Dukungan Dari Keluarga

Di tengah kegelapan yang begitu mencekam, sosok Melisa berdiri di sisi jalan sembari beberapa kali melihat dari kejauhan. Memastikan jika ia aman dari pantauan sang ayah. Air matanya berjatuhan saat tangan mungil gadis itu menggenggam koper mini miliknya. Dingin, takut, bercampur menjadi satu saat itu. Hanya doa yang bisa gadis itu terus lontarkan.

Pada akhirnya Melisa melambaikan tangan kala melihat sebuah mobil pickup melintas.

"Pak, saya mau numpang. Ibu saya mau numpak ke kota bisa kan?" tanyanya pada suami istri yang duduk di depan.

Melihat gadis lugu dengan barang di tangannya, pasangan suami istri itu saling menatap dan kemudian mengijinkan Melisa untuk segera naik bersama mereka di depan.

Mereka pun berbicara sepanjang jalan. Bersyukur di saat sangat menakutkan Melisa justru di pertemukan dengan orang yang baik. Hingga mereka tiba di pertengahan kota, Melisa beberapa kali tampak mengucapkan terimakasih pada mereka.

"Paman, aku sudah di jalan yang paman suruh tunggu." ujar Melisa menelpon keluarga dari ibunya.

Panggilan pun segera di matikan usai keduanya saling berbicara. Melisa tak lama menunggu akhirnya sang paman datang dengan motor. Mereka menuju rumah untuk membawa Melisa serta barangnya. Perjalanan yang tidak begitu jauh akhirnya tiba di halaman rumah sederhana sang paman.

"Kamu kabari ibumu kalau sudah sampai. Jangan sampai ibumu cemas, Mel." pintah Haidar sang paman.

Melisa patuh. Ia masuk ke dalam rumah dengan di sambut istri dari Haidar. Namanya adalah Ina. Ia begitu ramah dengan Melisa bahkan melayani layaknya adiknya sendiri.

"Melisa, hati-hati di sana, Nak." Suara yang pertama kali Melisa dengar dengan isakan di seberang sana kala panggilan terhubung. Sontak gadis itu tampak terkejut. "Bu, ibu menangis? Melisa baik-baik saja. Ibu jangan sedih. Melisa sudah sampai di rumah Paman." Melisa sungguh tak tega mendengar ibunya begitu sedih. Ia pun sampai ikut menangis juga.

Weni tak lagi sanggup menjelaskan hingga ponsel pun di ambil alih oleh sang kakak. Yuyun adalah kakak pertama Melisa yang saat ini mengambil ponsel itu.

"Mel, ibu nggak bisa bicara apa-apa. Ibu kesakitan habis di pukul Ayah. Kamu hati-hati jaga diri kamu di sana. Ayah pasti akan marah kalau kamu pulang nanti. Jadi jangan pulang dulu kalau bisa dalam waktu dekat." Melisa yang mendengar sangat kaget. Tak menyangka jika sang ayah sampai senekat itu memukul sang ibu. Selama ini Fery tak pernah bermain tangan pada sang istri.

Setelah mendengar penjelasan sang kakak, panggilan pun terputus saat itu juga. Barulah Melisa tertunduk meneteskan air mata. Jauh di dalam hatinya ada perasaan ingin menyerah untuk tidak sekolah. Namun, Melisa merasa sulit untuk mengundurkan niatnya kali ini.

"Pilihan kamu sudah tepat, Mel. Suatu saat semua akan menerima sisi baiknya. Hanya menunggu waktu saja. Pendidikan akan sangat penting kemudian hari nanti. Tidak selamanya uang bisa berjalan beriringan tanpa adanya pendidikan jika bukan karena rejeki tuhan." tutur Ina menasihati Melisa yang terisak di kursi.

Pelan di raihnya tubuh Melisa untuk ia peluk. Keduanya begitu membuat Haidar tersentuh. Tak menyangka jika ia memiliki seorang istri yang begitu lembut hatinya. Mereka bertiga pun duduk. Haidar juga mengusap bahu Melisa untuk memberikan dukungan.

"Ibu mu sudah sepantasnya memperjuangkan ini semua, Mel. Kakakmu dua orang sudah tidak bisa di perjuangkan ibumu. Sekarang kamu orang yang tepat. Gunakan kesempatan ini baik-baik. Kejarlah mimpimu."

Setelah banyak waktu mereka gunakan untuk bercerita bertukar pengalaman, akhirnya Melisa pun di persilahkan tidur. Beristirahat sebab esok mereka akan mengantar Melisa ke kota.

Berbeda halnya dengan keadaan Fery yang tampak murka di rumah. Semua barang-barang di atas meja makan sudah hancur berserakan ia lempar. Piring-piring yang berisi makanan pun juga hancur berkeping-keping. Ia begitu marah saat mendengar ucapan sang istri yang untuk pertama kalinya menjawab ucapan sang suami.

"Lihat saja kalau butuh uang. Aku tidak akan mau mengirimkannya. Biar saja anak itu tahu sulitnya mencari uang." ujar Fery mengingat sosok Melisa yang berani menentang keputusannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!