Malam hari itu Naisha sama sekali tidak tidur. Ia duduk di sofa sambil membuat coret coretan. Tampak di atas tempat tidur Adnan begitu pulas tertidur seperti tanpa beban.
Adzan subuh berkumandang, Nai pun segera mengambil air wudhu dan menjalankan kewajiban 2 rakaat. Dia atas sajadahnya Nai tergugu, ia menumpahkan segala rasa hatinya kepada sang pencipta. Hari ini dia akan membuat keputusan besar, yakni meninggalkan rumah kedua orang tuanya. Ia tidak mau baik ayah atupun bunda nya tahu bahwa pernikahan yang dijalani nya bahkan belum ada 24 jam itu harus kandas.
Nai bangun lalu melipat sajadah dan mukenanya. Ia langsung menaruhnya kembali ke dalam koper. Ia mendudukkan tubuhnya ke sofa dan melihat kertas yang sudah dia coret-coret tadi.
Nai kembali membaca coretan nya. Rupanya itu adalah susunan surat perjanjian yang akan dia buat untuk Adnan. Di sana tertulis pernikahan mereka hanya akan berjalan selama setahun. Keduanya tidak akan tinggal di rumah orang tua Naisha ataupun orang tua Adnan.
Nai akan membeli sebuah rumah. Di mana rumah itu akan ia tinggali dengan Adnan. Biarlah dia sendiri yang merasakan pahitnya berumah tangga bersama pria brengsek itu.
Pukul 07.00 pagi Adnan baru membuka matanya. Sedangkan Naisha, dia sudah bersiap siap akan segera pergi meninggalkan Pandawa Resort.
" Eugh ... Kau sudah bangun dari tadi."
" Ya ... " Bukan hanya bangun dari tadi tapi aku semalaman tidak tidur sama sekali, gumam Nai lirih yang dipastikan Adnan tidak mendengarnya.
"'Kau tidak mungkin akan Star Buliding kan?"
" Tidak, aku akan mencari rumah!"
" Untuk?"
Naisha membuang nafasnya dengan kasar. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana bersikap kepada Adnan.
" Untuk kita tinggali, aku tidak mau kita tinggal di rumah ayah ku ataupun di rumah keluarga mu."
Adnan tersenyum lebar, hal tersebut juga merupakan keinginannya.
" Lalu siapa yang beli?"
" Aku, aku akan membelinya."
" Bagus kalau begitu. Aku tidak perlu susah payah mengeluarkan uangku bukan?"
Andan menarik sudut bibirnya, ia tersenyum sinis dan kemudian berlalu ke kamar mandi.
Nai membuang nafasnya kasar, dadanya begitu sesak rasanya air matanya ingin ia tumpahkan saat itu juga. Namun Nai masih memiliki harga diri untuk tidak menangis dihadapan suami bajingan nya itu.
🍀🍀🍀
Keduanya kini berdiri di sebuah rumah. Ya Nai langsung menghubungi pihak properti dan membeli rumah tersebut. Adnan memicingkan sebelah matanya melihat rumah tersebut.
Rumah itu sungguh jauh dari kata mewah. Rumah yang dibeli Nai tersebut pun berada di komplek perumahan biasa bukan di perumahan elit. Padahal DCC yang dipimpin oleh paman Nai memiliki perumahan elit yang pastinya mewah mewah.
" Apa ini rumah kita?"
" Ya ... "
" Kau yakin? Apa kau tidak malu jika ada media yang meliputnya?"
" Tentu tidak, aku akan bilang kemanapun suamiku tinggal aku akan mengikutinya."
Nai berlalu, ia memasuki rumah dengan senyum smirk nya. Di depan pintu rupanya sudah ada agen properti yang menunggu mereka berdua
" Silahkan tuan dan nyonya. Saya akan tunjukkan isi rumah ini."
Nai mengangguk dengan senyum. Ia kemudian mengikuti agen properti itu. Agen tersebut menunjukkan setiap ruangan dan bagian dari rumah tersebut. Nai menyimak dengan seksama. Namun tidak dengan Adnan, pria itu terlihat sangat malas.
" Stop ... Kita tidak akan mengambil rumah ini."
Nai tersenyum kecil, tapi dia menyembunyikan senyuman di bibirnya dari Adnan. Ia pun berpura pura bertanya.
" Kenapa Ad, apa kau tidak suka?"
Adnan langsung menarik tangan Istrinya itu keluar. Ia sungguh tidak mau menempati rumah itu.
