Jaka sedikit mengangkat dan mendorong pintu dengan badannya, agar pintu kontrakannya itu mau terbuka.
Neta menaikkan alisnya sebelah, oke, cara antimainstream membuka pintu yang harus ia pelajari.
Ruangan sepetak di bagian depannya terasa dingin tanpa ada kehidupan, itu artinya memang semalam tak ada yang tidur disini. Namun cukup bersih dan rapi untuk ukuran seorang lelaki. Yang pertama kali ia lakukan adalah meneliti tiap inci tempatnya tinggal mulai hari ini. Neta melangkahkan kakinya ke ruangan kamar, lorong yang disebut dapur, dan ruangan kotak sempit yang Jaka sebut kamar mandi, ia meringis ngilu, "ini aslinya nih, cuma pake gorden doang?!" ia cukup terkejut, pasalnya tak menemukan daun pintu untuk menutup ruangan kamar mandi.
Lalu apa jadinya kalo dia lagi boker? Suara nyaring hembusan gasnya akan bocor keluar ruangan, apalagi langsung nyambung ke lorong yang diisi dengan kompor, katanya sih dapur...lebih tepatnya dapur darurat.
"Iya. Toh disini cuma ada kamu sama saya saja. Ngga ada orang lain yang bakalan ngintip..." jelas Jaka memasukkan koper Neta ke dalam.
"Yang bener aja Jaka! Kamu pikir aku ikhlas buat ngeden sementara nanti kamu disitu!" ia memukul lengan Jaka dan menunjuk ke arah depan kompor.
"Emangnya apa bedanya suara ngeden kamu sama saya?" tanya Jaka. Apakah lebih indah?
"Ck! Jaka! !" Neta kembali memukul lengan beton si pria datar ini, "ngga suka! Ngga suka! Aku ngga mau tau, kamu pasang pintu ! Enak aja, ntar kamu ngintip aku lagi mandi!" sengitnya galak dan memilih duduk saja di pojokan ruang depan, tepat di dekat televisi, mengubur dalam-dalam kepalanya di lipatan tangan macam undur-undur.
"Iya, nanti saya pasang pintu." Jawab Jaka mengiyakan biar ngga panjang urusannya dan harus mendengar ocehan salah satu manusia paling cerewet di muka bumi ini. Jangan sampai ia demo dan kabur kembali ke rumahnya.
"Kamu mau langsung istirahat silahkan, saya harus siap-siap kerja," ujar Jaka melengos ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya dengan kaos berwarna biru dengan celana lusuh yang memang biasa ia pakai untuk jadi montir. Ia belum benar-benar pergi, yang ia lakukan adalah mengambil tempat rice cooker lalu menarik tempat beras yang ia taruh di samping lemari peralatan makan, mirip semacam toples plastik namun ukurannya lebih besar.
Diraupnya butiran beras beberapa cangkir lalu mencuci dan menanak nasi di dalam penanak nasi. Tangannya begitu terlatih untuk survive dengan menekan tombol cook.
Jaka mendekati Neta, ia berjongkok di depannya, menyentuh lengan Neta yang sontak mendapat penolakan dari istrinya itu dengan menggoyangkan lengan yang disentuh Jaka untuk menjauh. Jaka menghela nafasnya, "kalo lapar, di lemari dapur ada mie instan, telur, kornet, kamu bisa makan itu dulu, saya baru masak nasi...mungkin sekitar 1 jam lagi matang, kamu bisa makan. Kalo mau cemilan, dodol sama kerupuk kulit bawa ibu dari Garut masih ada di meja, uang cash saya taruh di atas excel pakaian, kalau kamu bosan bisa ke rumah sebelah, kamu sudah kenal mereka kemarin...saya pergi dulu," tanpa meminta persetujuan Neta yang memang diam saja, Jaka bangkit dan pamit.
Suara motor bebek Jaka terdengar menyala dan mulai menjauh dari sana, Neta yang tak tidur kemudian mendongakkan kepalanya, "huwaaaaakkk pengen pulang!" rengeknya bangkit ke arah kamar, ia sudah berdiri di ambang pintu kamar Jaka, matanya mengedar berpetualang ke setiap sudut yang berukuran hanya 3 x 3 m itu, hanya ada kasur nomor 2 sebuah laci susun pakaian dan cermin selebar 20 cm tergantung di dinding kamar dengan ventilasi kamar berada jauh di atas. Beberapa pakaian digantung Jaka di belakang pintu kamar termasuk seragam cleaning service Shangri-la, kopernya sudah berdiri rapi tepat di depan kasur yang melantai.
