Ardan merebahkan diri ke kasur. Perjalanan dengan mobil dari tadi siang, masih menyisakan pegal di badannya.
"Duh, badanku. Harus minta diurut nanti nih pasti," gumam Ardan sambil memijit lengannya yang terasa pegal.
Tok tok tok!
Suara ketukan di pintu membuat Ardan harus bangun dari posisinya. Segera dia membukakan pintu.
"Loh, Del, ada apa?" tanya Ardan, saat melihat Delima ada di depan pintu.
"Anu, ini aku mau ngasih teh hangat buat Kak Ardan. Pasti capek nyetir terus. Tadi di rumah juga istirahatnya bentaran doang." Delima menyerahkan nampan yang berisi teh hangat, juga pisang goreng yang panas.
"Terima kasih, Del. Kamu mau makan pisang gorengnya juga?" tawar Ardan.
"Engga, Kak. Aku mau langsung tidur aja," sahut Delima seraya pergi meninggalkan Ardan.
Ardan menutup pintu, lalu meletakkan nampan ke atas meja.
"Ternyata, gini ya rasanya diperhatiin. Enak juga," batin Ardan. Dia pun mengambil sepotong pisang goreng dan memasukkannya ke mulut.
Setelah teh dan pisang goreng tandas, Ardan pun membersihkan wajah dan kakinya di kamar mandi. Lalu, dia pun tidur dengan lelap.
Keesokan harinya, Ardan terbangun karena mendengar suara ketukan di pintu. Saat pintu terbuka, tampak Delima sudah berdiri di depan pintu kamar.
"Ada apa, Del?" tanya Ardan dengan wajah bantal.
"Sudah jam 7, Kak. Ayo cepet mandi, biar kita bisa sarapan bareng sama yang lain," kata Delima.
"Hah, jam 7? Aku mandi dulu kalo gitu."
Ardan segera mandi, tak menyangka kalau dia akan bangun kesiangan. Bahkan kesiangannya malah di rumah mertua pula. Malunya.
Dia pun segera menuju ke meja makan. Tampak semuanya tengah menunggu dirinya untuk makan bersama.
"Duduk di sini, Kak," kata Delima seraya menunjuk kursi yang ada di sampingnya.
"Kok, belum pada makan? Karena nungguin aku, ya?" tanya Ardan merasa tak enak.
"Ah, engga, kok. Ini lagi nunggu mamanya Delima bawain sambal baby cumi," sahut Pak Arya.
"Santai aja, Dan. Kami juga paham kalo elu kecapekan, kok. Engga masalah kalo bangun kesiangan sesekali," kata Radian.
"Nah, ini sambal baby cumi spesialnya," kata Bu Reni, seraya meletakkan semangkuk besar sambal babyi cumi di atas meja makan.
"Uwaaah, udah lama engga makan sambal baby cumi buatan Mama. Ayo, Kak Ardan cobain, deh. Ini asli enak banget bikinan Mama aku," kata Delima memuji masakan ibunya.
Ardan pun mengangguk, dia memberikan piringnya pada Delima. Segera Delima menyendokkan nasi dan juga sambal bayi cumi ke piring Ardan.
"Wah, ini bener bener enak, Ma. Nanti minta resepnya boleh?" tanya Ardan.
"Boleh. Buat apa? Kamu mau masak sendiri?" tanya Bu Reni.
"Iya. Jadi, kalo Delima kangen sama sambal buatan Mama, aku bisa bikinin," kata Ardan.
"Delima jangan terlalu dimanjain, Dan. Kebiasaan nanti," tegur Radian.
"Engga papa lah, Bang. Namanya juga Delima baru kali ini kepisah sama Mama, pasti bakalan sering kangen masakan rumah," kata Ardan membela.
Bu Reni dan Pak Arya tersenyum mendengar ucapan Ardan.
"Tapi, bener loh apa yang dibilang Radi. Kamu jangan terlalu manjain Delima, keenakan nanti dia," sahut Pak Arya.
"Iya, Yah. Nanti pas aku bikin sambal baby cumi, sekalian aku ajarin dia masaknya," sahut Ardan tersenyum.
Saat yang lain sibuk membahas dirinya, Delima lebih sibuk dengan makanan yang ada di hadapannya. Dia terus menyendokkan nasi ke mulutnya dengan lahap.
"Lihat tuh, yang diomongin malah sibuk makan. Ayo kita makan juga," kata Bu Reni.
Ardan melirik Delima yang ada di sampingnya. Delima benar-benar tak memerdulikan apa pun. Sepertinya nafsu makannya benar-benar melonjak tinggi semenjak hamil.
***
"Kami berangkat dulu ya, Ma, Yah," pamit Ardan sambil mencium tangan kedua orang tua Delima.
