Perjalanan Pulang

Delima dan Bu Reni menata makanan di meja. Rupanya untuk persiapan makan siang. Ikan nila goreng dengan guyuran saos asam manis tampak terhidang di piring, membuat air liur siap menetes.

Ardan, Radian, dan Pak Arya lekas mengambil posisi di kursi mereka masing-masing. Delima dengan cekatan menyendokkan nasi ke piring Ardan. Tak lupa, mengambilkan seekor nila saos asam manis ke piring Ardan pula.

"Ini sayur apa, Ma?" tanya Radian sambil menyendok sayur yang ada di hadapannya.

"Capcay itu. Kebetulan ada stok sayur, yaudah Mama bikin itu aja," sahut Bu Reni sambil menarik kursi untuknya duduk.

"Oh gitu. Biasanya engga pake bakso," sahut Radian lagi.

"Bakso sisa kemarin. Sayang banget kalo cuma disimpan," kata Bu Reni.

"Emang kemarin bikin bakso, Ma?" tanya Delima.

"Iya. Itu Bu Resno jualan bakso yang ditimbang. Mama beli deh, tinggal bikin mie sama kuahnya aja. Jadi, bakso kuah," balas Bu Reni sambil memakan ikan nila buatannya.

"Ih, kalo tau Mama punya bakso, aku juga mau," kata Delima.

"Nanti sebelum pulang, kamu beli aja di Bu Resno. Masih punya banyak stok kayanya dia," kata Pak Arya.

Delima mengangguk setuju. Untuk dibawa pulang sebagai persediaan makanan boleh juga, pikirnya.

Ardan mengambil nasi lagi, rupanya masakan Bu Reni sungguh sesuai dengan seleranya. Makan bersama keluarga, membuat nafsu makannya jadi naik.

"Ayo, Dan, tambah lagi. Mumpung Mama bikin makanannya porsi jumbo," ucap Radian.

"Ini juga udah nambah berkali-kali," sahut Ardan.

"Masakan Mama sesuai selera kamu engga, Nak Ardan?" tanya Bu Reni.

"Enak, Ma. Cocok banget di lidah aku. Rasanya sama kayak buatan nenek di kampung," jawab Ardan sumringah.

"Syukur kalo cocok. Ayo tambah lagi," tawar Bu Reni sambil menyodorkan ikan nila ke arah Ardan.

Sedangkan Delima sibuk menyendokkan sayur capcay ke dalam piringnya. Sesekali mengambil saos asam manis yang ada di piring ikan nila.

"Jangan cuma saosnya dong, Del. Ambil ikannya juga," tegur Bu Reni.

"Enakan saos asam manis dicampur nasi ditambah sayur capcay, Ma," sanggah Delima sambil menyuap nasi ke mulutnya.

Pak Arya menggelengkan kepala melihat kelakuan anak perempuannya. Nafsu makannya meningkat drastis setelah menikah.

"Padahal ya, Dan. Delima mana suka makan sayur sayur begitu. Paling banter juga makan sayur yang ada dalam risol atau pastel," ungkap Radian pada Ardan.

"Bawaan hamil kali, ya," sahut Ardan pelan pada Radian.

Radian menganggukkan kepalanya sambil melirik Delima yang masih saja sibuk makan.

"Ini nanti sekalian aja dibawa pulang sayur ama ikannya, Del. Biar kamu puas makannya," celetuk Radian pada Delima.

"Wah, boleh boleh," sahut Delima antusias.

Sedangkan Bu Reni yang mendengarnya hanya bisa tersenyum. Anak perempuannya kini sangat suka makan. Apa saja makanannya, selalu ingin dibawa pulang.

"Tapi dijamin abis dimakan engga? Ini pisang goreng yang dicocol sambal aja belum dibungkus, nih," tanya Bu Reni.

"Abis kok, Ma. Orang masakannya enak begini. Kalo engga abis, ada yang bantu kok," sahut Delima sambil melihat ke arah Ardan.

"Haduh, bisa menggendut ini aku," keluh Ardan sambil menepuk dahinya.

Sontak keluarga Pak Arya tertawa dengan reaksi Ardan. Karena memang, setiap makanan yang tak dihabiskan Delima, selalu dia yang menghabiskannya. Terlihat perutnya jadi agak membuncit, berbeda saat sebelum menikah yang perutnya masih datar.

***

Delima mencium tangan ayah dan ibunya, berpamitan untuk pulang ke rumahnya yang baru. Ardan pun lantas mengikuti jejak Delima untuk bersaliman dengan mertuanya.

Radian pun tampak hadir untuk melepas adiknya yang akan pulang. Segera Delima menghampiri Radian, lalu memeluk kakak satu-satunya itu.

"Kak Ardan, jagain ayah sama mama, ya. Sesekali bawa perempuan ke rumah. Kasian, nanti dikira jomblo akut mulu," ujar Delima.

