#13

Dylan membawa Jesselyn ke penthouse pribadinya agar orang tuanya tidak khawatir melihat kondisi Jesselyn sekarang. Dylan juga meminta Yuna untuk bungkam, biar dirinya saja yang akan menjelaskan nanti.

"Ini dimana? " Tanya Jesselyn ketika mereka bertiga memasuki lobby apartemen yang mewah dengan keamanan super ketat.

"Ini tempat tinggal ku. " Jawab Dylan, tangan keduanya masih saling menggenggam.

"Bagaimana kalau auntie Grace mencariku?" Jesselyn mulai merasa nyaman berada di dekat Gracia dan tak ingin membuatnya khawatir.

"Yuna akan memberi mommy pengertian." Sementara Dylan menanggapi santai.

"Jay ikut juga? " Jesselyn berbisik, berharap Jayden tidak mendengar, Jay hanya terkekeh pelan.

"Unit Jay berada di depan ku. " Setelah itu tidak ada lagi percakapan diantara ketiganya. Jay masuk ke dalam Unit miliknya, namun sebelumnya ia memberikan barang bukti dari hasil investigasi tadi.

Jesselyn terperangah melihat sekeliling ruangan, griya tawang megah bernuansa modern klasik memanjakan matanya. Lampu hias berbeda model menggantung di atas ruang keluarga, meja makan dan juga island.

Dylan's penthouse

"Apa rumahmu ini juga hasil dari pekerjaan itu?" Jesselyn selalu mengaitkan apapun tentang Dylan dan dunia gelapnya dalam pikiran.

"Nope, hadiah dari grand pa Arthur. Yuna memiliki satu dari Grand pa Rodrigo." Dylan menjelaskan garis besarnya bagaimana dia bisa menghuni penthouse mewah itu.

"Apa kita tidur di sini? " Jesselyn masih terus bertanya karena belum puas. Dylan dengan sabar menjawab semua pertanyaannya.

"Ya, besok pagi kita menikah di kediaman daddy dan mommy. Setelahnya kita tinggal di sini. " Dylan mulai melepaskan pakaian kerjanya, dia harus pulang lebih awal demi menyelamatkan Jesselyn. Untungnya Dylan dan Jay sedang dalam perjalanan menemui klien, mereka bisa dengan cepat tiba di lokasi kejadian.

"Em,,, kau sudah makan siang? Aku bisa memasak jika ada bahan di lemari pendingin." Jesselyn menawarkan diri, setidaknya ia merasa berterima kasih karena Dylan sudah menolongnya.

"Boleh, aku rasa masih ada stok di sana. Kalau begitu aku mandi dulu. " Pamit Dylan, meninggalkan Jesselyn di dapur sendirian.

Jesselyn memperhatikan Dylan yang menaiki anak tangga, ternyata dia cukup hangat untuk ukuran seorang mafia. Apakah Dylan pantas di sebut mafia? Wajahnya sungguh jauh dari kata itu. Jesselyn benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Dylan, dia memiliki segalanya namun masih harus bekerja keras hingga mempertaruhkan nyawanya.

Lalu Jesselyn mulai menyiapkan beberapa bahan yang ada. Ternyata isinya cukup memadai untuk ukuran seorang pria lajang. Mengingat status mereka akan berubah besok membuat pipi Jesselyn merona bak kepiting rebus.

Jesselyn berkutat di dapur setelah Dylan memberinya kaos longgar sebagai penutup dress nya. Ia menyajikan dua porsi pasta bolognese di atas meja bertepatan dengan Dylan turun.

"Selamat menikmati. " Ucap Jesselyn. Dylan dan Jesselyn menyantap makan siang mereka dalam keadaan hening. Hanya suara sendok garpu beradu dengan piring.

"Jessie, pelan-pelan. " Kata Dylan ketika ada noda saus tertinggal di sudut bibir Jesselyn. Ibu jari Dylan segera menyeka, membuat Jesselyn terperanjat sedikit kaget tapi tetap membiarkan.

"Sorry,,, " Ujar Jesselyn kikuk, terkadang Jesselyn melupakan kecerobohannya saat bersama Dylan, calon suaminya hanya tersenyum samar tak mempermasalahkan.

Makan siang telah usai, Jesselyn mencuci peralatan memasak dan juga piring kotor sementara Dylan memeriksa hasil penyelidikan Jayden.

