#10

Jesselyn dan Dylan tiba di meja makan yang berada di beranda samping rumah, pemandangannya menghadap langsung ke kolam renang. Dengan penuh perhatian Dylan menarik kursi untuk Jesselyn duduki. Tak berselang lama sebelum mereka memulai makan siang bersama, seorang gadis cantik baru saja pulang dari rutinitasnya.

"Hai semua. " Sapanya riang, senyum manis terukir membuat hati siapapun menghangat. Ia menjatuhkan pantatnya di sebelah sang mommy Grace.

"Halo Yuna sayang, kau sudah pulang se siang ini? " Tanya Grace menyelidik.

"Aku mampir untuk makan siang, lalu pergi ke kampus. Aku hanya ingin melihat siapa calon kakak iparku. " Kata Yuna.

Yuna berusia dua puluh satu, ia di sibukkan antara bekerja di perusahaan dan kuliah. Kulitnya seputih susu dengan rambut pirang menjuntai sebatas pinggang. Bak putri yang berasal dari kayangan.

"Yuna, jangan menggoda kakak mu." Grace memperingati. Jesselyn tampak tersenyum samar memperhatikan adik Dylan.

"Hai kak, aku Lim Yuna. Usia kami terpaut enam tahun. Asal kakak tahu, kak Dylan belum pernah jatuh cinta pada wanita manapun. Kau istimewa kak bisa menaklukkan nya." Ungkap Yuna tanpa rasa bersalah atau takut akan tatapan tajam sang kakak.

"Yuna! " Geram Dylan melipat bibirnya menahan kesal.

"Namaku Jesselyn Carl, kau bisa memanggilku Jessie. Kita hanya terpaut dua tahun." Kata Jesselyn.

"Pending dulu perkenalannya, sebaiknya kita makan. " Grace menyudahi, mengajak mereka menyantap makan siang.

Usai makan siang bersama, Grace mengajak Jesselyn pergi ke suatu tempat sementara Dylan harus ke perusahaan bersama sang adik Yuna.

"Apa yang kau sukai sayang? " Tanya Grace memecah keheningan saat dalam perjalanan.

"Em, aku suka membuat desain gaun ataupun pakaian wanita lainnya. Tapi aku kuliah bisnis dan manajemen." Jesselyn mulai nyaman ketika berdua saja bersama Grace.

"That's great sayang. Kau bisa bekerja di kantor mom kalau kau membutuhkan kegiatan. Dylan pasti akan mengerti sayang." Ujar Grace. Jesselyn tersenyum simpul, Grace mampu menggantikan sosok ibunya Anandya untuk saat ini.

"Ya, nanti aku akan memikirkannya auntie. Aku harus menyelesaikan kuliahku dulu." Pungkas Jesselyn kembali mengutarakan harapannya.

"Mom setuju sekali sayang. Lagi pula di sana ada Auntie Al, dia bisa menjagamu saat jauh dari kami. " Grace memberi saran agar Jesselyn tidak perlu khawatir.

"Terima kasih. " Ucap Jesselyn.

Mobil mereka berhenti di depan sebuah butik gaun pengantin. Grace mengajak Jesselyn untuk mencoba gaun pengantin pilihannya.

"Ayo sayang. " Jesselyn menerima uluran tangan Grace. Mereka di sambut hangat oleh pemilik butik langsung.

"Suatu kehormatan mendapat kunjungan dari nyonya Liam. Kami ikut bahagia mendengar kabar pernikahan putra anda nyonya. " Kata madam bernama Evna sopan dan elegan.

"Terima kasih Evna. Tolong tunjukkan koleksi terbaikmu untuk menantuku. " Pinta Grace. Pipi Jesselyn merona mendengar sebutan menantu, gelar yang akan ia sandang sebentar lagi.

"Tentu, silakan duduk nyonya, nona. " Grace dan Jesselyn duduk di sofa dengan jamuan teh beserta kudapan lainnya.

"Bagaimana sayang, kau sudah menemukan yang cocok? " Setelah melihat beberapa koleksi yang mereka tampilkan Jesselyn menjadi bingung.

