"Nah, begitu berita yang saya dapat dari Ciandam Mamang." pungkas Wira mengakhiri ceritanya.
"Sayang, sayang sekali Wira....! si Gogi sudah dilepaskan oleh si burung hantu, perempuan itu tidak sabar dan sadar, hatinya diliputi dengan kebencian dan kedengkian, sampai pembicaraan suami tidak dia anggap," ujar Surya Jaya yang terlihat mengeratkan gigi, tangannya dikepalkan dengan begitu erat.
"Sudah Surya....! kamu tidak perlu terus menyalahkan wanita. karena kamu juga harus intropeksi, mengaji diri membaca badan. Apa kelakuanmu sudah benar atau belum. Surya Jaya dengarkan sama kamu...! kalau kamu merasa belum benar, maka kamu tidak boleh menyalahkan orang lain." putus pak ustad yang menasehati adiknya.
"Terus Apa yang harus saya lakukan Kang?"
"Dengarkan Surya Jaya, menurut Akang, kamu jangan nekat, sampai-sampai kamu mau menjatuhkan talak. kalau kamu mau mengikuti sayembara, Ya sudah kamu ikuti. namun nanti kalau kamu sudah benar-benar hasil, kamu sudah memiliki domba, padi dan uang. Kamu Tunjukkan sama si Hamidah, istri kamu. pasrahkan semua hadiahnya sama dia. akang yakin dia tidak akan menolak, bahkan Akang sangat yakin kalau dia akan memanggil kamu, Aa."
"Apa benar begitu Kang Ustad?" tanya Surya Jaya yang terlihat tidak percaya.
"Lah, itu tergantung niat kamu mengikuti sayembara untuk apa. ingin menyenangkan sang istri, apa hanya sekedar mengikuti hawa nafsu, seperti yang dituduhkan oleh Hamidah. silakan kamu pikir sendiri, rasakan baik-baik. karena kamu sendiri yang bisa merasakan, hati kamu tidak akan pernah berbohong."
Mendengar penjelasan dari sang kakak. Surya Jaya pun terdiam karena di dalam hatinya dia sangat mengakui bahwa dia menginginkan lebih dari harta. karena seperti keterangan Hamidah kalau untuk makan mereka tidak kekurangan. dia tidak mungkin merasa sangat kecewa, ketika Si Gogi hilang kalau tidak ada sesuatu yang membuat sudut bibirnya akan terangkat.
"Coba kamu putuskan! sekarang ke depannya mau bagaimana?" tanya Pak Ustad sambil menatap lekat ke arah Sang adik.
"Ah, Saya mau mencari si Goki saja. mengenai sayembara saya akan jadikan itu number dua."
"Sebab?" tanya pak ustad yang mengerutkan dahi.
"Soalnya si Gogi walaupun tidak dijadikan sayembara, babi itu akan tetap mendatangkan hasil yang sangat banyak. kemarin saja berhenti gara-gara saya was-was, karena banyak orang yang mengincar sigogi, bahkan hampir setiap jam orang berdatangan ke rumah. kalau melakukan pertunjukan, takut kejadian di kampung Cisarua terulang kembali."
"Sebentar...! bentar Surya...!'
"Iya bagaimana Kang?"
"Bagaimana dengan urusan surat talak?"
"Ah...!"
"Ah, kenapa?" tanya Pak Ustad sambil terus menatap ke arah adiknya.
"Ah, nanti saja kita urus lagi masalah itu," jawab Surya Jaya memberi putusan.
"Syukurlah kalau begitu, Awas kamu jangan terbawa oleh isu itu yang tidak benar. jangan sampai seperti anak kecil. karena kamu sekarang sudah tua, bahkan tuanya sudah pakai bangkai, kamu harus sadar diri!"
"Benar Kang."
"Syukur kalau begitu, kalau kamu sadar."
Surya Jaya akhirnya dia berpamitan, awalnya sudah membulatkan tekad bahwa dia hendak mengurus surat tolak. akhirnya dia membatalkan tekad yang sudah bulat itu, karena Pak Ustad terus-menerus menasehatinya, agar dia bisa berpikir kembali lebih teliti dan lebih bijaksana.
Keadaan waktu semakin lama semakin siang, burung-burung terdengar berkicau. bahkan terlihat ada burung yang saling mengejar seperti sedang menikmati kehidupan. setelah Surya Jaya pulang ke rumah, Wira pun berbicara sama bapaknya.
"Saya juga ingin mengikuti sayembara bapak, soalnya saya sangat tertarik dengan hadiahnya."
"Silakan saja kalau kamu bisa, namun kamu harus tetap berhati-hati dan penuh kewaspadaan. karena urusan yang seperti ini tidak akan mudah, apalagi sekarang orang yang mengikuti sayembara itu. semakin banyak pasti akan semakin banyak persaingan pula. ini bisa mengakibatkan pertengkaran antara semua peserta sayembara," jelas Pak Ustad panjang lebar.
"Maksudnya saling berebut begitu?" Tanya Wira memastikan.
"Iya benar seperti itu, jadi kamu harus penuh kewaspadaan kalau kamu mau mengikuti sayembara itu."
Mendengar penjelasan dari Bapaknya yang panjang lebar, Wira pun terdiam berpikir menimbang baik buruknya ketika dia mengikuti sayembara yang diadakan oleh Mbah Abun. sekarang dia baru sadar kalau mau mengikuti sayembara dia harus sanggup menghadapi semua risiko yang akan datang, hidupnya harus sudah matang, memiliki kekuatan batin dan kekuatan lahir. soalnya ketika dia mampu membuktikan babi yang dibutuhkan oleh Mbah Abun, tidak menutup kemungkinan di perjalanan dicegat oleh orang-orang yang ingin memiliki keuntungan dari jalan yang enteng.
"Wira...!" Panggil Pak Ustad mengagetkan anaknya yang sedang melamun.
"Saya Pak."
"Dalam keadaan sesusah ini, orang-orang yang sudah terkalahkan oleh khayalan dan lamunan, sudah terpengaruh oleh bayangan. mereka akan melupakan rasa pri kemanusiaan, akan lupa dengan jati diri. Bagaimana jadinya, bagaimana akhirnya. mereka akan semakin beringas, tega, galak, kejam meski dengan sesama manusia."
"Bagaimana contohnya Pak?"
"Begini kalau semisal kamu dikehendaki untuk menemukan babi beranting. setelah menemukan kamu Bawa babi itu menuju Kampung Ciandam, untuk disetorkan sama Mbah abun. ketika kamu berada di perjalanan kamu harus tetap waspada dan penuh kehati-hatian, soalnya orang-orang yang mengikuti sayembara bukan satu orang ataupun dua orang, pasti sangat banyak. salah satu dari mereka Bapak yakin akan ada orang yang memiliki niat jahat, Sampai berani mengambil harta yang sudah kamu miliki, dengan menggunakan jalan paksaan. Nah, kalau ada kejadian seperti itu, kembang kecelakaan sudah terlihat. kamu akan bertemu dengan kecelakaan, kalau kamu tidak memiliki ilmu yang matang, Bapak yakin kamu pulang ke cipelang hanya tinggal nama."
"Pulang hanya tinggal nama....?" ulang Wira setelah mendengar penjelasan ayahnya yang sedang menasehati. bahwa mengikuti sayembara itu bukanlah hal yang mudah, melainkan harus dipersiapkan dan dipikirkan secara matang-matang.
"Iya, benar...! dari dasar itu Coba tolong kamu pikir sekali lagi, Kamu jangan terbujuk rayu dengan hadiah yang luar biasa, soalnya hadiah yang luar biasa mengandung risiko yang sangat luar biasa pula. harus diperhitungkan secara teliti agar tidak menyesal di kemudian hari. Nah, segitu nasehat dari bapak, Semoga kamu bisa mengerti." ujar pak ustad yang menambahkan lagi peringatan terhadap anaknya.
Mendengar nasehat dari Sang Bapak, Wira semakin mengerti, dia menjadi takut mendengar penjelasan yang sangat rinci dari pak ustad.
"Bagaimana Wira, Apakah kamu mengerti?" tanya pak ustad yang melihat anaknya tidak menjawab.
"Iya bapak, saya sangat mengerti dengan apa yang Bapak sampaikan. saya sangat paham, kalau orang-orang yang mengikuti sayembara mereka akan berbuat keji dan berbuat nekad, karena mereka sudah mengeluarkan harta, tenaga, pikiran bahkan keluarga. tapi apa yang sedang mereka cari sudah didapat oleh orang lain, maka tidak menutup kemungkinan orang-orang yang sakit hati itu melampiaskan kekecewaannya dengan merebut babi yang sudah kita dapat."
"Iya, benar begitu...! syukur kalau mengerti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments