Ardan mengganti channel televisi menggunakan remote. Sesekali, mengambil cemilan yang ada di atas meja.
"Kamu mau jalan-jalan engga, Del? Mumpung masih sore?" tanya Ardan.
"Mau sih, Kak. Tapi, rebahan gini lebih enak," sahut Delima yang posisinya tengah menyandar di sisi kasur.
"Yaudah, kalo gitu kita santai di kamar aja. Ada yang mau kamu tonton engga?"
"Nonton kartun aja, yuk. Sinetron pada aneh-aneh," balas Delima seraya mengambil remote tv yang ada di tangan Ardan.
"Terserah aja." Ardan berdiri menuju kulkas mini. Mengambil air dingin beserta beberapa camilan tambahan.
"Ini, kita pas balik ke rumah, timbangan pasti naik. Makan mulu di sini," ucap Delima seraya terkekeh.
"Engga papa, dong. Biar ayah sama mama mikir, kalo kamu bahagia karena nikah sama aku," sahut Ardan sambil memakan stik kentang.
"Aku emang bahagia, kok. Kak Ardan baik dalam memperlakukan aku. Pengertian dan perhatian," ujar Delima sambil tangannya mencomot stik kentang yang ada di pangkuan Ardan.
"Aih, jadi besar bajuku dipuji begitu." Ardan tertawa.
"Ih, aku serius loh ini. Kalau orang lain, mungkin aku udah dicuekin, atau langsung ditinggal kabur," sahut Delima lirih.
Ardan menatap Delima lama. Tampak ketulusan terpancar di sana. Dia mengelus rambut Delima lembut.
"Brenti mikir kayak gitu. Jalani yang sekarang. Toh, ini pilihan kamu, 'kan."
Delima mengangguk. Ini memang jalan yang dia pilih. Kalau dia bercerita dari awal, sudah barang tentu bukan begini hasilnya. Menyesal pun sudah terlambat.
Mereka berdua pun terdiam. Menikmati tontonan yang ada di televisi. Melihatnya dengan tenang dan senyap.
Tanpa terasa, waktu petang pun datang. Segera, Ardan beranjak menuju ke kamar mandi.
"Mau ke mana?"
"Kamar mandi. Udah mau magrib ini. Mau sholat," jawab Ardan.
Ardan keluar dari kamar mandi. Terlihat air menetes dari wajahnya, begitu pula dengan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Mau sholat bareng?" tawar Ardan.
Delima mengangguk, lalu dia mematikan televisi. Melangkah cepat ke kamar mandi untuk berwudhu.
Ardan dan Delima pun menggelar sajadah. Mukena putih dipakai Delima dengan cepat. Mereka pun sholat berjama'ah bersama.
Setelah berdoa selesai, Ardan membalikkan badannya ke arah Delima. Delima pun mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Ardan.
Terharu, itulah yang dirasakan Ardan. Dia segera meletakkan tangan di atas kepala Delima, lalu membacakan berdoa.
"Ini pertama kalinya kita sholat bareng ya, Kak." Delima bersuara memecahkan keheningan.
"Iya. Biasanya kita sendiri-sendiri di kamar," sahut Ardan sambil melipat sajadah miliknya.
Delima melepaskan mukena miliknya. Lalu, memasukkannya ke dalam tas kecil. Dia pun duduk kembali di atas kasur.
"Kamu mau makan di kamar atau di luar?" tanya Ardan.
"Emm ... makan di luar aja, yuk. Mau liat pemandangan pas malam."
"Oke, kalau gitu."
Ardan dan Delima pun keluar dari kamar hotel tempat mereka menginap. Mencari makanan untuk makan malam, sekaligus jalan-jalan.
Mereka pun memilih singgah di cafe dekat tepi pantai. Suasananya begitu nyaman dan tenang.
"Aku mau makan nasi goreng seafood," pesan Delima.
"Engga papa, nih? Tadi siang aja kamu mual pas nyium bau seafood?" tanya Ardan khawatir, takut kalau Delima akan lemas seperti kejadian tadi siang.
"Engga kayaknya. Soalnya tiba-tiba, aku kepengen banget makan nasi goreng seafood," jelas Delima.
Ardan pun mengangguk paham, mungkin lagi-lagi bawaan si bayi. Dia pun akhirnya memesan makanan juga.
"Nasi goreng seafood 1, cumi saus padang 1, sama es teh 2, ya, Kak," kata pelayan memastikan.
