#20

Sebuah mobil berisikan tiga orang di dalamnya membelah jalanan ibu kota di malam hari. Seorang perempuan bersandar di kursi belakang memandang ke arah luar jendela. Sementara di sampingnya, laki-laki itu sibuk membicarakan urusan pekerjaan dengan pengemudi di depan. 

"Oh ya Jay, pulangkan Caitlyn ke tempat orang tuanya. Biar aku yang menjelaskan pada uncle dan bibi." Dylan memberi perintah. Sekarang Jesselyn sadar bahwa suaminya memang suka sekali menyuruh ini dan itu pada siapapun. 

" Baiklah Dy. " Jawab Jayden. Selepasnya tidak ada lagi percakapan diantara mereka. 

Fokus Dylan kini tertuju pada Jesselyn, keduanya masih dalam fase saling mendiamkan sejak kejadian tadi sore. Dylan ingin minta maaf namun di sana ada Jayden. Pertengkaran mereka terlalu sensitif untuk dibahas. 

Setelah berkendara sekitar lima belas menit Jayden, Dylan dan Jesselyn akhirnya tiba di pekarangan rumah milik Christian, lebih tepatnya mansion.  Keluarga Oliver mengadakan acara makan malam dalam rangka menyambut anggota keluarga baru yaitu Jesselyn. 

Jesselyn turun mandiri tanpa menunggu di bukakan pintu baik oleh Dylan ataupun Jayden. 

"Selamat datang sayang, ayo masuk." Alya menyambut Jesselyn hangat dan mempersilahkan ketiganya masuk. Jayden memang tangan kanan Dylan namun sudah seperti keluarga tentunya. Jadi dia akan ikut bergabung. 

"Terima kasih auntie, aku tidak enak membuat auntie repot. " Ucap Jesselyn tersenyum kikuk. 

"Auntie tidak repot, para maid yang menyiapkan. Lagi pula ada uncle Theo dan keluarga disini jadi sekalian. " Saat tiba di ruang tamu , begitu ramai oleh suasana perdebatan Dyon dan Givi putri kesayangan Theodor dan Daniar. 

"Wah she's so Beautiful... " Puji Esmee Giverny Theodor ketika menghampiri Jesselyn. Remaja cantik itu baru masuk ke tingkat junior high School. 

"Kau lebih dari itu sweetheart. " Keduanya berpelukan seolah sudah akrab sejak lama. 

"Kau pintar memilih pasangan Dy. " Kata Theodor menepuk punggung Dylan. 

"Dan kakak ipar kasihan terjebak bersama kak Dylan. " Celetukan Dyon mengundang tatapan tajam dari sang ibu. 

" Nah, kau sudah mengenal mereka bukan? Ku harap bisa memaklumi sikap mereka. " Ucap Daniar mengajak Jesselyn cipika-cipiki. 

"Bukan masalah besar bibi. Senang bertemu kalian. " Alya yang menangkap Jesselyn sedang menghindari tatapan Dylan pun mengajak mereka semua menuju ruang makan. 

Berbagai macam hidangan tersaji di atas meja makan panjang. Mulai dari makanan pembuka hingga penutup. Ada juga beberapa kudapan khas Perancis. Selama santap malam tidak ada obrolan, mereka menjaga tatakrama untuk tetap tenang. 

"Terima kasih Jessie, berkat kehadiran mu keponakan kami jadi lebih bertanggung jawab atas tugasnya. " Di sela-sela menikmati teh dan kopi di teras samping kolam renang, Christian membuka percakapan. 

"Tidak uncle, justru akulah yang harus berterimakasih. Dia melakukan banyak hal demi aku." Jawaban Jesselyn bagai sindirian di telinga Dylan. 

Jayden berdehem kecil mendengarnya, membenarkan. Lebih tepatnya hidup Jesselyn berantakan akibat perbuatan Dylan suaminya. 

