Flashback On :
"Suster, Nona Virranda Laura, yang kemarin sore melahirkan bayi laki-lakinya, dimana ruang rawat inapnya?" tanya Ferdinand pada seorang suster jaga.
"Maaf, Tuan siapanya Nona Virranda?" sang suster jaga balik bertanya dengan sikap sopan dan tidak lupa memberi senyum ramahnya, menatap sosok pria rapi berdasi dan wangi yang berdiri dihadapannya.
"Saya suaminya," sahut Ferdinand singkat tanpa menunjukan senyum sedikitpun.
"Baik Tuan, mohon ditunggu sebentar. Saya akan melihat datanya dikomputer," sang suster dengan cekatan mulai mengetik, mencari data atas nama Virranda Laura pada komputer dihadapannya.
Hari baru menunjukan pukul tujuh pagi. Udara masih terasa sangat sejuk, tapi Ferdinand sudah berada dirumah sakit itu. Semalaman dirinya tidak bisa tidur, memikirkan bila bayi Virranda itu adalah benar-benar darah dagingnya.
"Tuan, mohon maaf. Apa benar Anda suami dari nona Virranda?" tanya sang suster hati-hati, ia nampak menelisik wajah datar pria yang berkharisma dihadapannya itu.
"Itu benar. Memang kenapa?" tanya Ferdinand dengan tatapan lekatnya pada sang suster jaga. Hatinya berdebar, khawatir apa yang ia takutkan sejak kemarin sore benar-benar terjadi.
"Nona Virranda Laura dan bayinya yang bernama Verrel Dirgantara, yang baru lahir kemarin sore, sudah dibawa pulang tadi malam pukul sebelas malam oleh suaminya yang bernama Joe Dirgantara Tuan," jelas suster jaga sambil mengeja data yang ada pada layar komputer didepannya.
Degg!
Sendi-sendi Ferdinand mendadak melemas, tanpa sadar tubuhnya melorot kelantai ubin yang dingin, ternyata yang ia khawatirkan benar-benar terjadi.
"Tuan, Tuan. Anda baik-baik saja?" suster jaga yang panik, segera menghampiri Ferdinand bersama seorang temannya, mereka memapahnya, dan membantunya berdiri.
Ferdianand tidak menjawab sepatah katapun. Hanya tangannya saja yang melepaskan diri dari tangan dua suster yang membantunya berdiri. Dengan pandangan kosong, ia pergi dari sana, menuju mobilnya yang ada diparkiran rumah sakit.
Tidak memakan waktu lama, Ferdinand yang baru tiba dikantornya segera menuju ruangannya. Para karyawannya seperti biasa menunduk hornat saat melihatnya.
"Mana Gerry?!" tanya Ferdinand yang baru keluar dari lift.
"Asisten Gerry sedang ditoilet Tuan," sahut sekretaris Linlin membungkuk hormat, menyambut kedatangan sang majikan yang berwajah suram dipagi itu.
"Suruh temui aku secepatnya," ucap Ferdinand sambil berlalu menuju ruang kerjanya.
"Baik Tuan," sahut sekretaris Linlin masih menunduk hormat. Setelah memastikan tuannya sudah masuk keruangannya, ia duduk, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Sekretaris Linlin, apakah data-data yang ku minta tadi sudah siap?" tanya Gerry yang baru keluar dari toilet dan duduk dikursinya.
"Sedikit lagi asisten Gerry." sahut sekretaris Linlin, sepasang matanya tengah pokus pada layar komputer dihadapannya.
"Oh, iya. Tadi tuan Direktur meminta Anda keruangannya." ucap sekretaris Linlin memberi tahu, ketika mengingat pesan yang disampaikan oleh majikannya.
"Kalau begitu, cepatlah selesaikan data yang kuminta itu, aku akan nembawanya masuk menghadap tuan Direktur." sahut Gerry masih duduk dikursinya.
"Gerry!!!"
Gerry torlonjak dari kursinya, begitu juga dengan sekretaris Linlin. Keduanya saling berpandangan sesaat. Baru kali ini sang direktur mereka berteriak sekencang itu.
Flashback off :
Begitu Gerry keluar dari ruangannya, Ferdinand yang belum bisa meredakan amarahnya, langsung menghambur berkas yang menumpuk diatas mejanya.
"Kwang! Apa yang kau lakukan?!" pekik tuan Toshigawa yang baru saja masuk, dan melihat berkas-berkas Ferdinand sedang melayang dan berterbangan diudara, lalu satu persatu jatuh bebas kelantai dihadapannya.
