Obrolan itu selesai meski menyisakkan rasa dongkol di hati ibu, dan lega untuk Neta. Mas Syarif juga sudah mengabari hal ini pada habib Alwah dan meminta maaf sebesar-besarnya, jika perlu ia akan memborong maaf sekebon jengkol biar habib tulus dan ikhlas memaafkannya.
Neta mengambil kotak P3K di dalam, lantas ia menghampiri Jaka yang sedang berada di teras luar, ia memilih keluar mencari udara karena di dalam...meskipun ruangannya besar dilengkapi dengan AC dan ventilasi udara tapi menurutnya sesak, panas.
"Sorry," ujar Neta menunduk, namun tak lantas membuat Jaka terkejut dan menoleh.
"Aku ngga tau kalo ibu bakalan semarah itu," lanjutnya duduk di kursi teras samping Jaka, membuka kotak P3K dan mengeluarkan obat merah.
Sejenak Jaka menetralkan suasana hati yang entah bagaimana ia merasa seperti berkata, aku sudah terlanjur melibatkan diri, mengaku pun kesan negatif tetap akan singgah, "Ini ngga ada di perjanjian kita, kalo saya tau bakalan dituduh jadi orang lak nat begini saya sudah menolak mentah-mentah dan biarin kamu nangis saja seharian di Shangri-La.." balas Jaka datar.
Tapi pada kenyataannya ia tak bisa kan? Apakah kini ia menyesal dan akan meminta bayaran saja pada Neta, yahh! Minimal buat obat bekas serangan ibu Neta barusan?!
"Tapi buktinya engga kan? Kamu ngga tega sama aku kan?!" tembak Neta menarik lengan Jaka agar lelaki itu tetap pada posisinya dan berusaha mengobati Jaka tanpa aba-aba atau permisi. Wajah cantik itu masih bisa terlihat di ekor mata Jaka, membuatnya merutuki diri, kenapa harus menyukai sesuatu yang cantik, buang jauh-jauh Jaka!
"Terus kapan aku ketemu keluarga kamu?" tanya Neta semangat.
"Saya kabari dulu ibu, biar nanti ibu dan adik saya kesini. Karena ngga mungkin kita bolak-balik Jakarta--Garut," jawab Jaka.
Hari ini Neta sudah bersiap dengan pakaian sopannya, atasan blouse hijau botol dan celana bahan hitam, tas selempang dan rambut yang sengaja ia gerai meskipun masih jelas seperti permen rasa berry-berry'an.
Hari ini ia janjian bersama Jaka di Shangri-La, meskipun sama-sama tau tempat itu belum buka, tapi hanya tempat itu yang mudah dan tak perlu lagi dijelaskan sampai cocot penuh busa dimana lokasinya.
Neta tidak datang dengan motor snoopy-nya, dirasa perkiraan cuaca hari ini akan terik, ia lebih memilih mengeluarkan si jazzy merah miliknya dari garasi, manja-manja pengen tabok rupanya gadis ini, padahal ini baru panas dunia belum panas akhirat.
"Bu! Neta mau ketemu calon mertua dulu buat pertama kalinya, baru datang dari Garut!"
Ibu menatap lurus ke arah televisi, tapi pikirannya bukan terfokus pada serial ftv yang sedang tayang, ia berkali-kali beristighfar dan dua hari sempat bermunajat hingga akhirnya ia meloloskan nafas mantap, ia hanya manusia yang tak luput dari dosa, amarahnya tempo hari pada Jaka ia anggap sebagai bentuk marahnya seorang ibu atas perilaku Jaka yang telah menghamili putrinya, tapi masa itu haruslah cepat berlalu, ia tak mau memelihara perasaan dendam berlarut-larut. Ibu sering nonton drama berkah ikan ngesot di televisi, dan sedikitnya itu meracuni otak ibu, ia tak mau mati ketabrak gerobak sampah atau mulut mencong-mencong miring ke kiri di usia tua persis tokoh antagonis disana hanya karena menjadi calon mertua yang dzolim.
"Tunggu!" tahan ibu.
"Kenapa?" Neta mengerutkan dahinya.
