#12

Jesselyn menggeliat ketika mendengar kicau burung semakin intens. Ia merasa tidur semalam sangat nyenyak dan berkualitas. Padahal Jesselyn tidur hanya tiga jam setelah mengobati luka Dylan. Sebelum keluar kamar untuk mengambil air, Jesselyn terlebih dulu duduk merenung cukup lama memikirkan kabar sang ibu Anandya. Bisakah dirinya menemui orang tuanya lagi suatu saat nanti?

Dylan yang baru masuk kamar usai berlari pagi, melihat Jesselyn bersandar dengan tatapan kosong hingga tidak menyadari kehadirannya. Dylan melepaskan kaos singlet hitamnya, membuang ke keranjang laundry lalu duduk di tepi ranjang. Jesselyn sontak merapatkan jubah tidurnya ketika tersadar.

"Apa yang kau pikirkan sepagi ini hem?" Tanya Dylan penasaran.

"Um, tidak ada. Aku kembali ke kamarku dulu. " Jesselyn beranjak dari tempat tidur, buru-buru ia keluar dari kamar Dylan sebelum Yuna atau orang-orang melihatnya.

Dylan tampak tersenyum samar menyaksikan tingkah gugup Jesselyn. Kemudian Dylan memutuskan untuk membersihkan tubuhnya.

Seperti biasa, keluarga Liam Arthur menikmati santap pagi di beranda samping. Jesselyn tampak anggung mengenakan dress brokat berwarna kuning dengan model Sabrina. Sebenarnya Jesselyn kurang menyukai pakaian terbuka, tapi Jesselyn memiliki motif tertentu.

Jesselyn ingin memancing reaksi orang tua Dylan. Berharap mereka menegur agar dirinya mendapat kesan buruk. Jesselyn benar-benar berencana menggagalkan pernikahannya dengan Dylan besok.

"Sayang kau cantik sekali. " Puji Grace, bahkan ketika Jesselyn tidak bermake-up gadis di hadapannya tetap memancarkan aura mempesona.

"Terima kasih auntie. " Balas Jesselyn, merutuki kebodohannya dalam hati. Jesselyn pikir Grace akan menegur cara berpakaiannya.

Liam sendiri menilai itu hal wajar, selagi dalam batasan normal. Yuna bahkan lebih parah dari Jesselyn apa lagi saat menghadiri acara pesta. Gaya berbusananya sedikit bar-bar.

"Pakaianmu terlalu terbuka Jessie." Dylan baru tiba di meja makan dan langsung menyampirkan jasnya di pundak Jesselyn.

"Kau terlalu kuno kak. " Cibir Yuna melihat sikap posesif sang kakak.

"Standarmu yang keterlaluan Yuna." Serang Dylan menatapnya tajam, Dylan duduk di kursi dekat Liam ayahnya.

"Sudah, sebaiknya kita sarapan. Bukankah Jessie akan ikut Yuna ke kantor? " Grace mulai sibuk membagikan makanan untuk keluarganya.

"Benar mom, aku kasihan melihat kak Jessie seperti terpenjara. Kami akan menghabiskan waktu bersama di mall nanti." Ujar Yuna memberitahu rencana mereka.

"Dia baru datang kemarin Yuna jika kau lupa." Dylan tak terima Yuna berpikir Dylan melarang Jesselyn ksluar rumah.

Dan kakak beradik itu terus saja berdebat mengenai hal-hal kecil. Grace dan Liam hanya menggeleng pusing, hampir setiap bersama mereka selalu seperti Tom and Jerry. Jesselyn sendiri menyaksikan mereka merasa terhibur.

Jesselyn mengikuti Yuna ke La collection dimana calon adik iparnya memegang perusahaan itu sebagai co-ceo. Tampak para staf memandang Jesselyn penuh tanda tanya disertai decak kagum oleh kecantikannya.

"Halo nona Yuna. " Sapa mereka menyambut kedatangan penerus perusahaan.

"Hai, semangatlah! " Yuna meminta para stafnya bekerja dengan penuh semangat.

"Nona, meeting akan di mulai setengah jam lagi. " Asisten Yuna masuk ke ruang kerjanya setelah mengetuk pintu.

"Ok." Sahut Yuna dengan fokus memeriksa bahan materi. "Kak, kau tidak masalah aku tinggal di sini? Atau mungkin ingin melihat-lihat. " Tanya Yuna tak enak hati harus meninggalkan Jesselyn.

"Aku tunggu di cafe bawah saja bagaimana?" Jesselyn kurang nyaman berada di tempat privasi Yuna.

"Tentu. Oh ya tadi kak Dylan menitipkan ini untukmu. " Membuka tasnya di atas meja, Yuna menyerahkan Amex card berwarna hitam untuk Jesselyn.

"Thanks." Ucap Jesselyn menerimanya. Lagi pula dirinya tidak memegang uang sepeserpun. Semua barang Pribadi miliknya masih di tahan oleh Dylan.

Jesselyn turun ke bawah menuju cafeeshop yang berada di area lobby. Melirik ke sekitar, Jesselyn berpikir untuk meminta bantuan salah satu staf La collection.

"Nona Jessie... " Suara seseorang menyapa Jesselyn, sontak ia menengok ke belakang mendapati Jay dengan setumpuk berkas.

"Tuan Jayden,,, "

"Just Jay, nona. " Pinta Jayden memotong.

"Jay, bisakah aku meminjam ponselmu?" Jay bisa melihat tatapan frustasi Jesselyn saat meminta bantuannya.

'Shitt, apa Dylan tidak memperhatikannya?' batin Jayden merasa iba.

"Nona ingin menghubungi Dylan? " Pertanyaan macam apa, Jay merutuki mulutnya yang kepo.

"Ah bukan, aku perlu mencari tahu kabar ibuku. " Jawab Jesselyn. Jay sempat berpikkr, dia melewatkan bagian lain mengenai Jesselyn. Jay yakin Dylan pun begitu.

"Tentu nona, silakan. " Jayden menyerahkan ponselnya, Jesselyn menerima dengan raut wajah gembira.

"Terima kasih Jay, just five minutes." Ucap Jesselyn.

"Take your time nona. "

Jesselyn menjauh beberapa langkah agar Jay tidak bisa mendengar percakapan mereka. Ia menghubungi Blix, dua kali panggilan belum terangkat namun Jesselyn lega nomer Blix belum berubah.

"Halo Blix... " Jessie mengecilkan suaranya saat sambungan terangkat.

"Jessie, is that you? Oh God, kau kemana saja hah? Aku mencarimu ke pelosok negeri tapi tidak bisa menemukanmu. " Terdengar sedikit geraman Blix, detik berikutnya Jesselyn menyesal meninggalkan Blix apa lagi ibunya begitu saja.

"It's complicated Blix. Bagaimana keadaan mommy? " Jesselyn memejamkan mata menyiapkan kekuatan mendengar kabar Anandya.

"Your mom still the same, beberapa kali bibi Anandya mencoba melukai diri sendiri. Tapi aku sudah meminta perawatan terbaik. Kau tidak perlu khawatir. Fokus saja menata kembali hidupmu. " Tanpa menghakimi, Blix mengerti posisi Jesselyn. Kabar pernikahannya telah tersebar, Blix tahu itu demi membebaskan Jesselyn dari sanksi.

"Thanks Blix, aku berhutang budi padamu. Mungkin aku akan menjenguk ibuku saat kondisi mulai tenang. Sudah dulu Blix, ini bukan ponselku. " Jesselyn menyudahi percakapan mereka.

"Take care Jessie. " Ucap Blix sebelum sambungan terputus.

Jesselyn kembali menghampiri Jay untuk mengembalikan ponsel keluaran teranyar nya. "Terima kasih. " Ucap Jesselyn tulus. Namun tak ada ekspresi yang bisa ia tampilkan.

"Sama-sama nona. Kalau begitu aku permisi." Jay pamit meninggalkan Jesselyn, dia perlu bergegas menuju kantor pusat dimana Dylan bekerja di sana.

Jesselyn memesan minuman di cafe dan membayar menggunakan kartu milik Dylan. Petugaa cashier tampak sedikit ragu menerimanya. Jesselyn paham, alih-alih tersinggung Jesselyn meminta cashier itu mengonfirmasi Dylan langsung. Tentu dia takut tuannya marah, tak lama transaksi selesai dan Jesselyn menerima minuman pesanannya.

Jesselyn membunuh waktu dengan merenung di temani caffe lattenya. Kadang ia juga keluar gedung, berjalan di pinggiran toko kenamaan. Hingga jam makan siang tiba, Yuna turun mencari keberadaan Jesselyn yang ternyata tengah mengobrol asik dengan para pelanggan toko. Mereka merasa terhibur oleh promosi Jesselyn. Padahal Jesselyn hanya berbasa-basi agar tidak bosan.

"Ayo kak, kita berangkat." Ajak Yuna, Jesselyn akhirnya pamit pada kumpulan sosialita wanita paruh baya.

Di tengah perjalanan menuju mall mobil yang membawa Yuna dan Jesselyn di hadang oleh salah satu mobil. Nyaris saja supir menabrakkan diri, beruntung reflek menginjak remnya bagus.

"Ada apa pak? " Tanya Yuna kesal.

"Nona, mereka menghalangi jalan kita." Kata supir bernada cemas khawatir mereka harus menghadapi para perampok.

"Ck, siapa mereka berani menggangguku." Ketus Yuna berdecak emosi.

"Yuna sebaiknya kita tunggu di dalam, jangan keluar. " Saran Jesselyn. Dia yakin ketiga pria berbadan besar itu bukan bermaksud baik.

Terpaksa sang supir turun dengan perasaan takut. Meski dibekali ilmu bela diri tapi jika harus satu lawan tiga tentu dia berakhir babak belur.

Sementara supir melawan salah satu dari mereka, sisanya mencoba memaksa Yuna dan Jesselyn turun dengan terus mengebor kaca.

"Yuna, dengarkan aku baik-baik! " Yuna menatap Jesselyn ragu, "aku akan turun untuk mengalihkan mereka dan kau bergerak ke depan lalu pergi. " Perintahnya, Jesselyn bersyukur kunci masih menggantung di mesin.

"No, I won't without you. " Yuna menggeleng menolak solusi dari Jesselyn.

"Kau bisa kembali setelah menghubungi polisi atau kakakmu. " Jesselyn mencoba membujuk Yuna.

Detik berikutnya Jesselyn benar-benar turun, dan Yuna harus siap agar bisa menyelamatkan Jesselyn yang sudah berkorban.

"Apa mau kalian? " Jesselyn waspada ketika pria berwajah menyeramkan mengeluarkan sebilah pisau. Belum sempat dia menjawab mereka di kejutkan oleh mobil yang Yuna kendarai mundur, setelahnya pergi melaju dengan kencang.

"Kau tahu nona, target kami memang dirimu." Jesselyn mendengar hal mengejutkan dari mulut penjahat di hadapannya.

Untungnya Yuna tidak harus celaka karenanya. Mau tidak mau Jesselyn mencoba melawan satu persatu dari mereka. Jesselyn hanya mampu menangkis serangan, pukulannya sendiri tidak merubah apapun. Tubuh mereka terlalu kekar.

Jangan tanyakan supir, pria bertubuh kurus tinggi itu sudah tergeletak tak sadarkan diri. Wajahnya dipenuhi lebam. Mereka bertiga berhasil membuat Jesselyn bertekuk lutut, Jesselyn pasrah ketika tangannya di pelintir ke belakang.

"You die, our boss happy. " Bisiknya di telinga Jesselyn. Jesselyn menerka siapa orang yang berniat mencelakai nya? Apakah tetua dari Kerajaan, mereka tidak rela dirinya terhindar dari hukuman? Atau salah satu musuh Dylan? Itu mustahil, mereka pasti menargetkan Yuna buka dirinya.

Dor...

Suara tembakan memekik telinga terlebih Jesselyn merasa itu berada tepat di sebelahnya. Pria yang menahannya lumpuh setelah menerima timah panas di lengannya.

Lalu kedua temannya mencoba melawan dengan melesatkan beberapa tembakan. Jesselyn bersembunyi di balik mobil mereka. Bisa ia lihat Dylan dan Jay mencoba menolongnya.

Dylan maupun Jay tidak membunuh mereka, salah satu anak buahnya membereskan kekacauan sementara Jay mencari tahu profil para penjahat yang telah berani mencelakai Jesselyn.

Dylan menjemput Jesselyn dengan perasaan takut juga cemas. Jesselyn tidak boleh terluka lagi, cukup sudah gadis itu menderita karena menyelematkannya dulu. Dylan sudah mengantongi rekam medis Jesselyn yang mengidap fonofobia. Ketakutan suara bising tingkat tinggi.

Dylan memeluk Jesselyn yang sejak lepas menutup kedua telinganya kuat-kuat. Mengusap punggungnya memberi rasa aman.

"It's ok, kau aman sekarang. " Gumam Dylan. Jesselyn hanya diam dengan tatapan menyedihkan. Dylan berencana membawa Jesselyn terapi, dia takut pekerjaannya bisa berimbas pada Jesselyn.

Dylan membawa Jesselyn ke mobil untuk pergi. Jay sudah mendapatkan bukti kuat siapa dalang di balik penyerangan tadi. Mungkin setelah Jesselyn tenang Jay akan memberitahu mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!