Setelah puas bertemu dengan teman-temannya, Delima pun berpamitan untuk pulang.
Segera Delima mengajak Ardan untuk ke mobil. Dia merasa senang, akhirnya bisa bertemu dan bermain dengan teman-temannya.
"Mau ke mana lagi?" tanya Ardan.
"Kita pulang aja, Kak. Jadi, bisa santai pas mau pulang nanti," sahut Delima.
"Engga ada makanan yang mau dibeli?" tanya Ardan lagi.
"Engga. Udah kenyang, mulut udah engga asem lagi," jawab Delima yakin.
Ardan menarik tuas persneling, mobil mulai melaju meninggalkan area parkir. Kecepatan mulai dinaikkan saat sudah mencapai jalan beraspal.
"Del, Bang Radi tu punya pacar engga?" tanya Ardan penasaran.
"Engga. Dia jomblo akut. Emang kenapa?"
"Soalnya kulihat, dia engga pernah main keluar. Cuma sibuk kerja, terus pulang ke rumah. Kirain punya pacar, jadi lebih menjaga pandangan gitu," sahut Ardan.
"Mana ada yang begitu. Dia kan orangnya slenge'an, emosian pula. Mana ada cewek yang tahan sama sifat dia. Nunggu keajaiban, sampai ada yang mau ama dia," balas Delima.
"Engga boleh gitu. Masa sama abang sendiri ngomong begitu," tegur Ardan.
"Ih, beneran. Terakhir bawa pacar tu dulu pas masih baru masuk kerja. Setelah itu, engga pernah lagi. Ceweknya pada engga tahan sama sifatnya," sanggah Delima.
Tak terasa, mereka pun sampai ke kediaman keluarga Arya Wijaya. Mobil tepat dihentikan di depan halaman rumah.
Delima langsung masuk ke rumah, lalu menuju dapur —tempat ibunya berada—. Disusul oleh Ardan yang membawakan kue yang dibeli Delima di kedai dekat pertigaan pagi tadi.
"Loh, kok udah pulang? Engga seru acaranya?" tanya Bu Reni.
"Seru, kok, Ma. Tapi, aku udah puas mainnya, udah ketemu sama temen-temen juga. Terus badan rasanya capek karena kelamaan jalan keliling," sahut Delima seraya mendudukkan diri ke kursi.
"Oh, gitu. Itu kamu bawa apa, Nak Ardan?" tanya Bu Reni yang melihat Ardan meletakkan plastik hitam ke atas meja.
"Pisang keju sama roti bakar, Ma. Tadi pas baru jalan, Delima minta brenti di pertigaan jalan. Mau beli ini nih, buat mulutnya yang asem katanya. Padahal baru makan sepotong, eh udah bilang kenyang aja," kata Ardan melaporkan kelakuan Delima.
"Yah, namanya juga orang ngidam, Dan. Yang sabar, ya," kata Bu Reni sambil menepuk bahu sang menantu.
Ardan mengangguk, paham akan maksud sang mertua. Untungnya, Delima hanya mengidam pada makanan yang normal, dan di waktu yang wajar.
Kalau tidak, tentu dia akan kelimpungan. Seperti cerita teman-temannya, saat menghadapi istri yang tengah hamil dan ngidam aneh - aneh.
"Oh iya. Sambal baby cumi buat kalian bawa pulang, udah mama masukin ke toples warna merah ya. Itu yang toples besar di meja dekat teko air," kata Bu Reni.
"Iya, Ma. Terus sekarang Mama lagi bebikinan apa?" tanya Ardan.
"Bikin kue bolu sama pizza. Buat kita ngemil, sebelum kalian pulang," sahut Bu Reni sambil mengeluarkan adonan pizza yang telah matang dari oven.
"Ayah mana, Ma? Biasanya selalu di rumah kalo lagi libur," tanya Delima sambil melongokkan kepalanya mencari sang ayah.
"Lagi ke rumah Om Andar," sahut Bu Reni singkat.
"Sendiri apa sama Kak Radi?"
"Sama kakakmu, lah. Ayahmu kan engga mau nyetir sendiri, canggung karena dah tua katanya," sahut sang ibu.
