Dokter Kandungan

Ardan terbangun dari tidur oleh suara bunyi pesan masuk di ponselnya. Dia meraih ponsel dan melihat isi pesan tersebut. Segera ponsel dia letakkan ke atas meja, setelah membaca siapa pengirimnya.

"Dasar temen kampret. Tadi Aden, sekarang Serlan, sibuk minta dibawain oleh-oleh mulu," sungut Ardan.

Ardan tak melanjutkan tidurnya, rasa kantuknya hilang setelah terganggu bunyi pesan masuk yang datang terus menerus.

Dia pun beranjak dari sofa, bergegas ke kamar mandi karena merasakan desakan untuk buang air kecil. Setelah keluar dari kamar mandi, tampak kelegaan dari wajahnya.

Delima yang baru bangun dari tidur, langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, dia membaca camilan ke ruang keluarga, dia pun duduk di depan tv.

Dia menonton tv sambil menikmati makanannya. Ardan yang baru keluar dari kamarnya, segera bergabung dengan Delima.

Mereka melihat sebuah iklan tentang acara pameran seni yang akan diadakan di kota tempat tinggalnya Delima. Delima pun merasa tertarik dengan tayangan tersebut.

"Kak, kalo besok kita ke situ, sekalian nganter oleh-oleh ke rumah ayah mama, boleh?" tanya Delima penuh harap.

"Boleh. Tapi, setelah itu, kita bakal lama buat jalan-jalan ke depannya nanti. Soalnya aku bakalan sibuk kerja," jawab Ardan.

"Engga papa. Seminggu ini udah puas jalan-jalan, kok. Nanti aku khusus diem di rumah aja," balas Delima seraya tersenyum memperlihatkan giginya.

"Nanti malam kita siapin oleh-oleh buat ayah sama mama. Biar engga repot bawanya, juga biar engga ketuker sama oleh-oleh buat temen kantor aku, dan temen kamu," kata Ardan mengingatkan.

"Oke, Kak." Delima meletakkan tangannya di pelipis, persis seperti saat upacara menghormat pada tiang bendera.

Setelah menghabiskan semua camilan, Delima membawa bekas wadahnya ke dapur. Tak lupa, dia membuatkan segelas teh dan setoples biskuit untuk Ardan.

Delima membawakan minuman dan biskuit dengan sebuah nampan. Diletakkannya di atas meja persis di depan Ardan.

"Terima kasih. Oh iya, Del, besok sebelum berangkat ke tempat ayah, kita cari dokter kandungan buat kamu, ya," celetuk Ardan sambil mencomot sebuah biskuit.

"Dokter kandungan? Bukannya udah ada Dokter Revan?" tanya Delima bingung.

"Kejauhan kalo setiap periksa kandungan harus ke Dokter Revan, Del. Takutnya pas kamu lagi sakit atau saat genting, beliau lagi sibuk atau semacamnya. Jadi, kita cari yang deket sini," jelas Ardan.

"Oh gitu. Terserah Kak Ardan aja kalo gitu. Aku ngikut aja," sahut Delima manut.

"Kalau sama Bu Bidan di depan komplek sana mau, engga? Biar kamu lebih leluasa juga karena sesama perempuan. Jadi, pas pemeriksaan bulanan, kita di bidan dulu. Kalo pas USG atau mau lahiran baru ke RS, atau minta pendampingan Dokter Revan," usul Ardan.

"Boleh, Kak. Biar pas cek bulanan, engga jauh datenginnya. Tapi, aku belum punya buku pink-nya," balas Delima.

"Besok kita urus. Kalo bisa dapet bukunya di sini, kita urus di sini aja. Kalo engga bisa, kita minta bantuan Dokter Revan," sahut Ardan.

"Oke, kalo gitu. Aku mau mandi dulu ya," kata Delima seraya berdiri meninggalkan sofa yang didudukinya tadi.

Dia pun pergi ke kamarnya, mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mandi. Delima keluar dari kamarnya, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di sudut dapur.

Segera dia masuk dan menyalakan air pancuran. Merasakan sensasi air yang mengalir di tubuhnya yang lelah, sehingga membuatnya merasa lebih rileks.

Delima membiarkan air mengalir sambil memikirkan kegiatan-kegiatan yang ingin dilakukannya besok hari. Dia merencanakan untuk melakukan beberapa kegiatan yang menyenangkan, seperti pergi ke pameran seni. Juga, mengunjungi beberapa temannya dan memberikan oleh-oleh.

