Sepertinya Allah benar-benar menurunkan hidayahnya untuk Neta dengan mengirimkan Jaka Barokah dini hari itu ke Shangri-la.
Kotak berenda gold tergeletak di atas kasur dan telah dikeluarkan isinya. Mukena berbahan semi sutra berwarna putih bersih semakin indah dipakai oleh Neta saat ini.
Neta masih merasa dongkol pada sosok lelaki di depannya hingga saat salam terakhir bibirnya masih saja manyun karena Jaka telah mengganggu tidur damainya.
Jaka menoleh ke belakang mengulurkan punggung tangannya ke depan Shanneta, sontak saja gadis ini mengernyit, "apaan?"
"Kamu ngga mau bikin pahala tambahan gitu, biar lebih afdol lagi," tanya Jaka.
"Ngapain?! Salim?!" tanya nya dengan tegangan tinggi, alisnya bahkan terangkat setinggi Monas seolah tak terima dengan perintah Jaka, lelaki ini lantas mengangguk, "lama-lama kok lo ngeselin sih Jak?!" tukas Neta, alisnya menukik curam tapi tak urung menyambar tangan Jaka tak mau jika lelaki ini membawa-bawa dalil lagi seperti saat membangunkannya, kok ya nyeremin gitu dengernya, " ini ngga habis cebok kan?! Bersih kan?!" hidungnya mengendus tangan Jaka layaknya an jing pelacak.
Matanya mendelik sinis pada Jaka, akan ia anggap pagi ini ia sungkem pada orang yang lebih tua.
Neta membuka mukenanya dan menaruh begitu saja di atas kasur tanpa mau membereskan seperti kebiasaannya. Tanpa permisi ataupun pamit ia keluar dari kamar, membuat netra hitam Jaka menatap prihatin melihatnya, sampai sini ia bisa menilai jika Shanneta adalah gadis manja yang tak mandiri.
"Hello everybody!" sapanya turun dengan wajah sumringah, kak Syifa tengah mengaduk kopi di cangkir milik mas Syarif, sementara ibunya menata makanan di meja makan.
"Tumben," cibir Syifa. Pasalnya adiknya ini jarang sekali bangun sepagi ini.
"Aunty!" si kecil Aqis yang selalu berseru, benar-benar Neta soon to be, kalo apa-apa tuh teriak.
"Loh, om Jakanya kemana aunty? Masih tidur ya?" lanjutnya bertanya karena hanya menemukan tantenya saja yang keluar tanpa Jaka, padahal ayah dan bundanya kalo keluar kamar untuk sarapan selalu bersama mirip-mirip bayi sama ari-arinya.
"Ada di kamar." Jawabnya singkat.
"Asikkk sarapan apa kita pagi ini!" seru Neta antusias, langsung saja ia duduk di kursi meja makan seraya melihat apa saja menu yang tersaji pagi ini.
"Loh! Jaka belum turun, Net?" tanya mama melihat putri bungsunya itu sudah mengambil piring, untuknya sendiri.
"Tau, bentar lagi kayanya..." jawabnya bergidik acuh menyendok nasi untuknya sendiri, sudah tak sabar untuk menyantap hidangan di depannya, ilernya aja sampe bikin banjir. Syifa mendekat dan menyerahkan secangkir kopi panas untuk suaminya, "nih mas."
"Kamu gimana sih, kamu kan istrinya. Malah makan sendiri, mungkin Jaka canggung atau masih segan disini, bukannya ajak bareng! Biasanya tuh ya, kalo manten baru kemana-mana selalu berdua, lha ini...ampunnn kamu tuh!" omel Syifa, tangannya menyendok nasi ke atas piring Syarif lalu Aqis, baginya suami dan anak adalah prioritasnya, maka saat melihat adiknya keluar sendiri tanpa Jaka membuat alisnya bertaut, Shanneta memang harus diruqyah sepertinya.