Bukan karena tidak ada yang bagus, Jesselyn seolah ragu dengan keputusannya sendiri. Terlebih ia akan menikah tanpa dihadiri orang tua dan keluarganya.

"Aku pilih yang terakhir saja auntie." Putus Jesselyn akhirnya, ia harus menghargai ketulusan Grace. Jesselyn tidak ingin membuatnya kecewa, Grace orang yang sangat baik dan hangat.

"Seleramu dan adikku hampir mirip sayang, kalian menyukai hal sederhana." Puji Grace, Grace yakin Dylan begitu mencintai Jesselyn meski tidak mengungkapkan secara langsung. Buktinya Jesselyn sangat sopan, penurut dan tidak macam-macam.

"Evna antarkan gaun pilihan menantuku ke rumah dan kirim juga perias terbaikmu. mereka menikah the day after tomorrow." Bagai mendapat jackpot, Evna begitu antusias melayani keluarga Liam Arthur. Padahal Grace memiliki toko pakaian terbaik di kota Paris, namun ia masih mempercayainya menyediakan gaun dan perias.

"Terima kasih nyonya, aku akan bekerja dengan baik. " Ujar Evna.

Sebelum pulang Grace membawa Jesselyn ke suatu tempat, ia berencana ingin memperkenalkan calon menantunya ke orang tuanya. Sudah lama juga Grace tidak berkunjung, waktunya pas. Bagaimanapun mereka harus tahu lebih dulu sebelum hari pernikahan tiba.

Rodrigo dan Patricia masih awet muda dan bugar di usia senja mereka. Tampak raut bahagia menghiasi wajah saat tahu gadis cantik di samping Grace adalah calon istri Dylan.

"Kau mengingatkan ku pada Alya sayang." Kata Patricia menggenggam tangan Jesselyn yang hanya bisa menyunggingkan senyumnya.

"Benar mom, pikiran kita sama. " Sahut Grace.

"Maaf, boleh aku ke toilet auntie, grand ma?" Jesselyn meminta izin karena sudah tak tahan.

"Tentu sayang, maid akan mengantarmu ke powder room." Grand ma Patricia memanggil salah satu maid untuk menuntun Jesselyn.

Jesselyn termenung di depan cermin menatap wajahnya lekat. Sungguh Jesselyn merasa tenang dan nyaman berada diantara keluarga Dylan. Mereka hangat, baik serta begitu memanjakannya. Namun di sisi lain Jesselyn teringat orang tuanya, dia merasa bersalah tidak bisa membantu sama sekali. Jesselyn malah lari dari kenyataan.

Tak ingin membuat mereka menunggu, Jesselyn segera keluar setelah mengeringkan wajahnya. Ia belum istirahat dengan benar sejak kemarin. Kepalanya mulai berat akibat mengantuk.

***

Jesselyn benar-benar lelah menjalani aktifitas seharian tadi. Ia tertidur pulas di kamar setelah meminta izin pada Grace. Belum lagi pikirannya masih tertuju pada sang ibu, Jesselyn mengkhawatirkan kondisi Anandya.

"Jessie mana mom? " Tanya Dylan, dia baru saja pulang dari kantor bersama Yuna.

"Jessie masih istirahat di kamar. Mom ingin bertanya sesuatu padamu Dy." Kata Grace.

"Mom,kak, aku ke kamar ya?" Yuna mengerti, ia permisi ke kamar memberi mereka ruang dan waktu. Sepertinya ada hal penting mendesak, Yuna tidak ingin ikut campur.

"Thanks sweetheart. "

"Ada apa mom? " Dylan tak sabar mendengarkan.

"Mom lihat Jesselyn banyak melamun. Mommy merasa dia sedang tertekan Dy."

Dylan memang tidak memberitahu keseluruhan tentang hubungan keduanya. Yang keluarganya tahu, Dylan menyebabkan ayahnya Jesselyn di penjara dengan mengungkapkan kejahatannya. Dylan masih belum siap menceritakan semua kisah yang terjadi diantara mereka. Termasuk dirinya yang menjadi seorang tentara bayaran.

