Ranvier mengerjapkan mata saat cahaya matahari mengenai kedua matanya. Ia tersentak lalu bangkit dari posisi tidurnya.
Ranvier mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan tersenyum saat melihat baju seragam sekolahnya terlipat rapi di atas kursi.
Perlahan Ranvier melangkah mendekati seragamnya itu. Ia meraih seragamnya dan tersenyum puas mengetahui pakaian itu bisa ia kenakan nanti.
" Udah kering rupanya. Hmmm..., wangi banget. Pake apaan ya, wanginya ga biasa gini...," gumam Ranvier.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Ranvier mempersilakan orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam kamar. Saat pintu terbuka, sosok wanita bertubuh gemuk nampak berdiri di ambang pintu sambil tersenyum. Ranvier pun balas tersenyum karena mengenali wanita itu sebagai istri Damar.
" Sudah bangun rupanya. Udah ditunggu sarapan di ruang makan lho...," kata istri Damar sambil melangkah ke tempat tidur.
" Iya. Aku mandi dulu sebentar...," sahut Ranvier sambil membalikkan tubuhnya lalu melangkah menuju kamar mandi di sudut kamar.
" Ga usah buru-buru Ranvier. Kyai sama Nyai tau kalo Kamu butuh waktu untuk bersiap-siap...!" kata istri Damar dengan lantang.
" Iya Bu...!" sahut Ranvier dari kamar mandi.
Tak lama kemudian Ranvier selesai membersihkan diri. Ia keluar dengan tubuh dan wajah yang lebih fresh. Ia melihat istri Damar duduk di kursi dan tersenyum melihat kehadirannya.
" Ibu yang beresin tempat tidur itu...?" tanya Ranvier.
" Iya...," sahut istri Damar cepat.
" Harusnya ga usah Bu. Aku biasa membereskan tempat tidur sendiri kok...," kata Ranvier tak enak hati.
" Gapapa. Suatu saat nanti Kamu juga bakal beresin tempat tidur ini dengan tanganmu sendiri...," sahut istri Damar sambil tersenyum penuh makna.
" Maksudnya gimana ya Bu...?" tanya Ranvier tak mengerti.
" Bukan apa-apa. Udah siap kan ?, Kita keluar yuk...," ajak istri Damar sambil membuka pintu kamar.
Ranvier mengangguk lalu mengikuti langkah wanita gemuk itu. Saat melintas lorong menuju ruang makan, Ranvier sempat berhenti untuk mengamati lukisan besar yang terpampang di dinding lorong. Bahkan Ranvier menyentuh lukisan itu dengan ujung jarinya.
" Kenapa Ranvier...?" tanya istri Damar.
" Ini bukan lukisan kan...?" tanya Ranvier.
" Kalo bukan lukisan, menurut Kamu itu apa...?" tanya istri Damar.
" Mmm..., ini lebih mirip relief batu yang pernah Aku liat di candi Borobudur. Cuma bedanya yang ini berwarna warni seperti lukisan cat minyak..., " sahut Ranvier ragu.
Jawaban Ranvier membuat istri Damar tersenyum lebar.
" Kamu betul Ranvier. Apa Kamu baru tau itu relief batu, bukannya semalam Kamu juga lewat sini dan melihatnya...?" tanya istri Damar.
" Iya, tapi Aku ga ngeh kalo ini relief batu...," sahut Ranvier.
Tiba-tiba Damar datang mengejutkan keduanya.
" Ternyata di sini. Kalian ditunggu sama Nyai lho...," kata Damar mengingatkan.
" Oh iya, maaf ini salahku. Jangan marahin Ibu ya...," pinta Ranvier hingga membuat Damar dan istrinya tersenyum.
" Baik lah, silakan lewat sini...," kata Damar sambil mengarahkan Ranvier ke sebuah ruangan.
Ranvier pun mengangguk lalu mengekori Damar, sedangkan istri Damar berjalan kearah yang berbeda. Saat Ranvier melintas, semua orang yang berpapasan dengannya nampak menunduk dengan takzim seolah menunjukkan rasa hormat.