Jesselyn akui hidupnya memang hancur sejak mengenal Lim maupun Dylan. Namun di sisi lain laki-laki itu sendirilah yang menjadi obat penawar luka. Ketika Jesselyn kehilangan sosok ibu dan ayah, Dylan mampu memberikan rasa hangat dari anggota keluarganya.

Menggenggam cangkir teh Crisantemun, Jesselyn menunggu reaksi Dylan melalui ekor mata. Dia malah meraih bungkusan berisi batangan nikotin milik uncle Theo, mengapit sebat dan mematik api. Ya Dylan merokok di depan semua orang, artinya ia sedang dalam keadaan kalut. Itu yang Jayden dan Alya pahami selama empat tahun Dylan mencari keberadaan Jesselyn. 

"Sudah malam, kami harus pamit uncle, auntie." Hanya sekali hisap dan membuang asap ke arah kosong, Dylan segera mematikannya. 

"Menginaplah, kasihan Jessie terlihat lelah." Pinta Auntie Alya, sejak datang ia bisa menebak Jesselyn merasa tak nyaman. Mungkin mereka terlibat perdebatan sebelum berkunjung.

"Maybe next time auntie. Aku harus bersiap karena besok akan kembali ke Paris." Alasan Dylan menolak membuat Jesselyn reflek menengok. Sama sekali Dylan tidak membahas soal itu padanya. 

Ada perasaan aneh ketika tahu Dylan akan meninggalkannya. Takut, dan sepi jika memang harus menjalani hubungan jarak jauh. Apakah dirinya sudah mulai bergantung pada Dylan? Jesselyn kira Dylan akan menetap selama beberapa hari. Namun ia paham jika tugasnya sudah menanti. 

"Baiklah. Jika Jessie merasa bosan atau kesepian, datanglah ke rumah kami atau kau bisa menginap sayang." Alya tidak menahan lagi. 

Dylan dan Jesselyn beranjak sementara Jayden sudah menunggu di carpot. Kedua pasangan senior itu mengantar pengantin baru ke depan. 

"Sekali lagi terimakasih auntie, uncle. Aku akan sering mampir lain waktu. " Ucap Jesselyn memeluk Alya lalu Daniar. 

"Pintu rumah kami selalu terbuka Jessie." Christian menyahuti. 

"Jaga baik-baik istrimu Dylan. " Pesan uncle Theo, Dylan hanya mengangguk tipis. 

Setelah masuk ke mobil, Jayden tancap gas keluar dari mansion Christian. Suasana perjalanan lebih suram di banding saat berangkat tadi. 

"Kau ingin sesuatu? " Tiba-tiba Dylan menawari Jesselyn, mungkin istrinya bisa luluh tanpa berdebat lagi. 

"Ya, aku ingin ice cream. " Jawab Jesselyn menatap wajah Dylan intens. 

"Ok. Jay kita ke sixten sebentar." Pinta Dylan. 

Kebetulan mini market yang mereka tuju sudah dekat dengan apartemen. Jesselyn meminta Jayden pulang lebih dulu, ia ingin Dylan menemaninya berjalan kaki sambil menikmati ice cream dan dinginnya malam. 

"I'm sorry... " Dylan mengucapkan permintaan maaf dengan sangat pelan, seakan suaranya tercekat di tenggorokan. 

"Apa kau siap jadi orangtua ? Jujur aku belum."  Pertanyaan Jesselyn sontak membuat Dylan termenung. Benar, pikirannya belum sampai ke titik itu. Sekarang saja fokus Dylan terbagi antara menjaga Jesselyn dan pekerjaan. 

"Kau benar, aku bertindak impulsif." Akhirnya Dylan mengaku. 

"Aku kecewa karena kau memaksaku. Tidak ada istri yang ingin di hukum oleh suaminya Dy. " Mendapati tempat sampah lantas Jesselyn membuang stick dan kemasan es krim yang sudah habis. 

"Ya aku salah. Maafkan aku." Dylan menunduk tak berani menatap Jesselyn. 