" Nai, apa kau gila. Aku tidak sudi tinggal di rumah seperti ini."
" Lalu?"
" Ayo kita cari rumah yang lebih bagus dan pastinya mewah. Aku tidak mau di permalukan oleh orang orang."
" Lalu siapa yang akan membelinya?"
" Aku ... Aku yang akan membelinya. Apa kau puas!"
" Deal!"
Naisha berjalan menghampiri sang agen yang masih menunggu di dalam.
" Maaf mbak, kita tidak jadi membeli rumah ini."
" Baik nyonya, tidak apa apa. Terimakasih untuk kunjungannya."
Nai tersenyum lalu memberikan sebuah amplop. Si agen pun menerima lalu melihatnya.
" Maaf nyonya kami tidak bisa menerima ini."
" Sudah terima dan simpan anggap saja ini rejeki kamu. Saya sudah menyita waktu mu. Saya ikhlas memberikannya anggap itu adalah bayaran dari pekerjaan mu yang bagus dan memuaskan."
" Terimakasih nyonya ... Terimakasih ..."
Nai tersenyum lalu meninggalkan si agen properti yang masih terkejut dengan pemberian Nai.
" Baiklah, ayo kita mencari rumah yang kau inginkan."
Nai langsung masuk ke mobil Adnan. Kini Nai hanya pasrah mengikuti kemana Adnan akan mengajaknya membeli sebuah rumah hingga tibalah mereka di sebuah kantor pemasaran. Nai membuang nafasnya kasar, feeling nya begitu tepat.
" Ini kah pilihanmu?"
" Tentu, perumahan elit milik DCC adalah yang terbaik di kota ini."
" Terserah."
Adnan pun segera memilih sebuah rumah lalu membayarnya. Nai memutar bola matanya dengan malas.
" Baiklah, semua sudah beres. Ayo kita melihat rumah kita."
Nai hanya mengekor. Sungguh dia enggan untuk berkomentar. Jika pernikahan ini adalah pernikahan normal mungkin Nai akan sangat bahagia dengan apa yang dilakukan Adnan. Tapi nyatanya pernikahan ini tak ubahnya hanya main rumah rumah an semata.
Ckiiit
Mobil Adnan berhenti di depan sebuah rumah mewah. Bahkan rumah itu lebih mewah daripada rumah ayah Juna.
" Apa kau serius membeli rumah ini."
" Tentu saja kenapa tidak, tapi jangan harap kau akan memilikinya."
" Cih ... Aku tidak butuh rumah mu."
Keduanya masuk ke rumah bersama-sama, ya rumah ini adalah rumah baru bagi mereka pengantin baru. Namun tampaknya rumah ini akan menjadi saksi kehidupan rumah tangga mereka yang sebenarnya. Kehidupan rumah tangga yang tidak akan pernah merak arungi bersama.
Adnan sungguh merasa puas dengan rumah barunya. Namun tiba tiba Nai memberikan sebuah kertas bermaterai.
" Apa ini ... "
" Baca saja."
Adnan membaca nya secara seksama. Ia lalu menaikkan satu sudut bibirnya.
" Surat perjanjian? Baiklah aku setuju. Deal setalah setahun kita akan berpisah. Tapi aku akan minta harta gono gini."
" Terserah, tapi asal kau tahu yang di maksud harta gono gini adalah harta bersama setelah kita menikah termasuk rumah ini."
Adnan membuang nafasnya kasar. Secara tidak langsung dia sedang dijebak oleh Nai untuk membeli rumah ini.
" Oke aku tahu. Oh iya ada satu hal lagi. Aku bebas membawa siapapun ke rumah ini dan kamu tidak berhak mencampurinya."
" No problem, jika begitu aku pun berhak membawa siapapun ke rumah ini."
" Deal, aku akan memilih kamar yang di atas. Kau di bawah."
" Oke ... "
Keduanya setuju, kini pernikahan mereka benar benar hanyalah sebuah status di atas kertas. Bolak balik Nai menghela nafasnya dengan berat.
TBC
Karya baru readers, jangan lupa dukungannya ya. Maaf masih slow update ya. Doakan othor selalu sehat. Bulan depan bisa rajin update nya.
Salam hangat, happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
martina melati
mending kmr dbawah nai... gk capek naik turun tangga
2024-10-31
0
martina melati
sdh punya planning ngajak org k3 nih
2024-10-31
0
martina melati
lihat saja nti... emang cuman kamu yg pintar... pasti adnan ada trik lagi... emang auami bejat
2024-10-31
0