#5

Jesselyn hampir terlambat datang ke kantor pagi itu. Ia merutuki kebodohannya karena pulang malam setelah mabuk di salah satu bar terkenal. Ia membuka headphone setelah mematikan mesin. Setiap mengendarai mobil atau sekedar naik taxi Jesselyn selalu menggunakan alat yang melindunginya dari suara bising klakson mobil.

Jesselyn terburu-buru berjalan dari basement menuju lift mengejar sisa menit terakhir,

Tin tin.....

Suara itu begitu memekik di telinga Jesselyn, ia sontak menutup kedua indera pendengarnya menggunakan tangan kuat sekali. Degup jantung Jesselyn semakin kencang kala mobil itu terus membunyikan klakson tanpa henti.

"Argh..." Teriak Jesselyn yang berjongkok berhasil menarik perhatian seorang pria yang baru selesai memarkirkan mobilnya.

"Hey,,, are you okay? " Bentaknya berusaha menyadarkan Jesselyn. Namun Jesselyn yang menyembunyikan wajahnya malah menangis histeris di buatnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Jesselyn, dia langsung menggendong tubuhnya menjauh dari suara bising di sana. Saat berada di dalam lift, dimana keadaan mulai tenang Jesselyn melepaskan tangannya dari telinga. Ia mendongak menatap wajah rupawan yang menolongnya.

"Turunkan aku! " Pinta Jesselyn lirih, mendadak perasaannya menjadi canggung.

"K-kau,,, " Debar jantung pria itu bahkan dapat Jesselyn dengar dan rasakan. Padahal sejak tadi iramanya normal, hingga mata mereka saling tatap.

Sontak Jesselyn di turunkan secara asal membuatnya hampir terjerembab namun dengan sigap pria itu menahan lengannya agar tidak terjatuh. Pose keduanya membeku bagaikan mengakhiri sebuah tarian dansa pasangan.

Ting...

Suara dentingan pintu lift terbuka membuyarkan lamunan mereka. Jesselyn menarik diri dari dekapan pria asing yang sudah dua kali menyentuhnya.

"Dylan,,, " Alya menyambut kedatangan keponakannya dengan gembira, bagaimana tidak? Dylan berada dalam satu lift bersama Jesselyn, gadis favoritnya.

"Auntie, apakah dia staf baru? Aku rasa dia sakit dan tidak perlu bekerja hari ini." Bisik Dylan, sayangnya Jesselyn masih bisa mendengar.

"No, nyonya. Aku baik-baik saja. Kalau begitu aku permisi dulu. " Jesselyn meninggalkan Dylan dan pimpinan perusahaan, dia menuju ruang kerjanya.

Tampak Dylan menatap punggung Jesselyn hingga menghilang dari pandangannya. Senyum Alya menunjukkan ia puas Dylan seperti terpesona setelah bertemu Jesselyn.

"Ekhem... " Berdehem, Alya menepuk lengan Dylan.

"Auntie, I found her. " Ungkap Dylan dengan tatapan sendunya. Membuat Alya keheranan melihat reaksi Dylan.

"What happened? " Tanyanya penasaran, Dylan beringsut memeluk sang bibi. Untuk pertama kalinya Dylan merasa lega seakan batu berat yang selalu menindih dadanya terangkat.

Alya memberi segelas air untuk Dylan yang masih shock sejak pertemuannya dengan Jesselyn tadi. Memori menyakitkan itu kembali berputar seolah menghukum Dylan atas kelalaiannya melindungi seseorang. Jauh dalam lubuk hatinya, Dylan pergi mendatangi kamp itu lagi hanya karena ada Jesselyn di sana. Gadis cantik dengan aura menyenangkan meski sedikit menyebalkan.

"Kau masih belum mau bercerita pada auntie Dy? " Alya menyelidik Dylan, dia masih sibuk dengan pikirannya.

"Empat tahun lalu, kami bertemu di kamp Lebanon. Jessie menjadi relawan di sana, pertemuan kami begitu singkat hanya beberapa jam saja. " Akhirnya Dylan mulai memberanikan diri. Mungkin dengan begitu ia bisa mendapat saran dari bibinya.

Flashback

"Jesselyn! " Versace berteriak memanggil nama Jesselyn saat gadis itu terkapar tak berdaya dalam dekapan Dylan.

Jay langsung memberondong tembakan ke arah penembak Jesselyn dan semua musuh demi melindungi Dylan. Sayangnya Jay melemah dan pingsan seketika.

Versace berlarian mendekat ke arah Jesselyn. Sebuah peluru bersarang di dadanya. Dylan menekannya berusaha menghentikan pendarahan.