Ferdinand terpaku dibelakang mejanya, kehadiran ayahnya yang tiba-tiba memang mengagetkannya, namun ia berusaha mengendalikan emosinya yang belum mereda.
"Kwang! Katakan, apa yang terjadi padamu?" tuan Toshigawa menatap tajam pada puttanya.
"Tidak ada Dad," sahut Ferdinand dengan nada rendahnya, berusaha menekan emosi didadanya yang masih memuncak.
"Kau berangkat pagi-pagi dari rumah tanpa sarapan dulu. Dan sekarang Daddy melihatmu menghamburkan berkas-berkasmu. Lalu kau katakan tidak apa-apa. Daddy tidak percaya. Katakan, Kwang apa yang terjadi padamu?" tuan Toshigawa turut merendahkan suaranya, berharap Ferdinand mau terbuka, ia melangkah mendekat, menghampiri putra kebanggaannya yang masih bergeming dimejanya.
"Tanganmu berdarah Kwang?" Tuan Toshigawa panik, ia langsung meraih tangan Ferdinand dan memperhatikan punggung tangan putranya yang masih mengeluarkan darah.
"Sekretaris Linlin!!!" Teriak tuan Toshigawa.
"Iya Tuan!" sahut sekretaris Linlin dari luar. Dengan langkah setengah berlarinya, ia buru-buru masuk dan menghampiri tuan Toshigawa yang memanggilnya.
"Cepat! Obati tangan Tuan-mu," perintahnya.
"B-baik Tuan," Sekretaris Linlin yang telah melirik sekilas pada tangan Ferdinand segera lari ke kotak obat, dari sana ia mengambil kapas pembersih, cairan antiseptik, dan obat merah.
"Maaf Tuan, ini akan lumayan perih," ucap sekretaris Linlin mengoles cairan antiseptik dengan hati-hati, lalu mengusap luka Ferdinand menggunakan kapas.
Tuan Toshigawa memperhatikan wajah putranya. Sedikitpun, wajah putranya itu tidak menunjukan rasa sakit, tidak berdesis merasa nyeri ataupun meringis menahan rasa sakit
"Sepertinya rasa sakit yang sedang kau alami tidak sebanding dengan luka dipunggung tanganmu itu Kwang," ujar tuan Toshigawa memancing. Tapi sayangnya, Ferdinand tidak mudah terpancing, ia masih diam seribu bahasa, menutup rapat apa yang menjadi rahasia pribadinya.
Sementara sekretaris Linlin yang mendengarnya tidak berani ikut bicara, ia hanya pokus pada tugasnya untuk mengobati tangan majikannya itu.
"Dad," Ferdinand tiba-tiba bersuara. Ia menatap datar pada ayahnya.
"Heum? Ada apa?" tuan Toshigawa bersiap mendengar apa yang akan dikatakan anaknya itu, ia benar-benar penasaran akan apa yang sedang terjadi pada putranya.
"Tolong wakilkan Kwang di meeting pagi ini," pintanya singkat.
"Kenapa?" tuan Toshigawa mengernyitkan keningnya.
"Kwang tidak enak badan Dad," tuan Toshigawa menatap putranya sesaat. Ia tahu benar, hari ini adalah rapat penting, dan putranya itu tidak pernah tidak hadir pada setiap rapat penting. Tentu sesuatu yang sangat mengguncangkan jiwa tengah dialami putranya itu batinnya.
"Baiklah, Daddy akan mewakilkanmu. Daddy harap, kau mau berbagi dengan Daddy, bila kau sudah siap mengatakan masalahmu," ucap tuan Toshigawa bijak, ia tidak mau menambah beban fikiran putranya, karena putranya tidak biasa bersikap demikian, dan putranya itu, bukanlah seorang direktur yang ceroboh, sebab ia sangat mengenal pribadi Ferdinand.
"Daddy pergi dulu," setelah melirik arloji dipergelangan tangannya, tuan Toshigawa lalu meninggalkan Ferdinand bersama sekretaris Linlin yang masih mengobati luka putranya.
...🍓🍓🍓...
Bersambung...👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Fenti
untung joe gercep
2023-05-16
2
Noviyanti
mampir bawa bunga
2023-05-13
1
nowitsrain
Udah, pulang aja sana. Da Virranda udah pulang sama suaminya
2023-04-22
1