" Maaf Pak Damar. Kenapa semua orang menunduk saat Kita lewat tadi...?" tanya Ranvier penasaran.
" Karena Kamu adalah tamu terhormat Ranvier...," sahut Damar cepat.
" Tapi Aku cuma remaja yang ga sengaja ketemu dan diajak masuk oleh Nyai ke sini. Itu juga karena bajuku kotor dan basah kuyup kena cipratan air kotor...," kata Ranvier.
" Justru karena Nyai yang membawa Kamu ke sini, makanya Kamu jadi istimewa Ranvier...," sahut Damar sambil menatap Ranvier dengan tatapan lembut.
" Masa sih...?" tanya Ranvier.
" Iya. Nah, sekarang coba Kamu lihat ke sana. Itu Arcana, anak Nyai Ranggana. Bisa kan Kamu panggil dia dan mengajaknya masuk untuk sarapan bersama ?. Saya harus menyiapkan mobil untuk mengantar Kamu nanti...," kata Damar.
" Apa dia bisa mendengar...?" tanya Ranvier.
" Tentu. Kenapa Kamu tanya kaya gitu Ranvier...?" tanya Damar sambil mengerutkan keningnya.
" Soalnya Aku ga liat dia merespon ucapan orangtuanya selama Kami makan malam bersama semalam. Jadi Aku pikir dia tuli dan bisu...," sahut Ranvier sambil tersenyum kecut.
" Arcana memang pendiam dan jarang bicara. Dia hanya akan bicara jika perlu...," kata Damar.
" Kalo gitu Aku ga mau manggil dia. Nanti kalo dia marah gimana ?. Soalnya orang pendiam itu suka marah kalo disapa...," kata Ranvier sambil menggelengkan kepala.
" Arcana ga akan marah. Walau pendiam tapi dia bukan anak yang temperamental..., " sahut Damar sambil tersenyum.
" Ok, Aku panggil dia sekarang...," kata Ranvier sambil melangkah menuju taman dimana Arcana berada.
Damar pun tersenyum lalu segera berlalu. Sementara itu Ranvier makin mendekat kearah Arcana. Gadis cilik berusia sekitar sepuluh tahun itu nampak sedang merenung sambil merendam kakinya di dalam kolam.
Sebelum menyapa, Ranvier sengaja berdiri sejenak untuk mengamati gerak-gerik Arcana. Gadis itu masih asyik memainkan kakinya di dalam air. Sesekali Arcana tersenyum saat sosok makhluk air menggigit ujung jemari kakinya.
Berbeda dengan Arcana yang terlihat santai, Ranvier justru terkejut melihat hewan yang bergerak di dalam air itu. Hewan yang semula dikira ikan itu ternyata adalah buaya berukuran kecil.
" I... itu buaya kan...?!" kata Ranvier lantang hingga mengejutkan Arcana.
" Sssttt..., jangan berisik !. Kamu membuatnya takut...!" kata Arcana sambil menyilangkan jari telunjuknya di depan bibir.
" Maaf. Tapi itu beneran buaya kan...?" tanya Ranvier setengah berbisik.
" Anak buaya lebih tepatnya...," sahut Arcana sambil mengangguk.
" Apaa...?!" kata Ranvier lantang hingga membuat Arcana berdecak sebal.
Rupanya saat Ranvier bicara lantang permukaan air kolam bergolak. Dan saat itu lah terlihat jelas tiga ekor buaya menggeliat lalu berenang menjauhi Arcana.
Arcana pun mengeluarkan kedua kakinya dari kolam lalu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Ranvier.
" Kamu telah membuat mereka takut dan pergi. Kamu harus bertanggung jawab...!" kata Arcana sambil menatap Ranvier marah.
" Aku ga sengaja. Lagian siapa suruh main sama buaya, itu kan berbahaya. Harusnya Kamu berterima kasih sama Aku karena udah menyelamatkan Kamu dari terkaman buaya...," sahut Ranvier membela diri.