"Sama es jeruk 1," pinta Delima.
"Baik, tambahannya es jeruk 1. Ditunggu, ya, Kak. Nanti akan kami antarkan," kata pelayan cafe lagi.
Ardan mengangguk, lalu berkata, "Yakin minum es jeruk malam-malam begini? Kalo sakit perut gimana?"
"Engga papa, Kak. Biar lemak jahatnya dikalahin si jeruk," kilah Delima seraya tersenyum manis.
Ardan menghela napas, menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal. Ada-ada saja kelakuan ibu hamil di depannya ini, pikirnya.
Mereka pun memakan hidangan yang telah diantarkan oleh pelayan cafe. Alih-alih menghabiskan makanan miliknya, Delima malah suka meminta makanan Ardan.
"Kenapa? Engga suka nasi gorengnya?"
"Suka, kok. Tapi, lebih enakan makanan punya Kakak," sahut Delima.
Ardan pun mengalah, memberikan makanan miliknya. Lalu, memakan nasi goreng seafood milik Delima yang hampir sama sekali tak tersentuh.
"Untung lagi hamil. Kalau engga, udah kujitak kamu, Del," gumam Ardan.
"Eh, kenapa, Kak?"
"Engga, engga papa. Ini, nasi gorengnya enak."
Selesai makan, Ardan dan Delima pun lebih memilih untuk kembali ke hotel. Sepertinya, beristirahat lebih awal merupakan pilihan tepat.
Ardan mengambil bantal dan guling, lalu membawanya ke sofa. Delima yang melihat itu bingung.
"Kak Ardan kok tidur di sofa? Kenapa engga di kasur?"
"Di sini aja. Kamu tidur di kasur. Biar kamu nyaman, pasti kamu belum terbiasa buat tidur berdua, 'kan," jawab Ardan.
"Tapi, kan kasian Kakak?" Tatap Delima kasihan.
"Kalo tidur seranjang, terus aku khilaf, gimana hayo?" tanya Ardan.
"Eh, emmm ... yaudah, Kakak tidur di situ aja," jawab Delima cepat.
"Hahaha. Udah tau takut, malah nawarin tidur berdua. Dasar kamu tuh," goda Ardan.
"Ya, kan aku kasian liat Kak Ardan tidur di sofa. Ta—tapi, aku juga takut kalo diapa-apain," sahut Delima.
"Udah tidur aja. Aku engga bakal ngapa-ngapain kamu, kok." Ardan pun merebahkan diri di sofa, lalu menutupi tubuhnya dengan selimut.
Delima memilih untuk segera tidur. Seharian beraktivitas, membuatnya cepat tertidur lelap. Ardan menatap Delima yang tengah tertidur nyenyak.
"Akh, gimana mau engga khilaf. Kalau dikasih pemandangan kayak gini," batin Ardan. Segera dia pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya.
"Bisa mati muda kalo begini terus," ucap Ardan saat di kamar mandi.
"Engga, engga. Tahan Ardan. Kamu engga boleh mencampuri perempuan yang lagi hamil. Kamu lelaki tangguh," ujar Ardan dirinya sendiri.
Segera saja, Ardan mandi untuk membersihkan diri dari aktivitasnya tadi. Guyuran air dingin, membuat pikirannya bisa kembali jernih.
Saat keluar dari kamar mandi, sebuah pesan masuk ke ponsel Ardan.
[Hai, gimana kabarnya? Kapan masuk kerja lagi?]
Begitulah isi dari pesan tersebut. Pesan yang dikirim oleh perempuan yang sempat dekat dengan Ardan.
Ardan memilih untuk mengabaikan pesan tersebut. Dia pun tertidur dengan lelapnya. Tak ingin memikirkan soal si pengirim pesan.
Keesokan harinya, ada beberapa pesan yang masuk lagi. Tetapi, Ardan kembali mengabaikannya. Dia ingin fokus berliburan, karena sebentar lagi masa cutinya habis.
"Mau nyoba naik banana boat, engga?" tanya Ardan pada Delima.
"Mau," sahut Delima antusias.
"Oke, siap-siap kalo gitu. Tapi, sebelum main, harus makan dulu, ya," ujar Ardan.
"Makan di warung tenda yang kemarin, ya, Kak. Di sana enak," balas Delima.
"Oke," kata Ardan sambil mematikan daya ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments