Mobil berhenti di area parkiran. Delima dan Ardan pun turun dari mobil, lalu memasuki salah satu pusat perbelanjaan.
"Kita mau ke mana dulu," tanya Delima.
"Kita beli bahan dapur dulu, deh. Stok banyak yang abis. Kemarin-kemarin engga sempet beli karena sibuk ngurus berkas nikah," sahut Ardan.
Delima mengangguk, mengikuti langkah Ardan. Dia merasa canggung berjalan bersisian dengan Ardan, meski statusnya kini telah menjadi istri Ardan.
"Ayo, jalan bareng. Jangan ngekor di belakang." Ardan menarik tangan Delima lalu merangkulnya.
"A-aku malu, Kak. Perutku keliatan buncit, nanti orang-orang pada tau kalo aku hamil," ucap Delima lirih.
"Ya, engga papa. Toh, ada aku sebagai suami. Kalau hamil ya bukan masalah," sahut Ardan.
Akhirnya, Ardan dan Delima memilih sayur dan beberapa buah. Tak lupa, membeli makanan beku untuk persediaan.
"Kamu suka nugget, engga?" tanya Ardan.
"Suka. Aku juga suka sosis yang ada isian kejunya," balas Delima.
"Oke, kamu pilih aja mana yang kamu suka. Aku mau ambil ayam dulu di bagian sana," kata Ardan.
"Iya." Delima memilih beberapa makanan beku yang lain. Dia juga mengambil beberapa sayur segar.
Sambil berjalan, sesekali Delima melirik ke arah Ardan yang tengah berada di sudut toko. Tampak lihai memilih beberapa ayam.
Ardan menengok ke arah Delima, lalu tersenyum. Segera, Ardan berjalan mendekat.
"Udah selesai? Cemilan buat kamu juga udah?"
"Udah, Kak," sahut Delima.
"Yuk, kita bayar ke kasir. Setelah ini, kita langsung beli baju," kata Ardan.
Setelah membayar belanjaan, mereka pun melangkah meninggalkan toko tersebut. Karena tak ingin repot membawa belanjaan, Ardan memasukkan bawaannya ke mobil dahulu.
"Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Biar engga berat nenteng belanjaan. Aku masukkin makanan yang ada ke mobil dulu," pinta Ardan.
Delima mengangguk seraya duduk di kursi. Tampak banyak anak muda berlalu lalang. Seandainya, tak ada kejadian yang lalu. Mungkin dia pun berada di sana bersama teman-temannya.
"Ayo, jalan," ajak Ardan sambil menepuk bahu Delima yang tengah melamun.
"Eh, iya, Kak."
"Kamu mau beli baju atau beli make up dulu?" tawar Ardan.
"Baju aja. Make up masih banyak. Kayaknya aku perlu banyak baju hamil," sahut Delima.
Segera, Ardan melangkah menuju salah satu toko baju ibu dan anak. Bersama Delima, memilih beberapa baju ibu hamil, juga baju untuk persiapan lahiran nanti.
"Gimana, bagus engga, Kak?" tanya Delima saat memakai baju piyama berwarna biru.
"Bagus. Ambil aja semuanya," kata Ardan.
Delima mengangguk. Dia pun membawa beberapa baju tidur dan baju ibu hamil ke kasir. Juga, beberapa pernak pernik bayi.
"Ini totalannya, ya, Kak. Terima kasih sudah berbelanja di sini," ucap kasir.
Ardan mengangguk, saat menerima kartu debit miliknya. Dia dan Delima melangkah pergi meninggalkan toko.
"Sekarang mau ke mana lagi?" tanya Ardan sambil menenteng tas belanjaan.
"Istirahat dulu lah, Kak. Capek aku, kakiku pegel jalan dari tadi," sahut Delima sambil duduk di kursi yang ada di dekat tangga.
"Capek ya? Sini, aku pijitin," tawar Ardan.
"Engga usah, Kak," tolak Delima.
"Udah, kamu diem aja." Ardan duduk di samping Delima, lalu mengangkat kaki Delima ke atas pahanya.
Ardan memijit kaki Delima pelan. Mereka memang cukup lama berputar di pusat perbelanjaan. Tentu membuat kaki pegal.
"Habis ini, kita beli sendal buatmu. Pake sendal berhak tinggi udah ga pas buat kamu. Bikin kaki sakit dan cepat pegal. Setelah itu, kita langsung pulang," cetus Ardan.
Delima hanya mengangguk. Segera, mereka ke toko sendal dan sepatu. Tak berlama-lama, setelah dapat sendal yang sesuai, mereka pun pulang.
***
Ardan mengeluarkan belanjaan dari bagasi. Sedangkan Delima, langsung ke dalam rumah dan merebahkan diri di sofa. Rupanya dia kelelahan sehabis belanja.
Setelah meletakkan belanjaan di dapur, Ardan mendatangi Delima. Posisi Delima tak berubah, rupanya dia tengah tertidur. Ardan pun menyalakan ac agar ruangan jadi dingin.
Sebenarnya, dia ingin mengangkat Delima ke dalam kamar, tapi takut kalau akan membangunkan Delima. Ardan pun duduk di sofa sebelahnya. Menyandarkan badan dan beristirahat sejenak.
Mata Ardan mengerjap saat melihat jam di dinding menunjukkan pukul 4 sore. Rupanya, dia pun ikut tertidur juga. Ditolehnya ke samping, Delima sudah tak ada lagi di sofa.
Ardan pun menuju kamar miliknya, dia ingin mengambil handuk untuk mandi. Saat di dapur, Ardan berpapasan dengan Delima yang baru saja selesai mandi.
"Loh, Kak Ardan udah bangun. Padahal niatnya setelah mandi, baru mau bangunin Kakak?" tegur Delima.
"Iya. Tadi juga engga nyangka jadi ikutan ketiduran. Kamu cepet ganti baju gih. Nanti kita beresin belanjaan bareng," sahut Ardan lalu masuk ke kamar mandi.
Ardan melilitkan handuk di pinggang, lalu keluar dari kamar mandi. Tampak Delima sudah menunggu di dapur, tepatnya duduk di kursi meja makan.
"Udah lama nunggunya?" tanya Ardan.
"Belum. Baru juga duduk," sahut Delima sambil mengeluarkan belanjaan dari plastik.
Ardan mengangguk lalu pergi menuju kamar. Setelah memakai baju, segera Ardan kembali ke dapur mendatangi Delima.
"Semua frozen food, letakkin di kulkas bagian frezeer," perintah Ardan sambil memisah-misahkan sayur.
"Kak Ardan udah biasa ya ngurus yang beginian?" tanya Delima.
"Iya. Dari kecil udah biasa ngurus yang beginian. Kalau mau makan apa pun, tinggal ambil ke dapur," sahut Delima.
"Nanti ajarin aku masak, ya. Aku cuma bisa masak beberapa makanan," pinta Delima.
"Boleh."
Setelah selesai mengurus belanjaan yang berhubungan dengan dapur. Delima dan Ardan berpindah ke ruang keluarga. Mereka mengeluarkan baju dan sendal yang dibeli tadi siang.
"Ih, aku baru sadar, ternyata beli bajunya kebanyakan," kata Delima merasa tak enak.
"Engga lah. Engga kebanyakan ini. Lagian ini biar kamu bisa gonta ganti baju sampe lahiran nanti. Soalnya setelah kerja nanti, aku bakal susah buat nemenin kamu belanja keluar. Paling cuma bisa sebulan sekali, buat kita beli stok belanja bulanan," jelas Ardan.
Ardan menyalakan televisi, tampak berita tentang destinasi wisata. Tiba-tiba, Ardan mendapat ide.
"Besok kita ke sana, yuk. Sekalian bulan madu," usul Ardan.
Wajah Delima memerah mendengar usulan Ardan.
"Bukan, bukan bulan madu yang itu. Maksudnya, kita liburan aja gitu sebagai tanda hadiah jadi pengantin baru," kilah Ardan yang paham arah pikiran Delima.
"Emang kamu takut apa malu, sih? Kok mukanya ampe merah gitu," goda Ardan.
"Ih, Kak Ardan ngeselin, ah." Delima pun pergi meninggalkan Ardan yang terkekeh karena berhasil menggoda Delima.
"Del, Adel. Masih polos, kok, pikirannya udah ke mana-mana," kelakar Ardan.
"Bodo amat." Delima menutup pintu kamar dengan kencang.
Ardan tertawa terbahak-bahak mendapat respon dari Delima.
"Salah sendiri, jadi terjebak seumur hidup ama aku kan sekarang," batin Ardan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments