#16

Susah payah Dylan merebahkan tubuh Jesselyn di atas tempat tidur. Sejak keluar dari bar istrinya tak henti melantur meluapkan kekesalan yang ia pendam pada Dylan. Mulai dari, 

" I hate you Dylan " Yang di balas satu kecupan di pipi oleh Dylan. 

" Kau bermuka dua " Di tambah kecupan bibir singkat, Jesselyn terkekeh geli menerimanya. 

Tak lupa Dylan melepaskan flatshoes milik sang istri kemudian menyelimutinya hingga batas dada. Dylan duduk sejenak mengamati wajah Jesselyn yang terlelap. Tangannya bergerak mengusap pipi merah Jesselyn, efek alkohol. 

"Kau harus tetap di sampingku." Gumam laki-laki dengan bahu lebarnya. 

Setelah itu Dylan membuka kaos untuk bertelanjang dada, menyusul tidur di samping Jesselyn.

Sinar mentari mulai menyapa melalui celah tirai yang beterbangan ulah angin laut. Jesselyn menghalau menghindarinya menggunakan tangan kiri. Ia melirik kearah kanan dimana Dylan masih terlelap dengan wajah damainya. 

"Good morning... " Sapa Dylan tanpa membuka mata. Merasakan Jesselyn sejak tadi menatapnya. 

"Kapan kita tiba di London? " Jesselyn memastikan perjalanan kapal pesiar itu. 

"Besok pagi Jessie, kita masih memiliki satu malam spesial." Bibir Jesselyn mengerucut mendengar gurauan laki-laki yang kini sudah menjadi suaminya. 

Jesselyn beranjak setelah menyibak selimut, dengan sengaja ia hempaskan ke wajah Dylan yang malah terkekeh. "Ingat Dylan, No kids before graduation." Telunjuk Jesselyn bahkan menuding Dylan. 

"As your order Mrs. Dylan." Dylan menyahutinya semangat. 

Ada yang bergetar di dalam hati Jesselyn mengingat statusnya sebagai istri Lim Dylan. Bagaimana tidak, Dylan adalah laki-laki tampan, menyenangkan, pewaris kerajaan bisnis sang ayah. Terutama kepiawaiannya dalam bertarung pasti tidak diragukan lagi. 

Dylan menggandeng pinggang Jesselyn posesif menuju area breakfast. Tujuannya satu, menghindari tatapan lapar kaum adam terhadap miliknya. Jesselyn berdecak sebal menanggapinya, bagaimana tidak. Tadi Dylan bahkan menyerobot masuk ke kamar mandi. Alhasil keduanya mandi bersama guna menghemat waktu. 

"Jangan selalu menatapku! " Bentak Jesselyn ketika Dylan diam-diam memperhatikan tubuh polosnya. 

"Apa kau gugup? We can play before take a bath , Janu (hidup ku) " Dylan menyenggol lengan Jesselyn yang tengah menggosok gigi. 

"Hahaha" Tanpa di duga Jesselyn menyemburkan tawa sekaligus busa pasta gigi ke wajah Dylan. 

"Kau belajar dari mana panggilan itu Dy? Menggelikan sekali." Kali ini gadis itu bergidik ngeri di buatnya. 

Dylan rela wajahnya menerima ledakan tawa Jesselyn hanya demi melihat gadis itu bahagia sejenak melupakan kesedihannya. Kini keduanya duduk di meja, menikmati sarapan mulai dari appetizer hingga dessert.

"How's college? " Dylan membuka percakapan ketika keduanya berdiri bersandar di pembatas kapal. Menikmati matahari pagi di area outdoor restoran. 

"Sometime is good, sometime's boring. Aku tidak memikirkan hal lain kecuali belajar dan ingin segera lulus." Jesselyn merapikan rambutnya yang tertiup sepoy angin.

"Aku menemukan foto Aiden, kau mengenalnya. bagaimana kabar anak itu sekarang? " Mendapat pertanyaan soal Aiden sontak membuat Jesselyn menatap Dylan intens. 

Gelengan Kepala Jesselyn disertai mata yang penuh embun, sudah menjadi jawaban bagi Dylan.