Setelah selesai mandi, Delima merasa segar. Dia pun menuju ke kamarnya untuk sedikit berdandan. Dilihatnya, Ardan masih asik menonton tv dan memakan biskuit.

"Kak, mandi dulu gih. Udah sore banget ini. Nanti kita sholat bareng lagi, ya," kata Delima sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

"Iya, sebentar lagi. Mau abisin teh sama biskuitnya dulu," sahut Ardan yang masih tak bergerak dari tempat duduknya.

"Ih, cepetan, Kak. Biar abis ini, kita beresin oleh-oleh. Jadi, nanti malam kita tinggal istirahat aja," desak Delima.

Ardan dengan muka cemberut menuruti permintaan Delima. Dia pun melangkah ke kamar dengan gontai. Diambilnya handuk dan baju ganti, lalu membawanya ke kamar mandi.

"Kak, di luar ada yang jual mie ayam. Mau mesen, engga?" tanya Delima lagi.

"Pesen aja. Buat aku 2 mangkok, banyakin sayur sama saosnya," sahut Ardan sebelum masuk ke kamar mandi.

Delima pun mengangguk. Segera dia ke kamar untuk menyisir rambut dan memakai bedak. Diambilnya mangkuk yang ada di dapur, tak lupa membawa dompet untuk bayar nantinya.

"Mang, mie ayamnya 4 porsi, ya," kata Delima seraya meletakkan mangkok ke gerobak mie ayam.

"Iya, Neng. Neng orang baru di sini, ya? Mamang baru lihat," kata penjual mie ayam seraya memasukkan mie ke dalam kuah panas.

"Iya, Mang. Baru beberapa hari tinggal di sini. Itu 2 mangkok, engga usah pake sayur. Banyakin ayam sama saosnya aja. Terus, 2 mangkok lagi, banyakin sayur sama saosnya, sama bungkusin 1 porsi pentol kuahnya," pesan Delima.

"Banyak banget mesennya, Neng. Banyak orang ya di rumah?"

"Engga, cuma saya sama suami. Kebetulan kami emang porsi makannya gede," sahut Delima ramah.

Penjual mie ayam pun memberikan pesanan Delima. Setelah dibayar, segera Delima membawa masuk pesanannya, dan meletakkannya di meja dapur.

Dia pun menata mangkok yang berisi mie ayam ke meja makan. Dituangkannya, pentol kuah tadi ke dalam mangkok yang berbeda.

Ardan yang baru selesai mandi, segera duduk di meja makan karena tergoda akan wangi mie ayam. Sigap Delima memberikan sendok dan garpu kepada Ardan.

"Enak banget ini. Del, tolong ambilin sambal yang ada di lemari rak atas dong," pinta Ardan.

"Ini, Kak." Delima menyerahkan botol saos sambal pada Ardan.

"Di sini harga mie ayamnya murah, ya, Kak. Masa, aku beli segini banyak cuma abis 50 ribu," kata Delima sambil menyuap mie ayam miliknya.

"Kalo yang gerobakan emang murah. Enak juga rasanya. Nah, yang kamu beli tadi itu, udah jualan lama di sini." Ardan berdiri mengambil air dingin di kulkas.

"Pantesan mamang mie ayamnya tau, kalo aku orang baru di sini," balas Delima.

"Terus, kamu jawab apa tadi?"

"Kubilang aja baru beberapa hari tinggal di sini. Terus ditanya lagi, banyak pesenan, orang rumah banyak, ya?" Delima diam sejenak.

"Aku jawablah, engga, cuma berdua sama suami," lanjut Delima.

"Terus terus?"

"Mamangnya kayak kaget gitu. Dia kira aku belum nikah." Delima terkekeh.

"Ya kan, kamunya masih muda banget. Makanya dikira mamangnya masih gadis. Pasti tadi tu, dia ada niat mo ngenalin kamu ama anaknya," kelakar Ardan.

Delima tertawa lepas mendengar ucapan Ardan. Dipukulnya lengan Ardan beberapa kali. Ardan hanya mengusap lengannya, sambil tertawa menanggapi respon Delima.

"Ayo habisin makanannya. Biar kita langsung beresin oleh-oleh. Kalo selesai cepet, kita nginap ke rumah ayah mama," kata Ardan yang membuat Delima sukses kegirangan.

"Oke. Janji, ya." Delima mengulurkan jari kelingkingnya."

"Oke." Ardan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Delima, tanda berjanji.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!