Masuk Kerja

Keesokan harinya, tampak Delima tengah sibuk membuat nasi goreng untuk sarapannya bersama Ardan. Setelah menyajikan nasi goreng beserta telur ceplok di piring, Delima memasukkan roti ke pemanggang roti. Tak lupa, dia juga memasukkan beberapa buah ke dalam tas bekal.

Setelah semua dirasa sudah siap, dia pun memanggil Ardan agar segera makan. Ardan yang baru selesai bersiap, lekas mendatangi Delima yang ada di dapur.

"Harusnya kamu engga usah repot-repot masak, Del. Kan bisa sarapannya cuma pake roti dikasih selai," ujar Ardan saat melihat makanan yang terjadi di meja makan.

"Engga papa, Kak. Ini biar Kak Ardan energinya bisa full buat kerja di hari pertama, setelah abis capek ngabisin waktu liburan," sahut Delima.

Ardan tersenyum. Dia segera memakan nasi goreng buatan Delima. Meski tampak sederhana, Ardan merasa senang karena ada yang menyiapkan sarapan untuknya.

"Itu apa, Del?" tanya Ardan saat melihat kotak berwarna biru.

"Tas bekal buat Kak Ardan. Isinya roti panggang, buah, sama biskuit. Biar kalo laper, bisa ngemil itu," jawab Delima.

Ardan mengangguk, dengan cepat dia menghabiskan makanan di piringnya. Tak ingin terlambat di hari pertama masuk kerja. Segera diraihnya tas kantor, lalu berjalan keluar rumah menuju mobil.

"Kak."

"Ada apa, Del?" tanya Ardan menghentikan langkahnya.

Delima mengulurkan tangannya. Ardan langsung paham, segera dia menyambut tangan Delima. Delima pun mencium tangan Ardan dengan khidmat.

"Hati-hati di jalan," pesan Delima sambil melambaikan tangan melepas Ardan bekerja.

Ardan membalas lambaian tangan Delima. Lalu, dia mempercepat laju mobilnya. Delima segera kembali masuk ke rumah, saat mobil Ardan sudah tak terlihat.

"Huh, aku ngapain, ya? Mending nonton drakor aja kali ya," gumam Delima.

***

Ardan memarkirkan mobil di area parkir kantor. Segera dia masuk ke dalam kantor, menuju ke ruangannya bekerja.

Tampak Aden dan Serlan sudah ada di kantor terlebih dahulu. Mereka pun lekas mendatangi Ardan yang baru saja masuk kerja.

"Wuih, pengantin baru nih ye. Saking asiknya bulan madu, chat gue ampe engga dibalas," ujar Serlan meledek Ardan.

"Telpon gue dimatiin dung, Cuy," ujar Aden pula menimpali.

"Heleh. Kalo soal oleh-oleh juga bakal dibawain kali. Engga usah sampe neror begitu," ujar Ardan sambil memberikan paper bag berwarna biru pada Aden dan Serlan.

"Wih, mantap ini. Rupanya masih inget temen dia," seloroh Aden lagi.

"Wah, asbak sama baju nih. Ngerti aja sama selera gue lu, Dan," ucap Serlan sambil memegangi asbak yang terbuat dari kerang.

"Eh, omong-omong semenjak lu libur kerja. Alena kayak murung gitu," kata Aden pelan.

"Lah, apa hubungannya ama gue?" tanya Ardan bingung.

"Dasar playboy cap kapak. Kan sebelum nikah, lu deket ama dia. Kali tu anak jadi patah hati," timpal Serlan.

Ardan menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Tapi, kami engga punya hubungan spesial. Kalian juga tahu sendiri, 'kan?" ujar Ardan.

Aden dan Serlan tak melanjutkan pembicaraan, saat mereka melihat Erin dan Alena mendekat ke arah mereka.

"Wah, bagi-bagi oleh-olehnya pada diem-diem, nih. Kami juga mau tau," ujar Erin sambil mendekat ke samping Ardan.

"Tenang aja. Nih, ada disiapin buat kalian satu kantor," sahut Ardan.

"Len, nih oleh-oleh buat kamu," ujar Ardan sambil memberikan paper bag biru kepada Alena.

"Makasih," sahut Alena pelan terasa canggung.

"Wah, lucunya pigura yang dikreasiin dari cangkang kerang," kata Erin antusias.

"Loh, kami kok engga ada piguranya, Dan?" protes Serlan.