"Tidak mungkin." Tolak Dylan tak terima, berharap Aiden masih bertahan. Dylan merengkuh pundak Jesselyn dari samping, memberinya ketenangan. 

"Kau tahu Dy, menyaksikan Aiden meregang nyawa di hadapanku membuatku tersadar. Kematian bisa datang kapan saja, pada siapapun dan dimanapun." Mengusap air mata segera, Jesselyn mendongak sementara Dylan menunduk. 

"Aku membuatmu hampir tiada Jessie. Dan sekarang aku menempatkan ayah mertuaku di jurang kematian." Menghela nafas berat, Dylan sadar betul telah menorehkan luka mendalam pada istrinya. 

Jesselyn melepaskan diri, keduanya kini saling berhadapan. "Setiap kita bersama selalu ada kemalangan, Semesta seakan mengutuk pertemuan kita." Ucap Dylan lirih, sorot matanya selalu menunjukkan rasa bersalah bagi Jesselyn. 

"Apakah kau menyesalinya? Maksudku bertemu denganku, sejak awal." Dylan melangkah, meraih pinggang gadis yang sedang mencoba memancingnya. 

"No, cause you're my beautiful pain. Jessie, let me tell you something, Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Hanya kau yang mempercayai ku, aku merasa pekerjaanku lebih ringan dan menjadi bermakna." Tanpa aba-aba, Dylan menangkup pipi Jesselyn mencium bibirnya lembut. 

Jesselyn mulai terbuai hasrat yang Dylan ciptakan. Membalas lumatan demi lumatan, berhasil meloloskan erangan tertahan dari laki-laki jangkis di hadapannya. 

"Aku hampir gila mencarimu ke penjuru dunia." Ungkap Dylan setelah menarik wajahnya, sebelum menjadi tontonan gratis. Ibu jari Dylan mengusap bibir Jesselyn, basah akibat ulahnya. 

"Sekarang kita sudah bersama." Jawab Jesselyn mengulas senyum simpul. 

"Mari ku tunjukkan sesuatu." Dylan menarik tangan Jesselyn, menggenggam hangat menuju sisi lain kapal.

Ternyata Jesselyn di bawa Dylan ke tempat rekreasi. Dimana ada pantai buatan disana. Dylan meraih bola sepak yang tergeletak begitu saja. Anak-anak kecil belum ada yang mendatangi area itu. 

"Aku sering bermain bola bersama Aiden, kau mau mencoba melawanku? " Tantangnya menendang pelan bola ke arah kaki istrinya. 

"Siapa takut? " Bibirnya tertarik miring Seakan tidak mau kalah. 

Ada dua tiang gawang seukuran anak-anak, keduanya berlomba-lomba memasukkan bola. Jesselyn dan Dylan mulai berebut bola menggunakan kaki mereka. Tak mau kalah dalam permainan, saling dorong dan menghalau lawan demi mencetak gol. Tak segan Jesselyn mendorong perut Dylan supaya kalah, Dylan yang tak terima mencekal lengan Jesselyn mendekapnya dari belakang. 

"No Dylan! Itu pelanggaran." Teriak Jesselyn di sela tawa renyah gadis itu. 

"Who cares baby haha... " Satu tendangan masuk ke gawang Jesselyn. Dan akhirnya sang istri menyerah kalah. 

Berbaring di kursi pantai berbahan kayu, Jesselyn masih terengah-engah menerima botol air minum dari tangan Dylan. 

"Thanks" Ucap Jesselyn. Dylan hanya menarik bibir tersenyum lalu duduk di sebelahnya. 

"Apa rencanamu setelah lulus Jessie?" Kembali Dylan memulai obrolan serius tentang masa depan mereka. 

"Tentu saja bekerja, apapun. Dan aku tidak ada pilihan selain menetap di Paris bersama panglima tempur di hadapanku." Jawab Jesselyn, menenggak minumannya perlahan.

"Ya, kau hanya perlu menemaniku sisanya kau bebas melakukan apapun Jessie." Balas Dylan merapikan helaian rambut Jesselyn yang berantakan. 