"Jessie, tetap buka matamu! " Mohon Versace dengan sangat, isak tangisnya tak di hiraukan oleh Dylan. Fokusnya menatap wajah kesakitan Jesselyn.

"Kenapa kau melakukannya hem? Aku yang seharusnya melindungimu Jessie! " Teriak Dylan menolak kenyataan itu.

"Cepat bawa dia ke bangsal operasi. " Perintah Versace sebelum keadaan Jesselyn semakin parah.

Dylan mengangkat tubuh Jesselyn dengan mulut yang mulai mengeluarkan darah. Untungnya salah satu perawat selamat dan membantu tindak penyelamatan Jesselyn. Dylan tak pernah melepas genggaman tangannya meski Versace memintanya keluar.

Sekitar satu jam Versace berhasil mengeluarkan timah panah yang hampir menyerempet jantung Jesselyn.

"Bagaimana? " Tanya Dylan tak sabar, Versace masih menjahit bekas luka Jesselyn.

"Jessie masih koma, aku harus membawanya ke rumah sakit lebih besar." Ungkap Versace.

"Aku akan mengantar kalian. " Ujar Dylan menawarkan diri.

"Semua karena kau dan anggota mu, temanku terluka parah. Sebaiknya cepat tinggalkan kami! " Versace begitu frustasi memohon supaya Dylan mengakhiri beban penderitaan orang-orang yang berada di kamp.

Setelah semua selesai, Versace memberikan Dylan waktu untuk menemani Jesselyn.

"I'm sorry. " Gumam Dylan. Sebelum menuruti keinginan dokter itu Dylan mengecup kening Jesselyn. Gadis yang sudah mencuri hatinya, berkat kebaikan dan pendirian teguh nya dalam melindungi para pengungsi dari para musuh.

Bukan lari dari tanggung jawab, Dylan bermaksud mencari bantuan agar Jesselyn segera di bawa pergi menuju rumah sakit. Namun ketika Dylan hendak berangkat tangan Jesselyn seolah menahannya seperti enggan Dylan pergi darinya.

"Hey, I'll be back soon. " Memaksa melepaskan genggamannya, lalu Dylan mencium punggung tangan Jesselyn.

Beberapa jam dari kejadian itu, kamp kembali kondusif dan mereka kedatangan Heli penyelamat terutama bagi Jesselyn. Keluarganya mengirim Heli untuk membawa pulang Jesselyn. Bahkan ayah Jesselyn Sebastian berada di sana karena khawatir dan takut terjadi hal buruk menimpa putrinya.

"Dia akan baik-baik saja setelah mendapat penanganan yang tepat tuan. " Ujar Versace meyakinkan Sebastian tetap optimis.

Usai mengangkut beberapa relawan dan dokter lainnya, mereka meninggalkan kamp. Kamp itu menyisakan para tentara dan penduduk asli sana untuk terus bertahan melanjutkan hidup.

Dylan yang baru turun dari mobilnya kebingungan mencari keberadaan Jesselyn di seluruh sudut kamp.

"Dimana dia? " Teriak Dylan mencengkram kerah salah satu tentara jaga.

"Semua relawan dan dokter pulang kembali ke tempat asal mereka. Kami juga akan memindahkan kamp tidak lama lagi." Tukasnya, dia tahu siapa Dylan. Secara khusus komandan pertahanan meminta mereka mengawasi pergerakannya.

"Sial, sial, sial... " Umpat Dylan menggeram marah. Dia bergegas menuju tenda dimana Jesselyn biasanya beristirahat.

Ia sibuk mengobrak-abrik apapun yang bisa menjadi petunjuk untuk menemukan Jesselyn nantinya. Namun harapan Dylan sirna, barang-barang penting seperti dokumen ataupun kartu pengenal milik Jesselyn raib. Menyisakan secarik foto Aiden, Jesselyn mengambil gambar bocah itu menggunakan polaroid.

Bertahun-tahun Dylan dan Jay mencari keberadaan Jesselyn, dunia belum memberinya kesempatan untuk bertemu kembali.

Peristiwa naas Dylan alami bukan karena dirinya terluka, melainkan seseorang dengan tulus melindunginya tanpa ragu. Jika orang lain menganggap dirinya hanya merasa bersalah pada Jesselyn, jawabannya adalah salah. Sebelumnya Dylan memang jatuh hati pada pandangan pertama.

***

Jesselyn menyelesaikan tugasnya dengan baik. kini ia dan staf senior lainnya akan menghabiskan waktu istirahat, makan siang di kantin perusahaan.

"Jessie,,, " Jesselyn menoleh ke belakang saat seseorang memanggilnya. keningnya mengkerut melihat Nyonya Alya menemuinya.

"ya nyonya, ada yang bisa aku bantu?" tanya Jesselyn sopan, staf senior pamit undur diri mengerti maksud pimpinan mereka. ingin bicara berdua saja dengan Jesselyn.

"ikutlah makan siang bersamaku, bukankah kau janji ingin mengenal keponakan tampan ku itu? " Alya menagih janji yang ia buat sendiri.

Jesselyn meringis mendengarnya, namun tak enak jika menolak. terpaksa Jesselyn mengangguk pasrah menerima tawaran Alya.

"baiklah nyonya. " jawab Jesselyn lirih.

Alya merangkul lengan Jesselyn menuntunnya menuju lobby. semua staf yang melihat mereka takjub, anak magang itu sudah berhasil menarik perhatian Alya istri pemilik perusahaan.

Jesselyn dan Alya tiba di restoran sebrang kantor. di sana ada Dylan menunggu dengan gugup kedatangan Jesselyn. Alya berjanji akan membantu Dylan dekat dengan gadis itu.

"silahkan." Dylan menarik kursi untuk Jesselyn duduki. Tampak kikuk, Jesselyn menatap ke arah Alya yang mengangguk.

"Jessie, pilihlah menu makanan kesukaan mu. " Alya menyodorkan buku menu ke hadapan Jesselyn.

"aku pesan Aglio e olio saja nyonya, dan air mineral. " jawab Jesselyn tak ingin pusing membacanya.

sejak tadi Dylan fokus memandangi wajah Jesselyn. akhirnya mereka bisa berjumpa kembali setelah sekian lama berpisah. sayangnya Jesselyn tidak mengenali Dylan di balik masker hitamnya.

"baiklah.Dy, Dylan, Lim Dylan? " Alya menepuk-nepuk lengan Dylan, pria itu malah asik melamun.

Jesselyn tersentak kaget mendengar nama Lim di sebut. empat tahun, Jesselyn mencoba melupakan kenangan menyesakkan hatinya. Mendadak kedua tangan Jesselyn bergetar, tremor. dia dengan cepat menyembunyikannya di bawah meja.

"ya auntie? " Mengusap tengkuknya, Dylan berdehem menetralkan perasaannya.

"aku sama seperti Jesselyn saja auntie." kata Dylan.

"Loh bukannya kamu,,, " ucapan Alya di potong oleh genggaman tangan Dylan.

"Aku ingin auntie. " Dylan begitu terobsesi menyangkut Jesselyn, memakan makanan yang Jesselyn makan. padahal semua anggota keluarganya tahu bahwa Dylan alergi udang.

makanan akhirnya tiba di atas meja, Alya melirik kesamping memastikan keputusan Dylan. apakah karena Jesselyn Dylan melakukan hal itu? sungguh Alya mengakui keberanian sang keponakan.

"selamat menikmati. " Ucap Alya hangat. Jesselyn memang menyukai pasta pedas itu.

Benar saja, baru beberapa suap Dylan mencicipi makanan itu tangannya mulai sibuk menggaruk bagian lehernya.

"Enough Dy! " Alya menarik piring milik Dylan menjauhkannya. Jesselyn membaca situasi, dan ia bisa menebak Dylan alergi sesuatu namun tetap mengikuti pesanannya.

"jangan di garuk! " pekik Jesselyn, Jesselyn mendekat ke sisi Dylan. Ia meraih rambut panjang hitamnya untuk diusapkan ke leher Dylan yang gatal.

gelenyar aneh Dylan rasakan. sesuatu dibalik celananya bahkan sudah menegang. apa lagi geli dan hangat menyapa lehernya.

"Ehm... " dessahan Dylan lolos begitu saja, sontak Alya memukul lengannya cukup keras.

"maaf." Ucap Jesselyn menjauh, kembali duduk di Kursinya.

"nenekku bilang mengusapkan rambut ke area gatal bisa menguranginya. " cicit Jesselyn menahan rasa malu.

Dylan menutupi mulutnya menahan tawa. Dulu Jesselyn juga gadis yang lucu, dia tersandung senjata, tidur menganga, dan parahnya hampir melihat pusaka milik Dylan.

"Bukan masalah Jessie, tenanglah." Senyum Alya menenangkan rasa canggung Jesselyn.

"sebaiknya kalian kembali ke kantor auntie, aku harus pergi sekarang. " tergesa-gesa Dylan pamit untuk membayar bill. dia sangat malu mengingat desahannya tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!