"Iya. Eh, tunggu dulu. Jomblo? Berani ya ngatain abang sendiri begitu!" seru Radian.

Delima lekas berjalan menuju mobil, lalu masuk ke dalamnya. Dia melambaikan tangan kepada orang tuanya. Tak lupa menjulurkan lidah untuk meledek kakaknya.

Mobil melaju perlahan, Pak Seno cepat mendorong pintu gerbang untuk dilalui mobil Ardan. Setelah keluar dari area halaman rumah, Ardan mempercepat laju mobil.

Tampak Delima mulai memejamkan mata di kursi sampingnya. Rupanya, dia merasa ngantuk akibat makan terlalu banyak.

Ardan menghentikan mobilnya sebentar untuk membeli beberapa makanan di pinggir jalan. Delima yang tertidur lelap, tak terganggu sama sekali dengan mobil yang tak melaju di jalan.

Ardan masuk ke dalam mobil sambil menenteng beberapa plastik makanan. Dia menutup pintu mobil dengan perlahan. Takut kalau-kalau akan mengganggu tidur nyenyak Delima.

Delima mengejapkan mata beberapa kali saat terbangun dari tidurnya. Tampak Ardan masih menyetir di sampingnya.

"Masih jauh ya, Kak?" tanya Delima setelah menguap.

"Sebentar lagi, kok. Kalo masih ngantuk, tidur aja lagi. Nanti aku bangunin," sahut Ardan lembut.

"Engga, ah. Kasian Kak Ardan sendirian, ga ada temen ngobrol," balas Delima.

"Mumpung kita masih di jalan. Kalo ada yang mau dibeli bilang aja, ya. Soalnya kalo udah sampe rumah, aku mau langsung istirahat aja. Kemungkinan bakal manggil tukang urut," ujar Ardan memberi tahu.

"Oke, Kak. Emm ... paling nanti kita singgah di minimarket dekat komplek Kak Ardan aja. Aku baru inget, kalo sabun muka aku mau abis," kata Delima.

"Oke. Kalo makanan, ada yang mau dibeli?"

"Belum tau. Nanti sambil liat-liat di jalan aja," sahut Delima.

"Oh, iya. Tadi Kakak beneran bantuin mama bikin pisang goreng yang dicocol sambal itu?" tanya Delima penasaran.

"Iya. Emang kenapa, Del?"

"Engga. Cuma nanya aja, sih. Jadi, nanti aku minta ajarin masak pisang gorengnya sama Kak Ardan aja," imbuh Delima sumringah.

"Boleh. Asal di waktu senggang, bakal kuajarin, deh," sahut Ardan sambil menyalakan lampu sein mobil.

"Itu Kak Ardan nyalain lampu sein dua-duanya buat apa, sih? Kan kalo cuma nyalain sebelah kiri, tandanya belok kiri. Nah, kalo nyala keduanya artinya apa?" tanya Delima heran.

"Ini namanya lampu hazard. Fungsinya sih macam-macam. Bisa buat darurat, dll. Tapi, aku pake sekarang tu fungsinya biar pengendara di belakang jangan ngenyalip kita dari posisi kiri atau kanan. Karena di depan kita sedang ada kecelakaan," jelas Ardan.

"Hah, ada kecelakaan di depan?" Delika terkejut dengan perkataan Ardan.

"Kamu tutup mata, ya. Biar engga liat kecelakaannya," perintah Ardan pada Delima.

Delima segera mengangguk. Dia langsung memejamkan matanya cepat. Sembari tangannya mengelus perutnya yang terasa kram. Mungkin karena efek terkejut dan takut, Delima merasakan mulas di perutnya.

"Kak, udah belum?" tanya Delima tegang.

"Udah. Kamu bisa buka mata sekarang," sahut Ardan.

Delima mengembuskan napas perlahan. Perutnya terasa lebih baik sekarang. Tak lagi terasa sakit atau pun kram. Mungkin benar karena akibat dia merasa panik mendengar ada kecelakaan.

"Kamu engga papa? Kok keringet dingin begitu," tanya Ardan khawatir.

"Engga papa, Kak. Aku emang kadang terkena serangan panik kalo denger ada kecelakaan. Soalnya dulu pas kecil pernah kecelakaan. Jadi, aku kayak trauma gitu," ujar Delima menjelaskan.

"Minum dulu kalo kayak gitu." Ardan menyodorkan botol air mineral pada Delima.

Delima menerima air yang diberikan Ardan. Sebotol air mineral tandas diteguk Delima dengan cepat.

"Kita istirahat di depan sana. Kebetulan kamu bilang tadi mau singgah di minimarket di dekat komplek, 'kan?" ujar Ardan.

Delima mengangguk. Dia menyandarkan badan ke kursi mobil. Mencoba merilekskan tubuh yang sempat menegang tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!