Dylan menggeram kesal melihat barang bukti yang menunjukkan satu pesan singkat dari nomer seseorang. Memerintah para penjahat itu untuk menculik serta melecehkan Jesselyn. Sayangnya Dylan masih perlu memeriksa profil pengguna nomer itu.

"Apa kau sibuk? " Jesselyn menyusul Dylan di sofa yang terletak di sudut ruangan. Dylan tersentak segera menutup laptopnya.

"Hanya pekerjaan kecil. " Jawab Dylan. Jesselyn mengangguk percaya, ia tampak bingung harus berbuat apa di sana. Dylan menyadari itu, iapun menggenggam tangan Jesselyn mengajaknya bangkit.

"Istirahat saja di kamar, ada hal yang harus kita bahas Jessie. " Dylan setia menggenggam tangan Jesselyn menapaki setiap anak tangga yang mengarah ke kamar pribadi Dylan.

Hanya ada satu kamar tidur di lantai atas satu ruangan khusus untuk bekerja dan fitness room. Dylan membuka kamar yang berada di ujung koridor. Jesselyn kembali terpesona memasuki kamar tidur Dylan, semua serba putih terlihat elegan dengan lampu indah di atas ranjang tidur. Kali ini lantai di alasi karpet.

master bedroom

"Duduklah." Dylan menuntun Jesselyn hingga terduduk di sofa bundar dekat jendela. Pemandangan kota Paris tampak panas di siang hari. Jesselyn bisa melihat menara Eiffel dari kaca jendela yang besar.

"Kenapa kau tidak mengatakan kondisimu akibat penembakan itu? " To the point, Dylan perlu mendengar bagaimana kehidupan Jesselyn pasca perpisahan mereka empat tahun lalu.

"Itu bukan masalah besar. Terkadang aku tidak terpengaruh dengan suara bising yang masih bersifat normal. Tenang saja, jangan khawatirkan aku. " Jesselyn sedikitpun tak pernah menyalahkan Dylan atas apa yang menimpanya dulu. Jesselyn malah ingin berterima kasih karena Dylan telah menyelamatkan Aiden.

"Kau tahu Aiden? " Tanya Dylan, mereka sama-sama mengenal bocah berusia tujuh tahun, kenangan keduanya tertarik ke masa-masa saat kedekatan terjalin.

"Ya, dia memiliki fotomu. Dan aku juga sempat melihat bingkai di apartemenmu di London. " Jesselyn menyandarkan punggung di sofa, melemaskan otot-otot tegangnya.

"Bagaimana kondisi ibumu sekarang? Jay kesulitan mencari informasi mengenai nyonya Anandya." Ungkap Dylan, Jay sempat lupa nasib ibu Jesselyn. Namun ketika anak buah mereka mencoba menemuinya Jay tidak bisa mengakses berita apapun.

Jesselyn bernafas lega, Blix telah menutup rapat kondisi sang ibu. Jika Dylan tahu, pria di hadapannya akan semakin merasa bersalah. Jesselyn tidak ingin hal itu terjadi, Jesselyn merasa pernikahan mereka ada akibat keterpaksaan. Dylan bersikeras membalas budi atas semua perbuatannya baik di masa lalu ataupun sekarang.

"Ibuku baik. Keluarga Blix menampung mommy. " Bohong Jesselyn. Susah payah Jesselyn menahan agar tidak menjatuhkan bulir bening, hingga matanya terlihat memerah.

"You hide something, just tell me Jessie!" Pinta Dylan memaksa menyadari Jesselyn bersilat lidah.

Jesselyn bangun dari duduknya, ia berdiri menghadap pemandangan luas di sana. "Forget anything about me Dylan, you free to go." Ujar Jesselyn tanpa menoleh sedikitpun.

"I won't. I already choose you to be my bride." Dylan menjawab dengan sorot mata tajam, Jesselyn baru sadar ketika Dylan sudah berada di sampingnya.

"I have some condition, would you like to accept that? " Tantang Jesselyn terus-terusan menggoyahkan keyakinan Dylan.

"I'm listening... " Dylan siap menerima apapun syarat yang Jesselyn ajukan padanya.

"Setelah kita resmi menikah, biarkan aku menyelesaikan kuliahku. Dan tidak ada anak sebelum kau dan aku saling mencintai. Dylan, aku ingin pernikahan ku sekali seumur hidup. " Kali ini Jesselyn menatap lekat manik mata Dylan.

"It is Jessie. Pernikahan kita tidak akan pernah terputus, kau harus mempercayaiku." Tukasnya, Dylan mengelus mesra pipi Jesselyn.

"Selain dua hal tadi, sisanya aku tak masalah. "

Dylan mengikis jarak diantara mereka menjadi lebih dekat bahkan saling menempel. Perlahan tapi pasti, Dylan mendaratkan ciuman di bibir Jesselyn. Menggigit kecil kala Jesselyn tidak merespon. Jesselyn memang pernah berciuman beberapa kali dengan Blix tunangannya, namun tidak selembut dan seromantis bersama Dylan. Jesselyn merangkul leher Dylan yang sejak tadi memegangi pinggangnya.

Dylan membawa Jesselyn berbaring di atas tempat tidur. Melepaskan kaos dan dress calon istrinya. Nampak lah buah dada Jesselyn menantang Dylan untur menghisap nya rakus. Tangan satunya tak tinggal diam, sibuk membuka pertahanan terakhir Jesselyn. Dylan memasukkan jari tengahnya kedalam inti Jesselyn.

"Ah, Dylan... " Suara dessahan lolos dari mulut Jesselyn saat Dylan menyiksanya di dua titik memabukkan. Tubuhnya bagai tersengat listrik puluhan volte.

"Do you like appetizer? " Seringai Dylan, ia menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya. Jesselyn menelan ludah susah payah saat kejantanan Dylan berdiri tegak dan, perkasa? Ukurannya begitu besar membuat Jesselyn bergidik ngeri.

Bak menerima mantra sihir, Jesselyn mengangguk menerima tawaran Dylan. Dylan kembali menindih tubuh Jesselyn, ia melumatt bibir manis Jesselyn serta mulai melakukan pemanasan dengan menggesekkan pusakanya ke bibir bawah Jesselyn. Dada Jesselyn Membusung merasakan gelenyar aneh, kepalanya terasa ingin meledak.

Dylan mengangkat kedua kaki Jesselyn, wajahnya mulai tenggelam di depan gua bersih yang tak rimbun. Wangi, bersih dan menggoda. Dylan tahu Jesselyn selalu merawat tubuhnya dengan baik.

"What are you doing? " Pekik Jesselyn saat lidah Dylan menyapu lubang intinya.

"It will be delicious Jessie, trust me. " Perintah Dylan menyingkirkan tangan yang menutupi donat empuknya. Pasrah, Jesselyn menyerahkan semua pada Dylan.

Lidah Dylan menusuk rongga dan menekan biji milik Jesselyn. Jesselyn menjerit hingga menjambak rambut Dylan frustasi. "Ough Dylan, aku tidak tahan lagi... " Mendengar Jesselyn yang menyerah, Dylan semakin mempercepat ritme.

"Aaah,,, " Akhirnya Jesselyn mendapat pelepasan pertamanya.

Ting nong...

Dylan yang ingi memulai memasuki Jesselyn memaki siapapun yang menekan bel di waktu tidak tepat

"Sial... " Umpatnya menggeram,

"Dy, bukalah dulu siapa tahu penting." Saran Jesselyn. Terpaksa Dylan menurut, kembali mengenakan boxer dan kaos polo nya.

Jesselyn menutup seluruh tubuh polosnya dengan selimut tebal. Belum apa-apa tenaganya sudah terkuras habis. Kaki Jesselyn bahkan begitu lemas akibat pelepasan tadi.

"Apakah aku gila? Kenapa perlakuan Dylan sulit ku tolak? " Gumamnya. Entah karena lelah atau kenyang, Jesselyn tertidur tanpa sengaja. Ia mulai mendengkur halus di tengah kebosanan menunggu Dylan kembali.

Dylan Menggerutu usai mengusir Jay. Ternyata Jayden mengantarkan gaun pengantin dan jas mereka untuk di kenakan besok pagi dari apartemen hingga janji suci di ikrarkan.

Dylan tersenyum samar menyaksikan Jesselyn tertidur pulas. Tak ingin mengganggu, ia memilih melanjutkan pencarian pemilik nomer tadi di ruang kerjanya. Mungkin takdir belum merestui mereka untuk melakukannya. Dylan harus bersabar, besok setelah pernikahan berakhir dirinya bebas melakukan apapun bersama Jesselyn.

Jesselyn Carl

Lim Dylan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!