Lalu mereka menghabiskan waktu berbelanja beberapa keperluan di pusat perbelanjaan. Mulai dari membeli hal penting maupun tidak. Contoh saja Dylan, dia mengeluarkan uang cukup banyak hanya untuk sebuah koleksi sarung tangan. 

"Apa akan kau gunakan untuk membunuh seseorang? " Bisik Jesselyn tak ingin ada orang lain mendengar. 

Dylan mengangguk, "hem, bad person only Jessie." Kening Jesselyn mengkerut sangsi akan pengakuan Dylan yang menegaskan bahwa dirinya hanya membinasakan orang yang jahat. 

"Yah, dan akupun bukan orang baik." Lanjut Dylan, Jesselyn dapat melihat sorot matanya menunjukkan rasa sedih.

"Hey, jika itu demi kebaikan orang-orang aku akan mendukung mu Dy. Aku tahu kau memiliki alasan mengapa melakukan hal itu." Jesselyn meraih tangan Dylan menggenggamnya. 

"Thanks Jessie." Ucap Dylan tulus. Tak lama keduanya kembali ke kabin untuk membersihkan diri sebelum makan malam. 

Dylan sempat membelikan Jesselyn gaun spesial secara diam-diam tadi. Jesselyn tengah mematut diri di kaca lemari, mengenakan strappy black bustier dress yang sangat cocok melekat di tubuh idealnya.

"you look so hot Jessie. " puji Dylan, ia berdiri di belakang sang istri. jesselyn tersenyum tipis menanggapi.

"and you have a good taste." balasnya.

Di meja makan Dylan tampak tak henti memandang gadis di hadapannya. anggun, cantik dan pintar. jangan lupakan jiwa sosialnya yang tinggi.

"eat your food Dy! " Akhirnya Jesselyn menangkap basah hobi baru Dylan.

"I am. " Dylan menyodorkan sebuah kotak, dan ketika Jesselyn membukanya terdapat sebuah kartu akses apartment, kunci mobil serta debit card unlimited.

"kau tanggung jawabku sekarang Jessie. Gunakan itu untuk dirimu." Kata Dylan, sesekali dia memutar gelas wine menyesapnya sedikit demi sedikit.

"apa aku akan tinggal sendiri? di apartemen mu yang waktu itu? " Tanya Jesselyn memastikan.

"Ya, temporary. Aku memiliki kesepakatan dengan tuan Liam. setelah aku menemukan mu aku akan mulai bekerja di perusahaan."

"wait, berarti selama ini kau menganggur karena diriku?" Jesselyn di buat menganga oleh laki-laki yang berstatus sebagai suaminya.

"tidak sepenuhnya, aku hanya menangani beberapa projek penting. Kasihan Yuna mengurus semuanya sendirian, jadi aku harus membantu." Dylan menjelaskan agar Jesselyn tidak menganggap dirinya penyebab Dylan malas bekerja.

usai makan malam bersama Dylan dan Jesselyn kini duduk berdampingan di ujung tempat tidur. sunyi, keduanya seolah gugup satu sama lain.

"May I... " pertanyaan Dylan menggantung begitu saja. Jesselyn menengok kesamping menatap Dylan intens.

"ya, I'm yours Lim Dylan." akhirnya Jesselyn menyerahkan kepemilikan seluruh hidupnya untuk Dylan.

Malam yang panjang untuk dua insan tanpa sehelaipun kain di tubuh mereka. berbagi udara, keringat dan hasrat merindu setelah sekian lama terpisahkan jarak dan waktu.

"Kau menjaganya untuk ku hah? " Dylan mengusap lembut pipi Jesselyn yang tertidur pulas karena kelelahan. perempuan itu bahkan sempat mengeluh ingin berhenti saat Dylan masih belum puas.

Dering ponsel milik Dylan berbunyi, ia segera mengangkat panggilan dari Jayden sebelum Jesselyn terganggu.

"ya aku mendengarkan,,, " Sapa Dylan.

"it's urgent, maaf mengganggu waktu kalian." sesal Jayden menjelaskan keadaan yang mengharuskan Dylan pergi malam itu juga.

Jesselyn

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!