Dua Kamar Yang Berbeda

Malam harinya Melisa yang berada di kamar begitu gelisah sekali. Sedari sore berbaring namun kedua matanya tak kunjung tertutup juga. Bayangan akan kejadian hari ini begitu mengganggu pikiran gadis itu hingga waktu menunjukkan angka sembilan malam. Hilang sudah harga diri yang ia bawa jauh-jauh merantau ke kota dan kini Melisa tak lagi bisa berpikir tentang apa pun itu.

Kegelisahan yang ia rasakan tentu saja juga di rasakan oleh sang ibu. Weni yang hendak memejamkan mata sedari tadi kembali duduk, berbaring lagi dan duduk lagi. Rasa cemas tiba-tiba saja terasa begitu besar pada sang anak. Tangannya bergerak memegang dada hingga tak mampu menahan ia pun keluar kamar. Melihat sang suami yang belum pulang, Weni memutuskan untuk menghubungi sang anak.

"Belum bisa di hubungi juga. Bagaimana Melisa di sana yah? Semoga anakku baik-baik saja. Semoga dia bisa makan malam ini." ujar Weni memeluk ponsel saat mendapati nomor sang anak tak bisa juga di hubungi.

Melisa yang tak lagi perduli dengan ponselnya sebab tubuhnya terlalu lelah begitu jarang bisa memberi kabar pada sang ibu. Bahkan untuk meminta uang pun ia tidak pernah mau menghubungi sang ibu dan lebih memilih untuk menahan rasa laparnya. Namun, saat ini semua itu tidak lagi terjadi padanya. Hidup Melisa sudah aman dan tenang dengan bantuan dari Pak Reza.

"Melisa," panggilan tiba-tiba saja terdengar dari arah luar kamar.

Kening Melisa berkerut mendengar suara seseorang yang ia kenal. Segera wanita itu berdiri dari tidurnya dan membuka pintu kos. Sosok pria yang bertubuh tinggi berkulit tidak begitu terang membuat Melisa mengernyitkan kening.

"Gery? Ada apa?" tanya Melisa dengan wajah bingung melihat kehadiran teman satu kelasnya.

Bukannya menjawab, Gery justru mendorong tubuh Melisa. Ia memepet Melisa hingga tepat di tembok kamar dalam. Yah, pria itu dengan lancang sudah memasuki kamar Melisa.

"Aku tahu apa yang terjadi tadi siang. Kamu bersama pemilik restauran itu kan, Mel?" tanyanya dengan wajah tersenyum merendahkan.

Mendengar ucapan Gery tentu saja Melisa membulatkan matanya kaget. Ia meneguk kasar salivanya susah payah gugup tak tahu harus menjawab apa saat ini. Hanya bisa menggelengkan kepala yang Melisa lakukan.

"Cih...masih bisa bohong juga. Aku punya ini..." tangan Gery memperlihatkan ponsel yang ia putar video di dalamnya. Terlihat Melisa baru saja keluar dari kamar hotel bersama seorang pria yang pernah menjadi bosnya. Di sana Reza tampak mencuri kecup pada kening Melisa sejenak sebelum akhirnya mereka berpisah di depan kamar.

Sesuai dengan permintaan Melisa jika ia tidak akan mau di antar atau bertemu berdua Pak Reza. Tak ingin jika hubungan mereka akan terbongkar pada akhirnya.

"Ayolah Mel. Beri aku juga seperti yang kamu berikan pada pria  tua itu. Tapi aku tidak punya uang aku cuman punya ini." tunjuknya lagi pada ponsel.

Melisa terdiam membeku. Entah apa yang harus ia lakukan saat ini selain memberikan permintaan Gery. Pasrah akhirnya Melisa hanya bisa menuruti permintaan pria di depannya tanpa menolak. Kembali tubuh gadis itu menegang kala merasakan sentuhan dari tangan pria di depannya. Seluruh tubuh Melisa diam mematung merasakan gelenyar aneh yang kian menjalar di seluruh tubuhnya. Air matanya tiba-tiba saja jatuh.

Kini Melisa menyadari jika dirinya begitu hina. Baru siang tadi ia mengingat di sentuh oleh pria tua dan malam ini ia harus di sentuh dengan pria muda yang seusianya. Sungguh nasib yang tak pernah ia pikirkan sejak awal jika akan berjalan seperti ini.

Ingin rasanya Melisa berteriak meminta tolong pada sang ibu, namun hal seperti ini rasanya tak mungkin untuk ia adukan pada sang ibu. Hanya menjerit dalam hati yang bisa Melisa lakukan.

"Ibu maafkan aku. Aku benar-benar hina. Ayah, kau lihat betapa tersiksanya aku karena mu. Kau membuat hidupku tak ada pilihan yang lain. Aku harus menjajahkan tubuhku demi biaya hidup dan sekolahku." Melisa benar-benar tak bisa merasakan apa pun dari sentuhan pria di atas tubuhnya saat ini

Gery yang begitu acuh dengan tangis Melisa terus asik menikmati permainan panasnya malam ini hingga akhirnya mereka terlelap bersama malam itu di kamar kos Melisa.

Hal yang serupa terjadi di dekat pantai. Hotel yang di tempati Arini bersama Andi akhirnya menjadi tempat mereka melepasan hasrat sejak kemarin hingga pagi ini mereka masih juga belum bangun. Rasa lelah membuat keduanya tak kuasa membuka mata di pagi hari.

Di rumah Arini begitu di cemaskan oleh sang ayah. Fery yang sejak malam menunggu kepulangan sang anak tampak mondar mandir di depan pintu rumah. Subuh ia hanya terlelap sejenak di sofa ruang tamu. Yuyun, anak perempuan pun di tanya tidak bisa memberikan informasi apa pun untuk sang adik.

"Yah, ini kopinya." Weni datang dari arah dapur mengantar secangkir kopi untuk sang suami.

Tak ia sangka jika niat baiknya pagi itu justru mendapat amukan dari sang suami. Tiba-tiba tangan Fery melempat keras kopi yang di bawakan sang istri hingga terjatuh berserakan di lantai.

"Ayah.." Weni menjerit kepanasan kala tangannya tersiram air yang masih mengeluarkan uap panas itu.

Ia menatap sang suami yang juga menatap nyalang padanya.

"Anakmu lihat! Arini sampai pagi ini pun belum juga pulang. Bagaimana kamu mendidik anak,  Bu?" teriaknya menggelegar.

Vanda dan Yuyun yang masih terlelap tiba-tiba terbangun mendengar keributan di luar kamar. Keduanya berlari dengan wajah masih mengantuk. Di lihatnya sang ibu yang menangis menunduk dengan tangan yang basah serta pecahan gelas di lantai rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!