"Iya, hati-hati di jalan," sahut Pak Arya.
"Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya, ya," pesan Bu Reni.
"Siap, Ma."
"Yuk, Kak, kita berangkat," kata Delima sambil menenteng beberapa paper bag berwarna merah muda.
"Loh, kamu mau bawain oleh-oleh buat siapa, Del?" tanya Radian saat keluar dari rumah.
"Buat temen-temen aku. Kami udah janji ketemuan di pameran seni," kata Delima seraya meletakkan paper bag ke kursi belakang.
Delima dan Ardan pun masuk ke dalam mobil. Mobil bergerak perlahan meninggalkan halaman rumah. Segera Pak Seno menutup gerbang rumah saat mobil sudah tak terlihat lagi di jalanan.
"Kak, nanti kita mampir sebentar ke kedai pisang keju sama roti bakar yang ada di pertigaan, ya," pinta Delima.
"Emangnya belum kenyang? Tadi kan makannya udah banyak?" tanya Ardan.
"Kenyang, sih. Tapi mulut tuh rasanya asem, mau ada yang dicemil," kilah Delima.
"Yaudah, nanti kita berhenti di pertigaan di depan sana," ujar Ardan.
"Yeay." Delima terlihat senang mendengar jawaban Ardan.
Ardan tersenyum melihat Delima bersorak kegirangan. Bagaimana pun juga, dia masih remaja yang menginginkan kesenangan.
Laju mobil diperlambat ketika telah tiba di parkiran. Segera Ardan memarkirkan mobil miliknya. Dia dan Delima pun langsung menuju ke pameran yang ada di dalam gedung.
"Janjian sama temen-temen jam berapa?" tanya Ardan.
"Jam 9-an. Tapi, kayaknya pada belum datang," sahut Delima lirih.
"Yaudah, kita lihat-lihat dulu. Siapa tau ada yang cocok dan mau kamu beli," kata Ardan menenangkan.
Mereka pun berkeliling untuk melihat-lihat barang-barang yang dipamerkan. Bukan hanya barang kesenian, ada juga yang menjual pernak pernik, bahkan ada juga yang menjual makanan di sana.
"Ada yang mau kamu beli, Del?" tanya Ardan.
"Engga, Kak. Aku mau lihat-lihat yang lain dulu," sahut Delima.
"Adel!" seru seseorang dari arah belakang Ardan.
"Temen-temen. Ya ampun, aku kangen banget sama kalian." Delima segera memeluk teman-temannya.
"Kamu tuh yang engga ada kabar lagi. Tiba-tiba nikah, terus ilang kayak ditelan bumi. Semalam aja aku kaget, kamu tiba-tiba nge-chat di grup," sungut Erina—teman Delima.
"Aduh, aduh, maaf ya," pinta Delima sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang rapi.
Mereka pun beranjak meninggalkan gedung pameran. Delima membagikan oleh-oleh pada temannya, saat sudah berada di taman.
"Wah, lucu banget brosnya," puji Elin.
"Iya. Kaosnya juga lucu," lanjut Dera.
Ardan tersenyum melihat interaksi Delima dan teman-temannya. Dia sengaja untuk tidak ikut bergabung, dan lebih memilih menunggu di mobil. Agar Delima bisa lebih leluasa bercerita dan bersenda gurau bersama teman-temannya.
"Kak, temen-temen aku mau kenalan sama Kakak," panggil Delima.
Ardan pun turun dari mobil, lalu berjalan mendatangi Delima.
"Nah, ini yang rambut pendek namanya Dera, yang sipit ini namanya Elin, kalo yang idung mancung ini namanya Erina." Delima memperkenalkan teman-temannya.
"Ardan." Ardan mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Jadi, kalian ini udah lama temenan?" tanya Ardan.
"Kami temenan dari SD," sahut Erina.
"Wah, udah lama banget," ujar Ardan takjub.
"Anu, kalo boleh kenalin dong sama temennya Kakak. Siapa tau aja yang nyantol. Sama kayak Delima," harap Dera sambil malu-malu.
"Hih, genit ya kalian. Panggil suami aku ini "Om", panggilan kakak itu cuma buat aku," sela Delima.
"Hilih," sahut Dera dan Elin bersamaan.
"Kamu tuh yang kudunya ganti nama panggilan. Suami kok dipanggil kakak," ucap Erina mengejek.
Delima pun mencubit bahu Erina, hingga Erina memilih bersembunyi ke belakang Elin.
"Udah, udah. Nanti ya, bakalan kukenalin sama temen yang masih single," ujar Ardan menahan tawa melihat kelakuan Delima dan teman-temannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments