#17

"Hey, wake up. " Pelan, Dylan membangunkan Jesselyn dini hari. 

Jesselyn menggeliat memaksa matanya terjaga, menatap Dylan yang sudah rapi dengan setelan serba hitamnya. 

"Jam berapa sekarang? " Tanya Jesselyn heran. Ia terlalu lemah untuk sekedar bangun dari posisi tidurnya. 

"Aku harus pergi, ini pekerjaan penting Jessie." Perkataan Dylan sontak membuat Jesselyn kesal.

"You left me? " Seolah tak percaya dirinya harus ke London sendirian tanpa Dylan. 

"Tiba di Southampton akan ada orang paman Christ menjemput, dia bisa menjagamu selagi aku belum kembali." Ungkap Dylan berusaha menenangkan kegelisahan Jesselyn. 

Kemudian Dylan menyodorkan saucer keramik berisi sebutir obat di samping cangkir teh.

" No kids, remember? " Mengerti maksud Dylan, Jesselyn meraihnya dan langsung meminum pil penunda kehamilan. 

"Jayden sebentar lagi landing, kembalilah beristirahat." Pinta Dylan, tak lupa ia juga mengecup ujung kepala Jesselyn cukup lama sebelum akhirnya keluar kamar. 

Jesselyn menangkap Dylan membawa tas ransel yang sebelumnya tidak pernah ia lihat. Apakah pekerjaan Dylan di bantu oleh orang-orang yang tidak ia ketahui kehadirannya. Lalu kali ini tugas apa menanti Dylan.

Ketika Dylan sudah berada di helipad, Jayden dengan helikopternya terlihat mulai mendekat. Tidak ada co-pilot karena keduanya memang mampu menerbangkan. Dylan merasa bersalah harus meninggalkan Jesselyn, namun misi ini begitu penting. Sebuah badan negara meminta dirinya membasmi kelompok radikal. Kelompok yang memporak-porandakan pengungsian Jesselyn beberapa tahun lalu hingga menewaskan Aiden. Lebih tepatnya pekerjaan itu merupakan ajang balas dendam. 

"Kau menyukainya Dylan, berhenti menyangkal." Ujar Jayden saat Dylan sudah duduk di samping. 

"Dia harus aman bersamaku, ingatkan aku untuk terus melindunginya Jay! " Perintah Dylan pada sahabat tanpa mau menjawab pernyataan Jayden.

Jayden memahami betul bahwa bosnya tengah merasa cemas dan khawatir meninggalkan Jesselyn. tapi mereka menempatkan seseorang untuk memantau pergerakan nona muda tanpa sepengetahuan Jesselyn sendiri. 

****

Setelah sarapan Jesselyn memilih langsung turun ke pelabuhan, menyeret koper miliknya. Setiap langkah kaki Jesselyn, ia berpikir untuk kabur saat memiliki kesempatan. Sebelum orang-orang Dylan menyadarinya. 

"Hah,,, andai aku bisa." Gumam Jesselyn mengenyahkan pikirannya. 

"Mrs. Dylan." Sapa seorang wanita bertubuh tinggi tegap dengan beberapa otot lengan yang menonjol. 

"Ya, itu aku." Balas Jesselyn menyerahkan koper.

"Silakan" Supir sekaligus bodyguard yang di tugaskan Dylan membuka pintu, lalu memasukkan koper ke bagasi. 

"Antarkan aku ke perusahaan Oliver,,, "

"Nona bisa memanggilku El, namaku Eliana." Menyadari Jesselyn kebingungan, El lantas memperkenalkan diri. 

"Ya, terima kasih El. Berapa umurmu?" Tanya Jesselyn, lumayan juga memiliki teman mengobrol. Dylan memang sangat pengertian. 

"Dua puluh dua nona." Jawabnya singkat. Jesselyn menganggukkan kepala, tak salah memanggil nama saja. 

"Lain kali aku akan duduk disampingmu El." Lanjut Jesselyn, El hanya diam fokus mengemudi. 

Setibanya di kantor Jesselyn di sambut hangat oleh paman Christian dan Alya yang tidak bisa hadir di acara pernikahan sang keponakan. Terkendala pekerjaan dan jadwal meeting.

"Maafkan auntie, Jessie. Dylan benar-benar keterlaluan memberi kami kabar mendadak." Alya yang masih terlihat muda mencebikkan bibir kesal pada keponakan kesayangannya. 

"It's ok auntie, malah kami yang harus minta maaf. Semua terjadi begitu cepat, dan maafkan aku soal pekerjaanku." Jesselyn menunduk menautkan jemarinya. Ia duduk di sebelah Alya, di ruang kerja sang suami. 

"Jangan di pikirkan Jessie. Kau berhak memilih, untuk merahasiakan atau membiarkan para staf mengetahui status barumu." Ungkap Christian menengahi. 

" Biarkan semua mengalir apa adanya uncle. It's not a big deal." Keduanya tersenyum menghargai keputusan Jesselyn. Sejak awal Alya bertemu istri keponakannya, ia sudah tahu bahwa Jesselyn merupakan pilihan tepat untuk Dylan. 

Tidak ada yang membahas soal penangkapan ayah Jesselyn. Dylan mampu meredam seluruh anggota keluarga agar tidak menyinggung perasaan istrinya. Alya hanya tahu kalau Dylan dan Jesselyn sudah saling mengenal sejak lama dan Dylan menyukai Jesselyn. 

Sekelas Liam dan Christianpun tidak mampu mengakses kehidupan pribadi Dylan. Di bantu Baron teman Jesselyn, juga Jayden Dylan menghapus semua data base mengenai pekerjaan dirinya selama ini. 

"Baiklah, kau bisa kembali ke mejamu sayang. Jangan terlalu lelah bekerja, kakak ku berpesan kau harus menjaga kesehatan." Alya mengusap lembut punggung tangan Jesselyn. 

Tatapannya mengisyaratkan begitu menyayangi Jesselyn seperti puteri sendiri. Alya harus tabah ketika di vonis dokter tidak memungkinkan lagi mengandung. Dyon, anak satu-satunya mereka. Penyemangat dan pelipur lara itu, malah entah dimana keberadaannya sekarang. 

"Terima kasih auntie, uncle. Aku pamit." Keluar ruangan, Jesselyn menghirup oksigen secukupnya. Memantapkan hati agar kuat menghadapi rintangan di hadapannya. 

Kamp Lebanon, 02.00 pm

Dylan masih berjuang menembus markas sang musuh bebuyutan. Sejak lama ia mengincar kematian Sameer, ketua pemberontak pemicu kembalinya terjadi perang. Beberapa anak buah Dylan gugur secara terhormat, memperjuangkan kebebasan korban peperangan. Tersisa dirinya, Jayden dan kedua anak buah. 

Kini posisi mereka terjepit, bersembunyi di dekat markas Sameer. Dari tempatnya, Dylan tengah membidik bersiap melesatkan peluru tepat di jantung Sameer. Kepiawaian Jayden mengatur strategi memudahkan mereka masuk tanpa tercium. Sayangnya di pintu gerbang tiga anak buah Dylan harus kalah melawan penjagaan ketat. 

"Kau yakin membunuhnya sekarang? Pangeran Gustav menjanjikan kebebasan mertuamu Dy, jika kau membawa Sameer padanya." Bisik Jayden pelan sekali, bahkan nyaris tak terdengar. 

"Shut the fuckk up Jay. Kau mengganggu konsentrasi ku." Dylan menanggapi santai di tengah suasana tegang. 

Memang sebuah pilihan sulit, disaat dirinya ingin melenyapkan manusia biadab itu Dylan di beri penawaran oleh paman Jesselyn sendiri. Ternyata selama ini dana yang Carl gelapkan adalah perintah Sameer. Dari Sameer pula Carl mndapat donor untuk Jesselyn. Kebiasaan memeras Sameer tidak bisa Carl lawan. Itulah yang membuat posisi Carl terpojok, sebuah kesalahan berat membantu penjahat. 

"Aku akan menembak." Putus Dylan cepat. Belum sempat Jayden menyahut suara tembakan terdengar pelan namun tepat sasaran. Sameer berhasil di lumpuhkan dengan mudah oleh Dylan. Di saat semua orang susah payah mendekati Sameer, Dylan bahkan hanya perlu menembak di bagian dada saja. Sisanya Jayden dan anak buah Dylan yang akan mengurus pasukan Sameer. 

Berjalan tegap, gagah dan percaya diri, Dylan menghampiri Sameer yang memegangi dadanya. 

"Itu untuk Aiden, dan ini baru permulaan sialan." Sepatu Dylan menginjak tanpa ampun luka tembak Sameer. Hingga pemilik tubuh itu menjerit kesakitan. 

"Cih... Bawa dia." Perintah Dylan pada salah satu tentara resmi pemerintahan. Mereka selalu di beri bala bantuan tambahan oleh para klien. 

"Ku harap kau membunuhnya saja tuan. Anak dan istriku mati oleh setan ini." Ungkap tentara, tangannya sibuk memborgol Sameer. 

"Kau tenang saja, saatnya tiba dia akan hancur lebur menjadi cincangan daging di tanganku." Balas Dylan menepuk pelan pundak pria lebih tua darinya. Seolah merasakan kepedihan di tinggal orang terkasih. 

Butuh waktu setengah hari Dylan melumpuhkan Sameer. Untuk pengiriman penjahat internasional itu sendiri di tangani pihak berwenang, tentu Jayden ikut guna mengawasi. Seharusnya Dylan juga hadir, namun ia tidak sanggup harus meninggalkan Jesselyn terlalu lama.

setelah lelah bekerja seharian di kantor, Jesselyn pulang ke unit milik Dylan di antar El. El bahkan membantu Jesselyn merapikan barang bawaan, hingga memasak makan malam. itu semua perintah dari Dylan agar Jesselyn tidak kesepian.

"Thanks El, kau bisa pulang sekarang." Jesselyn memberi izin, pasalnya ia tidak tega memanfaatkan kehadiran El yang selalu memaksa membantu.

"baik nona, hubungi aku jika memerlukan sesuatu. rumah ku tidak jauh dari sini." El tersenyum tipis sebelum pamit menutup pintu.

Jesselyn berdiri memandangi jalanan kota London, ramai di malam hari seperti tak pernah berhenti beraktivitas. air matanya kembali terjun bebas mengingat keadaan sang ibu juga nasib ayahnya.

"mom, dad, maafkan aku." lirihnya pelan.

ting nong...

suara bel pintu menghentikan lamunan Jesselyn. segera ia mengusap sisa air mata di pipi. memeluk diri sendiri, Jesselyn penasaran siapa yang datang. apakah El kembali? atau mungkin Dylan sudah pulang.

berjalan ke arah pintu, Jesselyn mengintip dari lubang dan melihat sosok perempuan dengan Sepiring pie di tangannya.

cek lek,

Jesselyn membuka pintu.

"Caitlyn, ada apa? " tanya Jesselyn mencoba bersikap ramah meski ia sadar Caitlyn tidak menyukainya.

"aku mendengar dari bibi Grace kau tiba hari ini. Penyambutan tetangga baru." Caitlyn menyodorkan pie buatannya kehadapan Jesselyn. sempat ragu, akhirnya Jesselyn menerima.

"Terima kasih, kau tidak perlu repot Caitlyn." ucap Jesselyn bersungguh-sungguh.

"oh, bolehkah aku masuk? aku sedang menunggu temanku menjemput, tidak lama lagi dia tiba." Jesselyn ingin sekali menolaknya, namun ia menghargai Caitlyn sebagai kerabat suami. Terpaksa mempersilahkan gadis hitam manis itu masuk.

"Duduklah, aku akan mengambil minum dan memotong pie buatanmu." sementara Caitlyn duduk manis, Jesselyn melakukan kegiatan di dapur.

"cepat cicipi pie buatanku, apa ada yang kurang? " perintah Caitlyn. keduanya kini duduk berhadapan di sofa ruang tamu.

satu suapan masuk ke dalam mulut Jesselyn. "ini pas dan enak, Caitlyn terima kasih." Caitlyn hanya tersenyum menanggapi pujian Jesselyn.

"nah temanku sudah di depan, aku pergi dulu." pamit Caitlyn.

saat ingin mengantar Caitlyn, Jesselyn merasakan sesuatu aneh pada tubuhnya. mendadak panas, gerah dan pening di kepala. berulang kali dirinya menggeleng berusaha meredam lonjakan hasrat tiba-tiba.

"Oh shitt, that bitchh." umpat Jesselyn kasar di belakang Caitlyn menyadari dirinya di jebak. ketika pintu terbuka, sosok teman Caitlyn ternyata seorang pria.

di sisa kesadarannya, Jesselyn mendorong kasar punggung Caitlyn hingga keluar menabrak pria menakutkan itu.

brak...

segera Jesselyn mengunci pintu apartemen menggunakan sistem double lock. satu masalah terselesaikan, lalu bagaimana dirinya bertahan melawan keinginan untuk bercinta saat ini. sungguh sial dirinya harus tertipu oleh Caitlyn si licik berwajah manis. yang tengah kesal rencananya kembali gagal untuk menghancurkan harga diri Jesselyn.

apapun akan Caitlyn lakukan agar Dylan dan Jesselyn berpisah. Caitlyn ingin Dylan membenci perempuan itu. tidak mampu memiliki pun tak apa menurutnya. asalkan rasa sakit hati terbalaskan tuntas.

Dylan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!