Puncak Acara

Desa yang sudah berapa lama ia tinggalkan kini akhirnya kembali ia pijak. Yah Melisa datang atas bujukan sang ibu yang memintanya hadir dalam acara pernikahan sang kakak. Kaki yang baru turun dari taksi tampak membuat semua mata memandang ke arahnya. Melisa bisa melihat jelas semua wajah keluarga yang begitu baik padanya. Bahkan sang ayah yang ia pikir akan marah justru tampak biasa saat ini. Mungkin masalah yang terlalu lama berlarut mampu menghapus semua amarah di dada pria paruh baya itu.

"Melisa..." Weni yang melihat kedatangan sang anak segera berjalan mendekati Melisa. Ia memeluk anaknya mencium kepala Melisa.

Anak yang dulu masih begitu lugu kini sudah berbeda. Jauh lebih dewasa bahkan penampilan Melisa pun sangat berbeda saat ini. Ia sangat cantik meski pakaian yang sopan dan pantas. Weni membawa anaknya masuk ke dalam rumah. Di depan Melisa menghentikan langkah untuk mencium punggung tangan sang ayah. Fery sama sekali tak bersikap kasar. Ia bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Hingga terlihatlah para keluarga yang memeluk Melisa dengan wajah tersenyum.

"Kak Arini..." sapa Melisa memeluk sang kakak lalu beralih pada Vanda.

Hari yang di tunggu kini pun tiba. Yuyun keluar dari kamarnya dengan di pegang oleh Arini serta Melisa. Kedua adiknya menjadi saksi pernikahan pertama di keluarga Fery.

"Yang tenang kak jangan gugup." ujar Melisa memberi semangat pada Yuyun.

Mendengar hal itu Yuyun tersenyum. Meski hubungannya dengan Arini tak baik ia tak bisa berlama-lama marah apalagi dengan Melisa yang tidak memiliki masalah apa pun dengannya. Akhirnya Melisa melihat siapa sang mempelai pria. Dari nama yang terdengar tak asing kini ia ingat siapa gerangan pria yang akan menjadi kakak iparnya itu.

Kedua calon mempelai duduk bersampingan hingga pernikahan berlangsung begitu lancar. Tak ada kendala apa pun yang terjadi hari ini. Yuyun nampak tidak antusias dengan pernikahannya hingga saat Melisa memberikan bingkisan untuk sang kakak barulah Yuyun merubah raut wajahnya.

"Mel, apa ini?" tanyanya menatap bungkusan kado yang kecil namun lebar.

Melisa hanya tersenyum dan meminta sang kakak untuk membukanya. "Kakak buka sendiri saja. Kan kado." jawabnya.

Tak sabar, Yuyun segera merobek bungkusan kado miliknya dan terlihatlah kotak merah yang ia buka berisi sebuah gelang emas yang sangat cantik meski tidak begitu besar.

Bukan hanya Yuyun yang kaget, melainkan Haidar dan Ina terpelongo melihat hadiah yang bagi Melisa seharusnya sangat mahal. Namun, gadis itu dengan mudahnya mengeluarkan uang demi sebuah kado yang tidak begitu penting seharusnya. Keduanya saling pandang seolah bertanya asal uang itu.

"Wah...cantiknya. Mel, kamu benar-benar adik yan sangat baik. Makasih yah, dek." Yuyun memeluk senang pada Melisa.

Sedangkan Arini hanya diam sebab ia malu tak memberikan kado apa pun pada sang kakak.

Dari arah lain bukan hanya mereka yang kaget. Fery satu-satunya orang yang begitu kaget melihat hasil yang di bawa anaknya. Pelan ia pun menghela napas lega. Setidaknya Melisa sudah bisa menjalani hidup yang baik dari pada saat di desa.

Pernikahan pun berlangsung begitu meriah. Para tamu di desa mulai ramai berdatangan menikmati acara resepsi siang hingga malam harinya. Tak ada yang tahu jika Melisa di dalam kamarnya tampak menerima panggilan dari seseorang.

"Iya, Pak." jawab Melisa setengah berbisik.

"Mel, kapan pulang? Saya sangat rindu. Malam ini bisa?" Pak Reza yang menelpon tampak gusar di seberang sana.

Melisa menghela napas kasar. Kini ia mulai merasa risih dengan sikap agresif pria di seberang telepon itu.

"Pak, saya masih ada acara nikah kakak saya. Besok lusa saya baru bisa pulang. Ibu saya juga sedang merindukan saya, Pak." tuturnya memohon pengertian.

Namun, sayang kenyataan berbeda dengan harapan Melisa. Pak Reza justru mendesak tanpa mau tahu alasan dari Melisa.

"Melisa, saya sudah membayar kamu. Saya tidak mau tahu besok pagi kamu harus keluar dari desa itu saya akan menjemput di pertengahan jika tidak saya akan datang ke rumah kamu." Panggilan tiba-tiba di putus secara sepihak setelah mengatakan permintaannya. Melisa meneguk kasar salivahnya. Padahal baru saja ia pulang ke desa dan ingin sekali berduaan dengan sang ibu. Sayang semua tidak bisa ia tuntaskan.

Kembali ke acara Melisa ikut melayani para tamu dengan senyum yang begitu anggun. Banyak pria di desa tersebut membicarakan kecantikan Melisa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!