Ketiga wanita belia itu nampak membeku di tempat dengan wajah memucat. Mereka terkejut mendengar sang pengacara membacakan isi surat wasiat yang ditulis Randu, yang sedianya akan dibacakan setelah Randu meninggal dan dimakamkan.
" Apa-apaan ini...!" kata si sulung marah.
" Iya. Yang bener dong Pak, jangan mengada-ada...! " sahut anak kedua.
" Saya ga mengada-ada Mbak. Ini isi surat wasiat yang sudah disiapkan Pak Randu...," kata sang pengacara.
" Kenapa Kalian marah ?. Bukannya tadi Kalian bilang mau semua diurus sesuai aturan agama. Terus kenapa Kalian ga terima sama isi surat wasiat itu...?" tanya Randu dengan tenang.
" Tapi Ayah...," ucapan si bungsu terputus saat Randu memotong cepat.
" Maaf jika membuat Kalian kecewa. Tapi Aku dan Kalian memang tak punya hubungan darah sama sekali karena Kalian bertiga bukan Anak kandungku. Kalian anak Ibu Kalian dengan pria lain yang tak Aku tahu siapa orangnya. Selain itu Aku dan Ibu Kalian telah lama bercerai. Itu sebabnya mengapa Aku pergi dan memilih tinggal bersama Raka dan Ibunya. Tapi harus Aku akui jika Aku terlanjur menyayangi Kalian. Karenanya Aku tetap menafkahi Kalian bertiga layaknya Ayah terhadap anaknya meski pun Aku tau Aku tak punya kewajiban melakukan itu...," kata Randu hingga membuat ketiga wanita itu terkejut bukan kepalang.
" Sebagai tambahan, ini ada dokumen yang membuktikan jika DNA Kalian bertiga ga cocok dengan Pak Randu dan berbeda sama sekali...," sela sang pengacara sambil menyodorkan tiga dokumen kearah tiga wanita itu.
Ucapan Randu ditambah bukti DNA itu membuat ketiga wanita belia di hadapannya shock lalu menangis. Mereka percaya jika bukti di tangan mereka adalah asli mengingat kedudukan Randu sebagai orang besar yang bisa mendapatkan apa pun dengan uangnya. Ketiga wanita itu nampak menunduk malu karena telah menuntut sesuatu yang tak seharusnya dan bukan milik mereka.
" Kenapa Ibu ga bilang kalo Kami bukan Anak Ayah...," kata si bungsu di sela tangisnya.
" Ayah yang minta supaya ga perlu membicarakan itu. Ayah memaafkan Ibu Kalian tapi Ayah ga bisa kembali. Jika satu kesalahan, mungkin Ayah bisa terima. Tapi ini sudah di luar batas...," kata Randu dengan mata berkaca-kaca.
" Setelah Mbak bertiga dengar dan tau apa hubungan Kalian dengan Pak Randu, apa Kalian masih ngotot minta harta Beliau...?" tanya sang pengacara.
" Ga mungkin Pak. Kami justru malu dan khawatir Ayah membenci Kami...," sahut si sulung.
" Betul...," sahut dua wanita lainnya.
" Ayah ga benci sama Kalian. Sampe kapan pun Kalian tetap Anakku. Meski pun Kita tak punya darah yang sama, apa Kalian masih mau menganggapku Ayah...?" tanya Randu dengan suara tercekat.
Tiga wanita belia di hadapan Randu nampak saling menatap lalu menghambur kearahnya.
" Ayaaahh...!" kata ketiga wanita belia itu sambil menangis.
" Berjanjilah untuk jadi wanita baik dan terhormat. Jangan mengumbar na*su untuk kesenangan sesaat karena bisa menghancurkan masa depan Kalian kelak. Ibu Kalian adalah contoh yang buruk. Jangan tiru dia tapi tetap sayangi dia...," kata Randu sambil mengusap kepala tiga bersaudari itu bergantian.
" Iya Ayah...," sahut tiga wanita itu bersamaan.
" Bisa kan kalo Ayah minta sesuatu...?" tanya Randu tiba-tiba hingga membuat tiga bersaudari itu saling menatap bingung.
" Apa Ayah...?" tanya si sulung.
" Tolong akui dan sayangi Raka sebagai adik Kalian. Apa bisa...?" tanya Randu penuh harap.
" Bisa Ayah. Kami akan menyayangi Raka sebagai adik Kami...!" sahut tiga bersaudari itu dengan mantap hingga membuat Randu tersenyum.
" Makasih Anak-anak..., " kata Randu terharu lalu kembali memeluk ketiga wanita itu.
Ibu Raka nampak mengamati interaksi Randu dan tiga wanita itu dari balik jendela kamar sambil tersenyum. Saat itu ia tengah menggendong Raka yang masih berusia lima tahun.