"Kalian kan udah dapat asbak, masa mau pigura juga, sih. Asbak buat cowok, pigura buat cewek," kilah Ardan cepat.

"Hilih, pelit amat ngasih oleh-olehnya. Kudunya semuanya gitu dapet sama rata," ujar Serlan lagi.

"Kalo engga mau, yaudah. Sini balikin paper bag-nya," potong Ardan.

"Enak aja. Yang udah dikasih, engga boleh diambil lagi. Jilat ludah sendiri, borokan tu siku nanti," ucap Serlan sambil berlari menjauh.

"Sendirinya medit, malah ngatain orang pelit," celetuk Alena yang sedari tadi diam.

Aden, Ardan, dan Erin lantas tertawa mendengar celetukan Alena. Memang betul, di antara mereka, Serlan lah yang terkenal sangat pelit. Semua serba dihemat, kalo bisa malah harus gratis. Teman-temannya jadi geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.

"Dan, kenapa pesan aku engga dibalas?" tanya Alena pada Ardan, saat mereka hanya tinggal berdua.

"Oh, waktu itu hp mati, jadi engga tau ada pesan masuk dari kamu," kelit Ardan.

"Gitu, ya. Padahal aku cuma mau ngasih tau kamu soal kerjaan. Soalnya Pak Rendra ngasih tugas kamu lewat aku," jelas Alena.

"Kalo gitu, tolong jelasin tugasnya kayak gimana. Biar langsung aku kerjain," ujar Ardan.

Alena menatap tas bekal yang diletakkan Ardan di meja, tepat di samping laptopnya. Biasanya Ardan tak pernah membawa bekal ke kantor.

"Tumben bawa bekal dari rumah," kata Alena.

"Iya. Disiapin sama Delima, jadi langsung kubawa, deh," ujar Ardan sambil matanya tetap fokus ke layar laptop.

"Padahal, kamu biasanya nolak kalo aku kasih bekal makanan," gumam Alena.

"Hah, kenapa, Len? Engga kedengeran," kata Ardan sambil menengok ke arah Alena.

"E—engga papa. Aku mau balik ke meja aku." Alena bergegas berjalan menuju ke meja miliknya.

Ardan tak memedulikan sikap Alena. Segera dia kembali menyibukkan diri dengan tugas yang diberikan Pak Rendra.

Saat jam istirahat, Ardan segera turun ke kantin bersama Aden dan Serlan. Mereka menuju meja yang sudah diisi oleh Erin dan Alena.

"Loh, Dan, kok kamu ke sini? Bukannya tadi dibawain bekal sama istri kamu?" tanya Alena heran.

"Bekalnya udah abis kumakan. Masih lapar ini, jadi ke kantin," sahut Ardan.

"Kalo dilihat-lihat, badan Ardan pun kayak berubah. Kayak lebih berisi gitu. Tampaknya, setelah menikah, Ardan jadi lebih sering makan. Udah ada yang masakin tiap hari," seloroh Serlan.

"Ah, engga juga. Ini karena istri aku suka beli banyak makanan. Kalo engga habis, aku yang disuruh habisin," kilah Ardan sambil tertawa kecil.

Jantung Alena terasa berdesir saat mendengar Ardan menyebut kata istri. Padahal itu adalah salah mimpinya kemarin-kemarin. Sayang, harus kandas tanpa dimulai sama sekali.

"Ngomong-ngomong, kok bisa lu tetiba nikah gitu, aja?" tanya Aden.

"Eh, anu, itu didesak sama abangnya istriku. Katanya kalo serius, cepet urus ke KUA. Sisanya biar dia yang urus," jawab Ardan.

"Beruntung banget ni anak. Disuruh nikah langsung, direstuin semesta ini," imbuh Serlan.

Ardan hanya tertawa menanggapi perkataan Serlan. Sedang Alena merasa ada yang aneh dengan perkataan Ardan. Kenapa harus sampai didesak?

TRIRIRI!

Suara dering ponsel terdengar dari saku baju Ardan. Segera Ardan melihat siapa yang menelponnya.

"Halo. Kenapa, Del?"

"Iya. Nanti aku bilang kalo udah waktunya jam pulang." Ardan mematikan telepon, lalu memasukkan ponsel kembali ke dalam sakunya.

"Ciyeee, yang ditelepon sama bininya," goda Erin sambil bersorak gembira.

Ardan hanya tersenyum menanggapi. Tak ingin membuat Erin semakin heboh nantinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!