"Mungkin Jessie hanya kelelahan mom, aku akan memeriksa keadaannya." Dylan menanggapi dengan tenang agar Grace tidak mencurigainya. Belum, Dylan merasa nanti saja ia memberitahu keluarganya.

"Kau benar Dy, nanti mom jemput saat makan malam siap. " Dylan mengangguk kemudian pamit ke lantai atas.

"Ok mom. "

Dylan membuka pintu, ia mengira Jesselyn masih tertidur pulas jadi tidak bersuara sedikitpun.

"Aaa,,,,, Dylan tutup matamu! " Jesselyn menjerit kaget saat Dylan melihatnya dalam keadaan tanpa busana. Jesselyn baru akan memakai braa dan G-string nya.

"Ups, sorry. " Ucap Dylan membalikkan badan.

"Kau benar-benar sialan Lim Dylan." Maki Jesselyn sambil mengenakan dressnya secepat kilat.

"Apa sudah? " Tanya Dylan memastikan.

"Ya, done. " Jawab Jesselyn.

"Jessie,,, " Dylan menahan lengan Jesselyn yang hendak menyimpan Bathrobenya ke dalam keranjang pakaian kotor.

"Are you okay? " Jesselyn bergeming, ingin rasanya ia jujur kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya kondisi Anandya luput dari pengawasan Dylan, Jesselyn enggan memberitahunya. Ia melarang hati dan pikirannya bergantung pada orang lain.

"Ya, seperti yang kau lihat." Balas Jesselyn santai.

"Turunlah, sebentar lagi makan malam." Lalu Dylan keluar menuju kamarnya setelah menahan diri untuk tidak memaksa Jesselyn bicara jujur.

Jesselyn segera menyeka air matanya. ia benci menjadi lemah, Jesselyn bertekad untuk terbebas dari Dylan saat kembali London nanti.

Di kamarnya yang terletak di depan kamar Jesselyn, Dylan berpikir keras di bawah guyuran air shower. Benar apa kata Grace sang mommy, Jesselyn sekarang jauh berbeda dengan yang dulu. Di kamp Jesselyn seperti gadis yang bebas berekspresi dan bebas. sedangkan sekarang, Jesselyn lebih banyak diam menyembunyikan perasaannya.

"ini salahku, maafkan aku Jessie." batin Dylan.

Keluarga Liam kedatangan tamu tepat sebelum makan malam berlangsung. Keluarga Zen dan Samantha melakukan kunjungan atas paksaan putri mereka yaitu Caitlin. Caitlin bahkan terbang menyusul Dylan saat tahu pria itu akan menikah besok lusa.

Raut wajah Caitlin dipaksa tersenyum ramah menyapa semua orang selain orang tuanya. Jesselyn menangkap Caitlin tidak menyukainya meski hanya melihat dari tatapannya saja.

"Silahkan duduk, kita makan bersama." Liam mempersilahkan keluarga Zen menyantap jamuan.

Grace merasa tak enak hati karena telah berjanji akan mendekatkan Dylan dan Caitlin. mungkin setelah acara makan mereka perlu bicara hati ke hati.

"semuanya, aku permisi ke kamar lebih dulu." jesselyn memilih undur diri seusai makan malam dari pada menikmati teh atau kopi di ruang keluarga.

"Aku akan mengantar mu. " Dylan segera menyusul langkah Jesselyn. membuat Caitlin mengepalkan tangannya kesal Dylan sangat perhatian pada gadis itu.

"Catie, maafkan auntie. auntie memang sudah berjanji, tapi semua keputusan ada di tangan Dylan." Grace menggenggam tangan Caitlin meminta pengertiannya.

"Tidak masalah auntie, setidaknya aku dan kak Dylan masih bisa berteman baik bukan?" bohong, Caitlin bersilat lidah demi menutupi kekecewaannya.

"Terima kasih kau mau mengerti Catie." Lalu mereka berbincang ringan membahas beberapa hal termasuk acara pernikahan Dylan dan Jesselyn.

Caitlin selalu bertanya tentang kehidupan Jesselyn seolah ingin mencari titik lemahnya. namun baik Liam maupun Grace menjaga baik-baik citra calon menantu mereka. tidak ada yang boleh Mencela Jesselyn.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!