" Siapa yang mau menerkam ?. Mereka baik kok. Dan selama ini mereka lah temanku. Justru Kamu yang datang dan mengganggu...!" kata Arcana lantang.
" Aku ga ganggu !. Aku ke sini karena Pak Damar memintaku untuk manggil Kamu. Kalo tau begini reaksi Kamu, udah daritadi Aku tolak...," sahut Ranvier kesal.
Perdebatan antara Ranvier dan Arcana membuat seisi rumah gempar. Bahkan Kyai dan Nyai Ranggana ikut keluar untuk menyaksikan perdebatan Ranvier dan Arcana. Tapi bukan melerai keduanya, Kyai dan Nyai Ranggana justru tersenyum melihatnya.
" Pokoknya Kamu harus tanggung jawab...!" kata Arcana.
" Ok, tanggung jawab apa ?. Kalo Aku disuruh manggil buaya-buaya itu ke sini, Aku ga mau...," sahut Ranvier.
" Ehm...!" Kyai Ranggana berdehem keras hingga membuat perdebatan Ranvier dan Arcana berakhir.
Ranvier dan Arcana pun menoleh. Mereka terkejut saat melihat Kyai dan Nyai Ranggana berada di sana. Tak hanya sang pemilik rumah, tapi juga beberapa pelayan ikut berbaris sambil menatap Ranvier dan Arcana dengan tatapan yang sulit dimengerti.
" Ayah...," panggil Arcana dengan suara tercekat.
Ranggana hanya diam lalu membalikkan tubuhnya dan masuk ke bagian dalam istana.
" Kita bisa bicarakan itu sambil sarapan ya. Ayo Arcana...," ajak Aria alias Nyai Ranggana.
" Baik Bu...," sahut Arcana lirih lalu melangkah mengikuti sang ibu.
Mau tak mau Ranvier mengekori Aria dan Arcana karena tak ingin diterkam buaya penghuni kolam.
\=\=\=\=\=
Setelah sarapan bersama, Ranvier pun bersiap meninggalkan kediaman Kyai dan Nyai Ranggana.
Saat itu Ranvier nampak telah berada di dalam mobil bersama Damar. Sedangkan Kyai Ranggana beserta anak dan istrinya nampak berdiri di teras untuk melepas kepergian Ranvier.
" Ini tasmu Ranvier...," kata istri Damar sambil menyerahkan tas milik Ranvier yang terlihat menggembung.
" Apa isinya Bu ?. Kenapa jadi besar dan lebih berat dari biasanya...?" tanya Ranvier sambil meraih penutup tas.
" Jangan dibuka sekarang...," kata Damar sambil menarik jemari Ranvier dengan lembut.
" Kenapa Pak...?" tanya Ranvier.
" Ada hadiah permintaan maaf dari Nyai untukmu. Ga sopan kan kalo dibuka langsung di depan beliau. Sekarang sebaiknya Kamu pamit biar bisa segera Saya antar...," bisik Damar di telinga Ranvier.
" Oh gitu. Makasih Nyai, makasih Kyai. Aku pulang dulu ya. Daahh...," kata Ranvier sambil melambaikan tangannya.
Kyai Ranggana beserta anak dan istrinya pun balas melambaikan tangan. Ranvier pun tersenyum lalu menoleh ke depan saat mobil mulai bergerak.
Mobil terus melaju meninggalkan kediaman keluarga Ranggana. Saat itu tak sengaja Ranvier melihat keluar jendela. Ranvier melihat banyak orang berdiri berbaris sambil menatap kearahnya seolah melepas kepergiannya sambil melambaikan tangan. Meski bingung, Ranvier pun membalas lambaian tangan mereka.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
anitha yunita
masih tanda tanya
2023-03-12
2
Nurhayati
aku juga pasti bingung klo berada dalam situasi kayak gitu
2023-03-07
2
IG: _anipri
kok aku bayanginnya Ranvier itu tampan plus inut ya? pokonya suka deh
2023-03-04
1