Justru Jesselyn mengangkat dagu Dylan agar mau melihatnya. Senyum manis itu menjadi penenang bagi Dylan. 

"Ayo kita nikmati malam ini sebelum berpisah." Ajakan Jesselyn terdengar ambigu namun Dylan menganggap itu adalah ajakan bercinta sepuasnya. 

***

Keduanya tertidur dalam posisi berpelukan. Memang tadi sempat melakukan kegiatan panas sebentar. Di tengah malam Jesselyn terbangun akibat mimpi buruk yang ia alami. 

Ia merasa mimpi itu seperti sebuah peringatan yang membuat perasaannya tak nyaman. 

"Semoga Tuhan selalu melindungi mu Dy." Suara serak Jesselyn mengiringi usapan lembutnya di pipi Dylan. 

Jesselyn bermimpi Dylan terluka di saat menjalankan tugasnya. Bahkan identitas rahasia yang selama ini ia jaga harus terbongkar ke publik. Menimbulkan masalah besar di mana-mana. 

"Kau bangun? " Tanya Dylan merasakan Jesselyn menyentuhnya. 

"Hem, aku haus. Tidurlah. " Perintah Jesselyn, Dylan malah menenggelamkan diri di ceruk leher Jesselyn. 

"Aku akan sangat merindukan mu sayang." Bisik Dylan, tak lama laki-laki itu kembali terpejam. 

"Me too. " Tanpa terasa Jesselyn menitikan air mata. Entah harus bahagia atau menangisi takdir yang berlaku untuknya. 

Benar apa kata Dylan, mereka sama-sama luka yang indah bagi masing-masing. 

Esoknya pagi buta sekali, Jesselyn mengantar Dylan ke bandara. Padahal Dylan sudah melarang dengan alasan takut membuatnya lelah. Karena Jesselyn masih harus pergi bekerja setelahnya. 

Berpelukan singkat, Dylan mengecup ujung kepala Jesselyn. Seolah mereka tidak akan bertemu kembali. 

"Jaga dirimu baik-baik, tetap bersama Eliana." Titah Dylan di jawab anggukan oleh Jesselyn. 

"Beritahu aku jika ada tugas rahasiamu." Permintaan Jesselyn berhasil melepaskan dekapan Dylan. Mereka beradu tatap. 

"Tentu, kau rumahku sekarang. Tempat ku untuk pulang." Jawab Dylan menyanggupi. Jesselyn tersenyum mendengarnya. 

Pengumuman terakhir penumpang terdengar. Dylan dan Jayden berlalu meninggalkan Jesselyn di temani Eliana.

pemandangan itu ternyata di saksikan oleh seseorang dari balik kacamata hitamnya. dia tersenyum penuh arti memperhatikan bagaimana Dylan memperlakukan Jesselyn. ternyata tentara bayangan bernama Lim sudah memiliki seseorang berarti dalam hidupnya. dan menjadi kemudahan untuk menghancurkan laki-laki berwajah innocent namun mematikan.

"it's show time... " seringainya menakutkan. siapa yang telah mengetahui jati diri Dylan? apakah musuhnya di medan perang atau bisa saja salah satu pesaing bisnis.

"ayo El, pekerjaan ku sudah menanti." ajak Jesselyn keluar dari Bandara.

bruk...

di pintu keluar, Jesselyn tak sengaja menabrak seseorang di hadapannya. memungut barang terjatuh, Jesselyn lalu menyerahkannya.

"maaf tuan, aku tidak hati-hati." sesal Jesselyn.

"Kau baik-baik saja nona? " tanyanya memastikan.

"ya, kalau begitu aku permisi." Jesselyn hendak pergi menyusul Eliana yang sedang mengambil mobil. namun pria tadi mencegat lengannya.

"apa kita pernah bertemu? " Tanyanya ingin memastikan.

"K-kau... " Jesselyn terperangah mendapati sosok pria yang tengah menatapnya adalah seseorang yang pernah menjadi bagian masa lalu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!