Apakah keadaan tidak bisa lebih buruk lagi? Neta langsung menjatuhkan badannya ke kasur busa tipis dan ngamuk-ngamuk disana dengan mengacak-acak semua benda diatasnya termasuk selimut dan bantal, menenggelamkan wajahnya di kasur, kalo bisa sampai kehabisan nafas sekalian biar jadi hantu gentayangan.
Bau maskulin dan kasturi khas Jaka yang tertinggal di kasur dan alat tidur lambat laun mengantarkan Neta hingga ke gerbang mimpi.
Mungkin menangis bikin lelah atau memang ia yang tukang mo lor, hingga lampu rice cooker berubah warna pertanda nasi sudah matang tak membuat Neta lantas terbangun.
Sayup-sayup terdengar suara adzan dzuhur dari masjid yang ada di sekitar sini, membuat pendengaran Neta perlahan mulai menajam, matanya mengerjap beberapa kali. Kulit wajah gadis ini sedikit lengket akibat menangis.
Rasa lapar mulai menyerang, tapi sayangnya ia tak bisa memasak. Terbiasa segala sesuatunya disiapkan oleh ibu membuat Neta menjadi gadis yang manja.
"Jaka tega banget cuma ninggalin bahan mentahnya! Udah tau gue ngga bisa masak !"
Ia bangun dan berniat menuju dapur, membuka lemari yang tadi sempat Jaka katakan. Neta sedikit berjinjit untuk melihat isian lemari itu, cukup lengkap dengan bungkusan mie instan berwarna-warni dan beberapa butir telur di dalam keranjang kecil.
Menggoreng telur? Oh tidak, jelas ia tak suka dengan cipratan minyak. Masak mie instan, eeemmm---ia menggeleng, nanti tangannya kena uap panas dari mie, lantas memasak kornet? Ia tak tau bagaimana caranya, lebih tepatnya malas membaca saran penyajian. Hingga akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk memasak, dan lebih memilih memesan online saja. Kenapa harus repot?!
Ia kembali duduk di depan televisi yang menayangkan acara entah apa, yang jelas televisi itu ia hidupkan untuk mengusir rasa sepi.
Ia berkutat dengan oli, perkakas berat. Bahkan otot tangannya sudah terlatih dan menonjol setelah sekian lama menjadi montir.
"Cie, kalo sekarang ada yang masakin dong Jak?!" goda Opik, Jaka tak menoleh dan terganggu sedikit pun, ia hanya tersenyum mendengus saja.
"Ya iyalah, makanya buruan merit Pik! Biar ada yang urusin kaya si Jaka!" jawab Nci Olin seraya mencatat pemasukan bengkel.
"Ya ci, jangankan yang urus..calon aja belum keliatan..." ujar Opik terkekeh.
"Dah beres bang?!" tanya pelanggan.
"Udeh tuh!" tunjuk Opik, "bentar gue cek dulu!" Opik memutar kunci dan melakukan tes.
Mengingat pertanyaan Opik barusan, Jaka jadi terpikir apakah neng ember sudah makan siang? Ia lupa jika istrinya itu adalah princess ke bo yang malesnya naudzubillah. Meskipun ia menepis anggapan jika Amber sedang menangis menunggunya, karena jelas-jelas gadis itu tak mungkin begitu, banteran juga pesan makanan atau memasak apa yang ada.
"Ci, udah beres ini saya balik dulu!" ucap Jaka, memang tak ada pekerjaan yang lebih ia syukuri selain dikelilingi oleh orang-orang baik seperti bengkel nci Olin.
"Sip, jangan lama Jak. Pelanggan numpuk," pesannya.
"Mentang-mentang dah merit, istirahat aja mesti makan siang bareng, duhhh nasib jomblo cuma bisa ngiler!" cibir Opik, membuat Jaka tersenyum miring.
Pekerjaannya sudah beres, ia melirik jam di dinding, meski aga kotor tertutup debu namun cukup jelas jika saat ini menunjukkan pukul 1 siang.
"Ci, saya istirahat sekalian solat dulu!" pamitnya.
"Oke!" Nci Olin, perempuan paruh baya itu mengacungkan jempolnya di udara.
Jaka bergegas naik ke atas motor demi memeriksa keadaan rumah dan Neta, namun sebelumnya ia akan mampir terlebih dahulu di warteg untuk membeli lauk makan.
Sementara di kontrakan gadis itu dengan riangnya menerima pesanan makanan dari ojek online.
"Emhh, yummy! Enak kayanya nih!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Rita Ariani
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-10-30
1
gk ada ya ritual mandi pake luluran dulu , berlama2 dlm kamar mandi
jaka kebelet be0l gk perlu gedor pintu neta , tinggal tarik gorden..
udah selesai belom😂
2024-10-04
0
Lia Bagus
oy ngeden aja dibahas🤣🤣
2024-08-18
0