Setelah menuntaskan urusannya dengan Randu, 'tiga saudari Raka' pamit undur diri.
" Tolong sampaikan permintaan maaf Kami pada Raka dan Ibunya. Kami janji akan jadi saudari yang baik untuk Raka kelak...," kata si sulung mewakili kedua saudarinya.
" Biar Aku sampaikan nanti dan hati-hati di jalan...," sahut Randu sambil tersenyum.
Dan hari itu adalah hari terakhir Randu berjumpa dengan tiga wanita yang mengklaim dirinya sebagai saudari Raka itu. Setelah hari itu mereka tak pernah lagi bersua hingga detik ini.
Raka pun tak pernah bertemu dengan mereka. Ia hanya tahu dirinya memiliki tiga saudari perempuan dari ibu yang berbeda.
Randu sangat menyayangi Raka bahkan cenderung memanjakannya. Ia melakukan banyak hal agar Raka bisa hidup dengan layak tanpa harus merasa kesulitan apalagi dalam hal materi. Tanpa Randu sadari hal itu justru membuat Raka tumbuh jadi anak yang manja dan keras kepala.
Raka memiliki teman bernama Rahman dan Krisna. Rahman adalah teman sekelas saat masih SD, sedangkan Krisna adalah anak supir yang tinggal di lingkungan rumah mereka. Ketiganya berteman baik hingga dewasa dan berkeluarga.
Rahman memilih memperdalam agama, sedang Krisna memilih mengabdi pada keluarga Raka dan Raka sendiri menjadi pengusaha sukses.
Namun peristiwa naas telah merenggut Raka dan istrinya. Mereka meninggal dalam kecelakaan pesawat saat dalam perjalanan menuju Turki. Seluruh korban berhasil ditemukan dalam kondisi tak utuh karena ledakan pesawat termasuk Raka dan istrinya.
Saat itu Ranvier masih berusia satu tahun. Ia ditemukan tengah menangis dalam dekapan sang ibu yang telah menjadi mayat di balik kepingan badan pesawat.
Rahman dan Krisna hadir pada saat pemakaman Raka dan istrinya. Mereka menangis tanpa henti karena tak kuasa melepas sahabat terbaik yang mereka miliki. Apalagi saat itu mereka juga melihat Ranvier terus mengucapkan sesuatu sambil melambaikan tangan kearah peti mati kedua orangtuanya.
" Papa... Mama... nini ain. Dadah... dadah...," kata Ranvier saat itu.
Semua orang yang menyaksikan ulah Ranvier pun tak kuasa menahan tangis. Bahkan Randu hampir pingsan saat melihat Ranvier hampir terjerembab masuk ke dalam liang lahat dimana peti Raka dan istrinya diletakkan.
Saat itu Ranvier lepas dari gendongan sang Kakek yang sedang sibuk menyambut ucapan bela sungkawa dari para tamu. Randu tak menyadari jika Ranvier melompat turun lalu berjalan tertatih-tatih mendekati liang lahat. Semua orang menjerit saat menyadari Ranvier kecil melompat ke dalam liang lahat sambil memanggil kedua orangtuanya.
" Papaaa... Mamaaa... ituutt...," kata Ranvier sambil mengulurkan tangannya.
" Ranvieeerr...!" jerit semua orang.
Beruntung penggali makam sigap menangkap tubuh mungilnya hingga Ranvier urung membentur peti yang keras itu. Kemudian Ranvier diserahkan kepada sang Kakek yang memeluknya erat sambil menangis. Saat itu lah Randu berjanji akan membesarkan dan mendidik Ranvier.
Sambil berurai air mata Randu pun melepas kepergian anak semata wayangnya yang dimakamkan di samping makam sang istri.
Lamunan Ustadz Rahman pun buyar saat suara Ranvier terdengar lantang memanggilnya dari anak tangga.
" Ini benda yang Aku ceritain kemarin Ustadz...!" kata Ranvier sambil memperlihatkan tasnya.
" Bagus. Biar Saya yang buka ya...," kata ustadz Rahman diangguki Ranvier.
Namun saat ujung jemari ustadz Rahman menyentuh tas, ia nampak mengerutkan keningnya.
" Kenapa Ustadz...?" tanya Krisna.
Ustadz Rahman nampak membisu sambil matanya menatap ke semua penjuru ruangan seolah mencari sesuatu.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
anitha yunita
ternyata seperti itu. kasian juga ya ranveer
2023-03-13
2
IG: _anipri
apa dari kecelakaan itu Ranvier jadi punya kemampuan khusus?
2023-03-11
2
Nurhayati
syedih😭😭😭
2023-03-07
1