Delima mengangguk mendengar penjelasan ibunya. Dia pun memilih untuk pergi ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Ardan tetap berdiam di dapur, membantu sang mertua memanggang adonan pizza yang tersisa.
"Ma, orang hamil itu ngidamnya sampe kapan?" tanya Ardan sambil menyusun topping ke atas adonan pizza.
"Tergantung orangnya. Soalnya tiap orang beda-beda. Yah yang jelas, selama 9 bulan kehamilan itu bisa aja ngidam kapan aja. Ada yang sama sekali engga ngidam. Malah, ada yang suaminya yang ngidam," jelas Bu Reni.
"Kok suami bisa ngidam?"
"Engga tau juga. Namanya juga bawaan bayi. Tiba-tiba malah si suami yang kepengen makan ini itu. Kayak ayahnya Delima tuh, pas hamil waktu itu malah dia yang mual muntah. Mama malah segar bugar." Bu Reni terkenang saat hamil pertama kalinya.
"Wah, ternyata ngidam itu juga macam-macam, ya. Engga cuma istri, suami juga bisa," ucap Ardan kagum.
"Terus, Mama pas hamil Delima gimana?"
"Duh, kalo hamil Delima tuh ya. Mama engga bisa bangun pagi, engga bisa ketemu matahari pagi pokoknya. Jam 10 baru bisa bangun dari tempat tidur. Aneh kan? Setelah usia kehamilan masuk 4 bulan, baru bisa normal kayak biasa lagi," ungkap Bu Reni.
"Kalo Delima sih kayaknya seger-seger aja. Cuma ya itu, kadang makan sampe nambah-nambah. Terus, masih mau ngemil ini itu. Eh, lain waktu, makan sepotong aja udah kenyang katanya. Kan jadinya aku yang harus abisin makanannya, Ma," keluh Ardan.
"Lihat nih perut aku, jadi buncit begini. Kayak orang hamil juga," sambung Ardan.
Bu Reni tertawa mendengar keluhan sang menantu. Ardan memperlakukan Delima begitu baik, sangat beruntung dia memiliki menantu sepengertian Ardan.
"Mending kamu istirahat bareng Delima. Biar badanmu engga kecapekan. Makanannya juga udah mau selesai semua. Tinggal manggang aja," perintah Bu Reni.
Ardan mengangguk, dia pun beranjak dari dapur. Lalu, dia pergi menuju kamar depan. Beristirahat sebentar tidak ada salahnya. Toh, nanti dia harus menyetir lagi. Pasti tangannya akan pegal kalo terus terusan diajak melakukan ini itu.
***
Delima memasukkan toples merah yang berisi sambal baby cumi ke dalam tas bekal makanan. Dia juga memasukkan kue bolu yang dipanggang ibunya siang tadi. Tak lupa, dia pun membawa pulang beberapa loyang pizza buatan ibunya.
"Banyak banget, Del. Emang yakin abis makannya?" tanya Radian takjub melihat Delima membawa banyak kue bolu dan pizza.
"Buat cemilan pas nonton tv. Pasti abis, kok. Nanti makannya dibantuin Kak Ardan," sahut Delima.
"Alamat makin buncit ini," kata Ardan sambil mengelus perutnya.
"Besok lu langsung kerja, Dan?" tanya Radian pada Ardan.
"Iya. Udah seminggu libur, engga enak kalo kelamaan ambil cuti," sahut Ardan.
"Emang yakin badan lu sanggup? Lu nyetir bolak balik loh dari kemarin." Radian terlihat sedikit khawatir.
"Sanggup. Segini mah engga ada apa-apanya. Tinggal panggil kang urut, badan langsung seger lagi nanti," kata Ardan.
"Ngapain manggil kang urut, Delima noh suruh mijitin," kata Radian sambil melirik ke arah Delima.
"Dia mana bisa mijit. Tangan kecil begitu, mana ada tenaganya," sahut Ardan.
Delima melotot mendengar ucapan Ardan. Sedangkan Ardan dan Radian tertawa lepas melihat reaksi Delima yang lucu menurut mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments