Setelah dua hari dirawat di Rumah Sakit, Kakek Randu dinyatakan pulih dan diperbolehkan pulang ke rumah.
Ranvier yang terus menemani sang Kakek pun tampak antusias mendampingi. Senyum terus menghias wajahnya pertanda ia sangat gembira hari itu.
Krisna masuk ke dalam kamar setelah menyelesaikan semua administrasi yang berkaitan dengan tuannya.
" Apa Kita bisa pulang sekarang Kris...?" tanya Kakek Randu.
" Iya Tuan. Mari Saya bantu...," sahut Krisna sambil memapah Kakek Randu untuk duduk di kursi roda.
" Aku aja yang dorong kursinya Pak Kris...," pinta Ranvier.
" Iya Mas...," sahut Krisna sambil menepi.
Kemudian Ranvier mendorong kursi roda itu perlahan. Saat tiba di parkiran tampak Tomi berdiri menyambut.
" Senang melihat Tuan sembuh dan fresh kaya gini...," kata Tomi sambil tersenyum.
" Tapi Aku ga sakit Tom, Aku cuma kurang tidur. Selama di sini Aku dikasih obat sampe tidur hampir sepanjang waktu. Itu sebabnya sekarang Aku terlihat lebih fresh...," sahut Kakek Randu.
" Iya Tuan. Oh iya, Ustadz Rahman udah nunggu di rumah Tuan...," kata Tomi sambil membantu Kakek Randu duduk di dalam mobil.
" Bagus. Kita pulang sekarang Tom. Aku ga sabar menuntaskan urusan Ranvier...," kata Kakek Randu.
" Baik Tuan...," sahut Tomi lalu bergegas menutup pintu mobil.
Tak lama kemudian mobil terlihat melaju meninggalkan Rumah Sakit.
\=\=\=\=\=
Semua orang nampak antusias menyambut kepulangan Kakek Randu. Mbok Rah bahkan menitikkan air mata melihat sang tuan dipapah masuk ke dalam rumah karena enggan menggunakan kursi roda.
" Aku sehat, kenapa harus pake kursi roda. Bantu Aku jalan aja biar tubuhku ga manja...," pinta Kakek Randu.
Tomi bergegas membantu dan memapah sang tuan hingga masuk ke dalam rumah. Ustadz Rahman nampak tersenyum menyaksikan sikap keras kepala sang tuan rumah.
" Like father like son banget sih Pak Randu ini...," gumam ustadz Rahman sambil menggelengkan kepala.
" Betul Ustadz, sebelas dua belas sama Raka...," sahut Krisna setengah berbisik hingga membuat ustadz Rahman tertawa.
Bukan tanpa alasan ustadz Rahman tertawa. Raka yang mereka bicarakan adalah anak Kakek Randu yang merupakan ayah kandung Ranvier. Ustadz Rahman dan Krisna sangat mengenal Raka karena mereka adalah teman sepermainan sejak kecil.
Raka memiliki sifat dan watak yang mirip dengan ayahnya, keras kepala dan pemberontak.
Raka adalah anak laki-laki tunggal dari empat bersaudara. Tiga saudari Raka berasal dari ibu yang berbeda karena Randu menikah dengan ibu Raka saat masih memiliki Istri dan anak.
Raka tumbuh dewasa dalam limpahan kasih sayang dan materi dari Randu yang memang menginginkan anak laki-laki. Sudah bisa dipastikan itu menimbulkan rasa iri pada ibu tiri dan ketiga kakak tirinya. Apalagi Randu memilih menghabiskan sisa umurnya bersama Raka dan ibunya daripada tinggal bersama istri pertama dan anak-anaknya.
Terdengar tak adil memang. Tapi Randu melakukannya bukan tanpa alasan.
Saat ketiga saudari Raka tumbuh dewasa, mereka mulai berani menuntut pada sang ayah. Selain menuntut kasih sayang, mereka juga menuntut harta warisan sang ayah. Tentu saja itu membuat Randu murka.
" Bisa-bisanya Kalian menuntut harta warisan di saat Aku masih hidup dan sehat. Apa Kalian menyumpahi Aku supaya cepat mati...?!" tanya Randu lantang.
" Bukan begitu Yah. Kami cuma berjaga-jaga. Ayah kan punya istri dan anak lain selain Kami. Siapa tau Ayah khilaf dan melupakan hak Kami lalu membiarkan harta peninggalan Ayah dimiliki oleh mereka...," sahut si sulung.
" Astaghfirullah aladziim. Raka dan Ibunya ga serakah sama hartaku. Jadi Kalian ga perlu khawatir...," kata Randu sambil menggelengkan kepala.
" Sekarang emang gitu, tapi mana Kita tau yang terjadi nanti...," sahut anak kedua dengan ketus.
" Jadi Kalian mencurigai Raka dan Ibunya. Asala Kalian tau, mereka ga bakal merampas sesuatu yang bukan miliknya...!" kata Randu sambil melotot.
" Terus apa namanya wanita yang mau menikahi pria beristri dan beranak tiga. Apa itu bukan merampas kebahagiaan keluarga Kita namanya...," sindir si bungsu.
" Kalo Kamu ga paham apa yang Kamu omongin, lebih baik diam dan jangan bicara...," kata Randu tegas.
" Aku bukan anak kecil Yah. Aku paham apa yang terjadi. Sejak Ayah menikahi wanita ini, Ayah ga peduli lagi sama Kami...!" kata si bungsu sambil menitikkan air mata.
" Siapa bilang Aku ga peduli. Aku tetap mengirim uang untuk Kalian...," sahut Randu cepat.
" Tapi bukan cuma uang yang Kami butuhkan, Kami juga butuh kasih sayang Ayah...!" kata ketiga saudari Raka bersamaan.
" Ada yang bisa memberikan kasih sayang yang Kalian butuhkan tapi bukan Aku. Sebaiknya Kalian pulang dan jangan mengacau di sini. Raka lagi sakit dan butuh ketenangan...," kata Randu.
" Kami mau pulang kalo Ayah sudah memberikan hak Kami...!" bantah si sulung hingga membuat amarah Randu yang sempat padam kembali tersulut.
" Hak apa yang Kalian maksud ?. Hartaku ?. Semua itu bukan hak Kalian tapi hak Raka...!" sahut Randu lantang.
" Tapi Kami kan juga anak Ayah. Dan Kami lebih dulu lahir daripada Raka. Apa karena Kami perempuan jadi Ayah ga mau memberi hak Kami ?. Padahal dalam agama jelas diatur tentang pembagian waris untuk anak perempuan dan anak laki-laki, walau ga sama tapi Kami terima kok...!" kata si sulung.
" Kami ga minta lebih Yah. Sesuai aturan agama aja...," sela anak kedua menambahkan.
" Tapi kalo Ayah mau ngasih lebih sih Kami terima...," kata si bungsu cepat.
" Jadi Kalian mau pembagian harta warisan dibagikan di saat orang yang memiliki harta itu masih hidup ?. Bukan kah itu bertentangan dengan agama...?" tanya Randu sambil menatap ketiga wanita belia di hadapannya itu bergantian.
" Kami hanya ingin mengantisipasi supaya Kami ga dizholimi nanti...," sahut si sulung.
" Siapa yang Kalian maksud akan menzolimi Kalian...?" tanya Randu.
" Ayah pasti paham maksud Kami, jadi ga usah diperjelas lah...," sahut si sulung sambil melengos.
Ucapan si sulung membuat Randu menggelengkan kepala dan tersenyum kecut.
" Jadi gimana Yah...?" tanya si bungsu tak sabar.
" Kalian ingin semua dibagi sesuai aturan agama...?" tanya Randu.
" Iya...," sahut ketiga wanita belia itu bersamaan.
" Baik. Kalian tunggu sebentar...," kata Randu lalu bangkit dari duduknya.
Randu nampak berjalan kearah meja kerjanya. Ia meraih telephon dan mulai menghubungi seseorang. Tiga wanita belia itu saling menatap sambil tersenyum saat mendengar Randu menyebut nama seseorang yang mereka kenali sebagai pengacara pribadi keluarga.
" Iya, segera ke sini. Jangan lupa bawa semua berkas yang diperlukan. Saya mau semua clear hari ini...," kata Randu sambil melirik kearah tiga tamunya itu.
Randu pun mengakhiri pembicaraannya dengan sang pengacara kemudian kembali mendekati ketiga tamunya. Tak lama berselang Randu dan ketiga tamunya menoleh kearah pintu yang terbuka dan memperlihatkan sosok sang pengacara.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
anitha yunita
wow
2023-03-13
2
Siti komalasari
lanjut kak
2023-02-25
2
uutarum
jangan2 bkn anaknya
2023-02-22
3