"Ajak Jaka turun, Neta," ujar Syarif.
Neta mencebik dan menghentikan sendokannya, "ck. Nanti juga kalo lapar turun," ujarnya.
"Dosa apa ibu, Fa---" ejek ibunya tak habis pikir dengan sikap Neta.
"Ck! Iya--iya!" dumelnya, jangan harap jika Neta akan mau berepot-repot ria menyusul Jaka ke atas saat ia sudah dalam posisi enak begini, maka yang ia lakukan sekarang adalah...
"JAKA ! ! TURUN, SARAPAN! !" teriaknya kaya neriakin calon peserta bpjs di klinik. Syarif sampai terkejut dan tersedak kopi, seakan sudah terbiasa baginya tersedak kopi di pagi hari karena ulah Neta.
Pletak!
"Shanneta!" tegur ibu.
"Panggil ke atas, masa iya kamu teriakin gitu. Ngga sopan, itu suami kamu bukan tukang bubur," omel ibu, lama-lama pangkal hidung Syarif bisa tajam karena terlalu sering ia capit, hidup sekian tahun dengan adik iparnya ini begitu subhanallah! Bikin ia gila mendadak.
"Ck, repotin aja!" gumamnya, menghentak kesal. Mau tak mau gadis itu beranjak dari kursi dan menapaki satu persatu anak tangga, belum juga makan udah nguras tenaga!
Dibukanya pintu kamar oleh Neta. Sesosok pria tengah menepuk-nepuk kasurnya dengan cekatan bersama keadaan kamar yang sudah rapi, begitupun mukena yang tersimpan rapi di atasnya.
"Widdihhhh rapi!" imbuhnya berdecak kagum tanpa dosa, kedatangannya membuat Jaka menoleh sejenak untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Ibu sama yang lain nyuruh turun buat sarapan, buruan turun! Aku ngga mau di ceramahin mulu, lapar nih!" omelnya lagi, memang stelan Neta sepertinya begitu, perempuan manja, tukang ngomel-ngomel, cerewet, jutek, dan selalu semaunya.
Jaka yang baru saja beres menghampiri Neta di ambang pintu kamar, "siang ini kamu ikut saya pulang."
Dan demi apa, ucapan Jaka terasa begitu berdengung di telinga Neta kaya dipakein idgham bighunnah, "pulang? Loh, kan ini rumahku, ya pulangku kesini lah!" tukasnya protes.
"Tapi bukan rumah saya. Saya suami kamu sekarang, maka kemanapun saya pergi kamu ikut," jelasnya menutup bincang-bincang yang sama sekali tak hangat bagi Neta dan memilih melewati Neta begitu saja untuk turun ke bawah.
"Loh! Jaka! Ngga bisa gitu. Jaka!!" teriaknya memekik teredam gigi yang mengatup. Segera ia meraih dan menarik kaos Jaka hingga lelaki itu berhenti di anak tangga ke 3 dari atas itu.
"Jaka kita cuma nikah kontrak ya, kalo kamu mau tinggal di kontrakan kamu itu, ya udah pergi aja, tapi aku tetep disini!" kekehnya ngotot. Jaka menyunggingkan senyuman tipis, "Lalu apa kata ibu dan yang lain, kalo saya disana dan kamu disini? Toh ujung-ujungnya kamu disuruh buat ikut saya," dan si alnya apa yang dikatakan Jaka barusan membuat otaknya mau tak mau berkata setuju.
"Kenapa ngga kamu aja yang tinggal disini, kan lumayan ngga usah bayar kontrakan?!" Neta mencetuskan usul demi kepentingan dirinya sendiri, dan jelas Jaka tidak akan setuju, sungguh itu ide buruk mendidik Neta.
"Saya mau pulang. Itu keputusannya, bayar atau tidak biar itu jadi urusan dan tanggungan saya. Baik buruknya sebuah rumah tangga adalah belajar mandiri," jelasnya melanjutkan langkahnya menuruni tangga, jelas...Jaka sedang tidak meminta persetujuan Neta, jujur saja ia khawatir tidak bisa membalas lagi ucapan Neta.
