Pingsan

Ardan dan Pak Arya bergegas berlari menuju ke arah dapur. Mereka dapati Delima tengah pingsan dan sedang dipangku oleh Bu Reni.

"Kenapa Delima bisa pingsan, Ma?" tanya Pak Arya seraya berjongkok mendekat.

"Engga tau, Yah. Sehabis minum, dia tiba-tiba aja pingsan," tutur Bu Reni gelisah.

"Sekarang, lebih baik Delima kita pindahin dulu, Yah, Ma." Ardan memberi saran.

Segera Ardan menggendong Delima ke kamar. Pak Arya dengan tergesa menelepon dokter agar lekas datang ke rumah. Takut kalau-kalau terjadi sesuatu pada putri semata wayangnya.

"Dokter Revan, tolong segera ke rumah. Delima pingsan lagi. Saya takut ada apa-apa," ujar Pak Arya menjelaskan di telepon genggamnya.

Radian yang baru saja keluar dari kamarnya, terkejut melihat keadaan adiknya. Segera dia ke dapur mengambilkan air hangat untuk Delima.

"Hari ini, Delima sudah pingsan dua kali, Yah. Apa ada sesuatu dengan kehamilan Delima?" tanya Radian cemas.

Pak Arya dan Bu Reni saling bertatapan. Sepertinya mereka pun berpikiran sama dengan Radian. Namun, segera Ardan menepis.

"Hamil muda kan bawaannya macam-macam, Bang. Mungkin karena Delima kecapekan jadi pengantin hari ini," kilah Ardan.

"Yah, bisa jadi." Radian menganggukkan kepala tanda setuju.

Tak lama, Dokter Revan pun datang. Segera dia memeriksa keadaan Delima. Setelah, sudah memastikan semuanya, dia pun memberi penjelasan.

"Delima kelelahan. Juga, karena faktor sedang hamil muda. Jadi, untuk beberapa waktu ini, tolong jaga Delima agar tidak melakukan hal yang berat. Hamil muda rawan keguguran, jadi harus lebih sering beristirahat. Kalau perlu istirahat total dulu untuk beberapa hari ini," tutur Dokter Revan.

"Saya berikan obat tambah darah, juga beberapa vitamin. Bisa juga, Delima diberikan susu untuk ibu hamil, agar membantu memberi nutrisi ke badannya," sambung Dokter Revan.

"Baik, Dok. Mari saya antar ke depan," sahut Pak Arya yang terlihat lebih tenang.

"Delima, ayo diminum dulu air hangatnya," tawar Radian.

Delima pun minum dibantu oleh Ardan. Tampak sekali bahwa dia masih lemas. Belum lagi, bawaan mual yang selalu melanda tiba-tiba.

"Kak, aku lemes banget. Mulut rasanya pahit," keluh Delima.

"Ada yang mau kamu makan? Biar mulutnya engga pahit lagi," tanya Ardan lembut.

"Emm ... Aku mau makan roti bakar punyanya Mak Ternia," sahut Delima.

"Oke, aku beliin, ya," jawab Ardan.

"Engga usah, Dan. Biar gue aja, elu tungguin Delima di sini," potong Radian cepat.

Ardan mengangguk menyanggupi permintaan Radian. Untuk sekarang, memang Delima lebih butuh ditemani. Takut kalau dia pingsan lagi.

Radian segera mengambil kunci mobilnya. Cepat-cepat pergi untuk membeli roti bakar Mak Ternia. Karena di sana, terkenal sedap dan antrian yang panjang. Kalau terlambat, bisa-bisa sudah kehabisan.

***

"Kok, rasa roti bakarnya begini, ya?" tanya Delima.

"Begini gimana?" tanya Radian tak paham.

"Ini loh, ada rasa asem kecut gimana gitu," sahut Delima bingung.

"Engga ah. Rasa roti bakarnya enak aja," sahut Ardan.

"Beneran, loh. Ini nih, selainya rasanya aneh. Asem kecut kek ketek," sanggah Delima.

"Hahaha. Itu bawaan orang hamil emang begitu, Del. Rasa makanan jadi berasa beda di mulut. Udah makan aja. Kasian loh abangmu antri panjang buat nurutin ngidammu," celetuk Bu Reni.

"Ngidam? Emang kalo aku mau makan sesuatu itu ngidam gitu?" tanya Delima heran.