"Ini, bawa ini...ngga baik bertamu ngga bawa apa-apa," meski raut wajahnya masih sedikit ketus kaya mertua si Andin, ibu membekali Neta dengan sekotak brownies bakar tercetak cantik untuk keluarga Jaka, padahal sih rencananya Neta juga hendak membelinya nanti di jalan, berhubung ibu udah kasih jadi awet deh uangnya!
"Oh," ada senyum tersungging di bibir Neta.
"Bu, makasih!" Neta memeluk ibu, karena dengan ini ibu menerima Jaka Barokah. Meski, wajah Neta mendadak merengut, kontras dengan ibu dan keluarga yang menerima Jaka...pernikahan normal pada umumnya hanyalah sebuah fatamorgana karena nantinya ia dan Jaka akan berpisah lagi, *maafin Neta bu*, hubungan mereka hanyalah sekedar pernikahan di atas kontrak. Neta berulang kali menelan salivanya, ia mengenyahkan pikiran buruk, *nanti mah gimana nanti aja*! Yang penting sekarang ia sudah terbebas dari perjodohannya dengan habib Alwah!
Neta beranjak, ia memasukkan kue dari ibu ke dalam jok mobil di samping kursi pengemudi lalu memakai kacamata hitam bingkai kotak persis milik Syahrini biar *kece dan sesuatu*. Jari tangan indahnya memencet pemutar musik di dalam mobil, dan kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama dari lagu Shawn Mendes There's nothing holdin' me back, ia bahkan sesekali ikut bernyanyi.
Jaka menunggu bersama security bar di depan pos keamanan Shangri-La, ngobrol tipis-tipis biar ngga boring nunggu si anak terong, sambil rokok'an yang memang jarang ia lakukan, hanya jika ada sisa uang makan saja ia merokok, tidak secandu orang lain yang sampe ngabisin berkotak-kotak rokok sehari.
Sebuah mobil jazzy merah mengkilat berhenti di depan, membuat Jaka mengernyit tak mengenali.
Tapi tak lama ia pun menaikkan alisnya sebelah demi melihat wanita yang sedang ditunggunya ternyata si pengemudi red jazzy itu.
Neta turun dari mobil, "buru, panas!" ketusnya memerintah.
"Kalo gitu saya permisi dulu pak," pamit Jaka pada pak Uus menggerus sisa rokok yang tinggal beberapa mili dari batas filter. Jaka naik ke atas jok lalu mengendarai motornya, melaju di depan mobil Neta menjadi pemandu jalan ke arah kontrakannya.
Tangan-tangan putih itu mengemudikan mobil seraya mengikuti punggung tegap Jaka dari belakang. Roda mobil berputar searah dengan laju motor Jaka, bunyi lampu sen yang dinyalakan berdetak di dalam mobil seiring alunan musik yang ia pelankan volumenya, tapi kemudian laju mobil melambat bersamaan dengan laju motor Jaka yang berhenti di depan sebuah bengkel motor.
Pria itu turun dari motornya dan mendekati mobil Neta, memintanya menurunkan kaca jendela mobil untuk bicara.
"Kenapa berenti disini?" tanya Neta.
"Mobilnya ikut diparkir di bengkel nci Olin saja, soalnya mobil kamu ngga akan bisa masuk gang kontrakan saya," balas Jaka.
"Ha?! Seriusan? Kecil banget emang? Ini mobil aku aman ngga?" tanya Neta khawatir jika nanti mobilnya lecet-lecet kena gebok sang pemilik bengkel karena parkir seenak jidat. Pandangannya celingukan melihat keadaan bengkel di depannya yang terlihat ada beberapa pelanggan menunggu kemampuan lihai si montir membetulkan si kuda besi.
"Aman, itu tempat kerja saya."
"Kamu bisa parkirin ngga? Aku males!" tanya Neta tak mau bersusah payah, belum juga nikah udah banyak merintah, dasar gadis Hitler. Jaka mengangguk, ia pernah kursus menyetir mobil dulu bahkan sampai mahir hanya saja ia kursus langsung pada supir angkot tetangganya, saat ia menjadi kernet dulu.
Neta berpindah duduk ke jok samping pengemudi dengan melewati tuas gigi, sepertinya ia sudah terbiasa berpindah dalam ruangan sempit. Lantas Jaka masuk menggantikan posisi supir.
Dan dengan luwesnya Jaka mengemudikan mobil Neta. Sontak saja Opik dan semua yang ada disana mengira jika itu pelanggan, namun anehnya ini adalah bengkel motor bukan mobil, tuh pelanggan mabok?!
"Siapa Pik?" tanya Nci Olin.
"Ngga tau nci," pemuda itu menggeleng, menaruh sejenak kunci inggris yang dipegangnya sambil meneliti mobil jazz merah yang dengan tak sopannya masuk ke dalam parkiran bengkel, bersanding dengan mobil si pemilik bengkel. Nci Olin bahkan sudah keluar dari tempat kebesarannya, meja kasir. Demi melihat siapa yang datang.
Jaka menarik rem tangan lalu mematikan mesin mobil.
"Dari sini kita naik motor saya saja. Kalo jalan lumayan jauh, sekalian nanti di depan ada tukang ayam goreng serundeng kita beli dulu buat makan," imbuh Jaka, diangguki Neta, "oke!" ia dan Jaka turun dari dalam mobil.
Betapa terkejutnya nci Olin dan Opik melihat jika Jaka-lah yang dikira pelanggan salah alamat itu.
"Anjirrrr si Jaka!" Opik sampai menjatuhkan baut yang sedang digenggamnya secara tak sengaja.
Nci Olin tertawa hingga matanya benar-benar terpejam, "rejeki lo hoki, Jaka!"
Jaka menghampiri atasannya itu, "nci..ikut markir mobil ya, kalo masuk gang ngga akan muat,"
Nci mengangguk, "boleh--boleh! Wahhh siapa itu Jak?" tanya nci menggoda menatap Neta yang sejak tadi masih berdiri di samping mobilnya dan menaikkan kacamata hitam seraya mengipasi wajah yang mulai memanas, tak lupa omelan halus mendesis dan decakan kesal, princess kalo kesorot panas matahari ya begini, cranky!
"Insya Allah calon nci," jawabnya tersenyum tipis.
"Anjayyy Jak! Lo belajar ilmu sirep dimana?! Bocorin tempatnya lah!" Opik ikut menghampiri.
"Heh! Sirep-sirep! Yang jelas gimana amal-amalan kalo orang muslim cakap!" sarkas Nci Olin.
Jaka menyunggingkan bibirnya tersenyum miring, benar! Orang-orang saja dapat melihat jika ia dan Amber bagai bumi dan langit yang satu melayang diatas dan satu lagi jongkok bahkan rebahan di tanah.
"Kalo gitu saya pamit, nci. Mau ketemu ibu sama Wulan di rumah,"
"Oh iya Jak, kapan-kapan kenalin!" jawab nci Olin berteriak.
"Yu Jak! Saya duluan," Jaka menepuk temannya yang masih menganga tak percaya jika Jaka ternyata membuktikan kalau ternyata mukjizat Allah itu nyata adanya.
"Ya Jak," angguk lamban Opik, pemuda itu berdecak menggelengkan kepalanya, otewe solat tahajud saban malem.
Jaka naik kembali ke atas motornya yang tadi ia parkirkan di dekat bengkel dengan Neta mengekor di belakangnya sambil manyun karena panas, bibirnya mendadak kisut kena panas, mirip sale pisang.
"Panas ih! Tau gitu bekel payung! Nih cantelin di depan, tadi ibu yang kasih buat ibu kamu katanya!" keluh si tuan putri, membuat Jaka terkekeh pelan, mungkin kedepannya ia harus terbiasa dengan segala keluhan dan omelan Neta. Jaka sedikit lega jika ternyata amarah ibu Neta tak lama, ia masih menghargai ibunya dengan dikirimnya sekotak kue brownies itu.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
jumirah slavina
nah... cakep...
lope Ibu😘😍🥰❤️💞
2025-01-12
2
Lia Bagus
astaga Opik🤣🤣
2024-08-18
1
Lia Bagus
mantap A jaka
2024-08-18
0