinya itu, buru-buru melepaskan tangan Virranda dari sentuhan bibirnya.
"Belum. Tapi aku akan segera makan setelah selesai menyuapimu." Joe kembali menyuapi Virranda dengan sup yang masih tersisa.
"Kau ingin tambah lagi?" tanya Joe menawarkan.
"Cukup, aku takut BAB. Soalnya masih perih," ucap Virranda dengan wajah meringis, sedikit menggerakan pinggulnya.
"Perih?? Apanya??" tanya Joe tidak mengerti.
"Itu...." Virranda menunjuk pangkal pa*a nya.
"Itu??" Joe ikut menunjuk dengan telunjuknya kearah yang sama seperti yang dilakukan Virranda.
"Iya, itu masih sangat sakit dan perih karena habis dijahit setelah melahirkan Verrel," ungkap Virranda apa adanya.
"Apa?? Dijahit??" Joe histeris, membayangkan daging manusia yang hidup dijahit bagai kain. Giginya mendadak ngilu, semua sarafnya terasa lemas dan dirinya hampir saja pingsan mendengar ujaran Virranda barusan.
...🍓🍓🍓...
"Gerry!!!"
Gerry torlonjak dari kursinya, begitu juga dengan sekretaris Linlin. Keduanya saling berpandangan sesaat. Baru kali ini sang direktur mereka berteriak sekencang itu.
Gerry yang sadar namanya yang menjadi bahan lolongan sang majikan buru-buru menghambur masuk tanpa mengetuk pintu. Sementara sekretaris Linilin segera meraih gelas air putihnya, meneguknya hingga habis untuk meredakan rasa kagetnya.
"Ya tuan Direktur, Anda memanggil saya?" Gerry yang biasanya bersikap santai bila hanya berdua dengan Ferdinand, kini bersikap formal.
Dari wajahnya yang memerah, dan urat-urat saraf disekitar rahang dan leher yang menegang dan tertarik kencang, dapat ditebak bila sang direktur sedang marah besar saat ini.
Gerry membungkuk hormat sangat dalam, walau ia belum tahu apa yang memicu kemarahan Ferdinand.
"Ini semua salahmuu Gerry! Kalau saja aku tidak menuruti saran bo*ohmu itu, saat ini aku sudah tahu siapa ayah bayi Virranda itu!" pekiknya kesal. Ia menatap tajam Gerry yang sedang menunduk dihadapannya.
"Sekarang, sekarang mereka telah menghilang dari rumah sakit! Lalu bagaimana caranya aku bisa menemukan mereka!" pekiknya lagi lalu menjatuhkan dirinya dengan kasar pada kursinya, ia lalu memutar kursinya menghadap dinding dan meninju dinding dihadapannya dengan sekuat tenaga dengan kepalan tangannya.
Gerry memejamkan matanya sambil meringis, ketika dirinya secara sembunyi-sembunyi melirik apa yang dilakukan majikannya itu. Ia menatap kepalan tangannya sendiri, seolah tangannya itulah yang telah menghantam dinding keras dihadapan Ferdinand.
"Sekarang juga! Cari keberadaan wanita itu dan bayinya!" titah Ferdinand dalam geramnya.
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Fenti
mantap
2023-05-16
2
Rini Antika
smg km berubah Joe dan meninggalkan masalalu km yg kelam
2023-03-25
1
Wirda Lubis
Ferdinand kehilangan jejak
2023-03-22
1