"Ya terus, kenapa tadi tiba-tiba kepikiran mau makan roti bakar Mak Ternia? Padahal jarak nuju ke situ aja ampe 1 jam. Biasanya aja kamu ogah buat beli di situ karena antrian panjang," ucap Bu Reni.

"Engga tau, Ma. Tiba-tiba kepengen aja makan itu," sahut Delima polos.

"Nah, itu. Itu namanya ngidam," sahut Radian gemas.

"Oh gitu. Kalau engga keturutan gimana?" tanya Delima lagi.

"Nanti anakmu ileran. Ngeces terus ampe gede," sahut Pak Arya.

"Ih, kok gitu. Engga ilmiah banget," sahut Delima.

"Udah sih, iyain aja apa kata orang yang udah pengalaman," ucap Radian gemas dengan Delima yang selalu menyanggah.

"Huh, iya iya."

"Sekarang kamu istirahat aja. Kalau perlu apa-apa tinggal bilang, ya. Aku mau mandi dulu," pesan Ardan pada Delima.

"Iya, Kak."

"Udah suami istri kok panggilannya masih 'kak', panggil sayang kek, honey kek," celetuk Radian.

"Apaan sih, ngatur terus," sahut Delima kesal.

"Udah-udah. Radian, Mama, ayo kita keluar. Biarin Delima istirahat. Ardan juga mau mandi, engga enak kalau kita kerumunan di kamar pengantin baru," goda Pak Arya.

Mendengar perkataan Pak Arya, Bu Reni dan Radian tersenyum kecil sambil beranjak keluar kamar. Sedang, Ardan dan Delima malah merunduk malu.

"Aku mandi dulu," pamit Ardan sambil menyampirkan handuk di bahu.

"Iya. Anu, di dalam kotak yang di kamar mandi, ada sabun dan sikat gigi yang baru," jelas Delima.

Ardan mengangguk. Segera dia mandi, setelah seharian duduk di pelaminan, badannya serasa sangat gerah lagi lelah. Guyuran air di badan membuat badannya kembali merasakan kesegaran.

Saat Ardan mandi, Delima duduk menyandar di ujung ranjang. Merenungi kejadian yang terjadi tak terduga. Seandainya waktu itu dia tak ke rumah Kak Ardan, apakah yang terjadi nantinya?

Ardan keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang dililitkan ke pinggang. Delima yang melihat itu langsung menutup wajahnya. Ardan terkekeh melihat reaksi Delima.

Segera Ardan memakai baju, dan mengeringkan rambut yang basah. Delima melepaskan tangannya dari wajah, saat Ardan memanggilnya.

"Del, nanti malam, kamu tidur di kamarmu aja. Gimana pun juga, kamu pasti belum siap. Apalagi dalam keadaanmu sekarang," perintah Ardan.

Delima terdiam mendengar ucapan Ardan. Dia pun mengangguk, apa yang dikatakan Ardan benar, dia memang belum siap untuk menjadi seorang istri sesungguhnya.

"Iya, Kak. Nanti, aku pasti ceritain semuanya. Tapi, untuk sekarang, aku belum bisa," sahut Delima sambil menundukkan wajah.

"Iya, aku paham." Ardan mengelus rambut Delima pelan.

Ardan akhirnya duduk di sisi ranjang. Sebenarnya, dia pun masih belum menerima pernikahan ini sepenuhnya. Menikah karena terjebak, dan harus meninggalkan seseorang yang disayang, membuat hati Ardan tak bisa menerima Delima dengan mudah.

Bohong jika dikatakan dia senang dengan semua ini. Menikahi gadis yang telah hamil entah dengan siapa, tentu membuatnya marah. Apalagi dia yang diharuskan bertanggung jawab. Tapi, setelah menjalani semuanya, rasa sayang pada Delima sedikit membuncah di hatinya. Entah benar karena sayang atau hanya karena rasa iba.

"Mulai sekarang kita adalah suami istri, kalau ada sesuatu langsung ceritakan, ya. Aku akan berusaha jadi suami yang baik," ujar Ardan.

Delima memeluk Ardan sambil menangis pelan. Bersyukur dipertemukan dengan lelaki sebaik Ardan.

"Maaf sudah menghancurkan hidupmu, Kak. Maaf, demi kelangsungan hidupku, aku malah menyakitimu." Delima terisak sambil terus memeluk Ardan erat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!