"Jaka!"
"Jaka!" namun Jaka tak mendengarnya hingga sampai di lantai bawah.
"Si al! Ternyata gue salah pilih orang!" decaknya kesal mengacak-ngacak rambutnya sendiri, seolah senjata makan tuan. Neta memekik tertahan seraya ngamuk-ngamuk sendiri di tempatnya, mengekor turun. Nav suu makannya mendadak membumbung tinggi ke angkasa.
Tak banyak baju yang dibekal Neta di koper, karena ia sama sekali tak berniat untuk pergi dari rumah, apalagi untuk tinggal di kandang ayam yang Jaka sebut sebagai home sweet home, karena jelas itu kontrakan milik orang lain. No! Never!
Bahkan ia memasukkan baju-bajunya dengan melempar ke dalam koper dengan mulut ketus penuh cibiran, sungguh tak ikhlas!
"*Kontrakan kamu kecil, cocoknya buat kandang ayam*!"
"*Mana panas, bikin ngga betah*!"
"*Banyak anak kecil, berisik*!"
Tapi rupanya ejekan itu tak mempan untuk seorang Jaka yang bermental baja, baginya cibiran Neta ia anggap angin sepoi-sepoi, colek-colek sambalado di telinga dan hatinya.
"Kalo gitu kamu harus siap buat beradaptasi disana. Karena itu akan menjadi tempat tinggalmu mulai sekarang...insya Allah kecil-kecil begitu akan full of love kalo kata orang mah," jawab Jaka kalem terkesan terkekeh menggoda Neta di tepian kasur, yang justru membuat Neta semakin meradang melihatnya, orang datar ngga cocok kalo lebay begitu, kok ia geli sendiri ya?!
"Ngga cocok sumpah, lidah kamu tuh kaku buat bilang love," ejeknya.
Jaka memperhatikan Neta yang kini semakin kesal memasukkan baju-bajunya ke dalam koper dengan mulut cemberut, "lo emang rese!" umpatnya.
"Makasih, kamu orang pertama yang bilang saya begitu, dan karena kamu yang bilang, saya amat tersanjung."
"Dihhh! Aneh banget," Neta bergidik geli.
"Aneh begini, saya suami kamu Amber..."
"Ck, rese! Bawa-bawa status, lagian kita cuma nikah kontrak! Bentar lagi juga kita cerai!"
Jaka menyunggingkan senyuman miring, "kalo saya ngga mau?" tanya nya.
"Ya ngga bisa gitu dong, kita kan udah ada perjanjian!" Neta hampir lupa, dimana perjanjian itu ia simpan, si al! Kenapa ia begitu ceroboh.
"Perjanjian saya dan kamu hanya di selembar kertas tanpa materai, sementara perjanjian saya atas kamu di depan penghulu kuat secara hukum," Jaka mengehkeh, Neta sampai melongo dengan hati mencelos, rupanya Jaka tak sebo doh yang ia kira.
"Ihhh, si al ! Si al ! Si al ! Ngga mau! Lo awas ya Jaka!" Neta melemparnya dengan baju-baju miliknya yang barusan ia masukkan ke dalam koper, saking keselnya sampai-sampai dengan tak sengaja melempar segitiga berenda miliknya ke wajah Jaka.
"Haaaa!" Neta membelalakkan matanya dan menutup mulutnya sendiri dengan tangan, tak percaya jika ia membuka aibnya sendiri, memancing-mancing Jaka untuk berpikiran mesum.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
As Ngadah
wa ha😀
2024-09-11
1
Lia Bagus
kualat loe net sama suami
2024-08-18
0
Ney🐌🍒⃞⃟🦅
😂😂😂😂👍👍👍👍
2024-06-13
1