Satu persatu para pekerja pulang, begitupun pelanggan yang sejak 2 jam lalu sudah mengosongkan area lantai dansa dan meja bar.
"Am! Lo ngga balik, apa mau gue anterin?" tanya Sandi menyulut rokoknya sebagai teman pulang, biar ngga terlalu dingin.
"Lo duluan aja bang, bentar lagi gue balik!" jawabnya getir. Sandi melambaikan tangannya dan keluar dari sana.
Neta melirik jam di tangan yang menunjukkan pukul setengah 4 pagi, rasanya ia tak ingin pulang ke rumah auto kena dakwah 7 jilid dari ibu, kak Syifa dan mas Syarif bikin telinganya lebar cocok dijadiin saripati kaldu jamur. ia memilih tetap setia di kursinya dengan menatap lurus ke arah meja marmer dengan tatapan yang tak bisa dimengerti orang-orang alias kosong. Apakah karena saweran? Rasanya malam ini banyak pelanggan yang ngasih saweran pada Neta, pecahan merah pula, tapi kenapa ia termenung kaya lagi ratapin jodoh orang.
"Mbak, maaf...saya mau sapuin tempat disitu...cuma tinggal ini aja yang belum disapuin..." lagi enak-enaknya ngelamun sesosok pengganggu datang membuyarkan lamunan mengerikannya tentang ilmu bercadar.
Neta menjatuhkan pandangan ke arah sosok pria dengan rambut disisir rapi, ia tebak pria itu memakai pomade sachet yang dijual di warung atau mungkin minyak jelantah, keliatan banget rambutnya klimis mengkilap dan rapi dengan belahan pinggir persis buat foto ktp. Ia kembali meneliti dan menurunkan pandangan seolah sedang memberikan penilaian baju seragam cleaning service yang dimasukkan ke dalam celana dan gesper hitam, pandangannya turun lagi semakin bawah sepatu pantofel bersih minta diinjek, lelaki itu tak berkulit putih malah terkesan coklat manis, tak terlalu tampan juga namun masih bisa ditoleransi dan cukup sopan.
"Oh, sapu aja. Gue ngga ganggu kok!" bukannya beranjak Neta malah menaikkan kakinya ke atas kursi membuat rok rempel mininya terbuka menampakkan pa ha mulus yang terbalut celana pendek, benar-benar pendek menggoda iman persis di bawah belahan nganu.
Jaka mengerjap mengalihkan pandangannya hanya terfokus ke bawah saja, "maaf..." ia segera menyapukan area yang belum terjamah oleh sapu ijuk. Dan dengan segera pergi dari sana, karena kesehatan matanya kini mulai terkontaminasi.
"Hey mas! Tunggu!" tahan Neta, gadis itu memintanya duduk.
"Duduk dulu bentar, bisa kan?!"
Dia ngga ganteng, dia juga rapi banget kaya siswa teladan, gue tebak ekonomi dia juga kalangan menengah ke bawah, cocok!
"Saya?" tanya Jaka menunjuk ke arah dadanya.
"Iya lah, disini ada siapa lagi makhluk hidupnya selain saya dan kamu?! Kecuali kalo kamu ngerasa jadi makhluk halus," jawab Neta, Jaka hanya bertanya satu kata, gadis ini menjawabnya dengan serbuan pasukan kalimat pedas sepedas cimol bojot.
Jaka mengangguk ramah, lantas pemuda itu duduk di sebrang Neta, ia menaruh kedua tangan di antara himpitan pa ha, sementara Neta sendiri tampak mendominasi dengan kaki yang ditumpukkan di kaki lain dan menumpukkan kedua siku di meja.
"Kenalin saya Shanneta Amber, usia 3 bulan lagi 24 tahun, pekerjaan disini DJ, lulusan S1 bisnis management...saya mau nanya, nama kamu siapa?"
"Jaka,"
"Jaka aja? Jaka doang, atau cuma Jaka?" tanya Amber, yang benar saja, ia memperkenalkan diri secara lengkap sampe abis halaman buku tapi pemuda itu hanya cukup nyebut satu kata aja. What the f*ck! Neta menyambar gelas wine'nya yang tersisa seperempat gelas sloki, mendadak haus!
"Jaka Barokah,"
Byurrrrrr!
Apa-apaan nih!
Jaka mengusap wajahnya yang basah tersembur wine dari mulut Neta.
"Eh maaf---maaf!" Neta yang merasa tak enak hati berusaha menolong Jaka mengelap wajah serta pakaian seragamnya yang basah. He to the looo! Hari gini masih jaman nama Jaka Barokah, bukannya itu nama warteg? Atau nama toko material bangunan?
Neta berdehem untuk menelan dalam-dalam segala cibirannya atas Jaka, ia mencoba mengilhami diri sendiri jika ia sedang membutuhkan Jaka saat ini.
"Ngga apa-apa," jawabnya datar. Ngga banyak ngomong terkesan baik, sip lah! Ngga akan banyak ngatur gue nantinya!
"Oke gini mas Jaka," Neta semakin memperpendek jarak dengan mengubah posisi duduk.
"Jaka saja, kalo mau a Jaka..saya orang sunda."
Neta mengangkat kedua alisnya, "oke whatever lah! Mau mas, aa, ii, ee juga terserah. Langsung ke intinya aja ya..."
"A Jaka, saya punya penawaran buat a Jaka..." Neta berdehem, kerongkongannya terasa gatal manggil aa.
"Saya mau nawarin nikah kontrak sama a Jaka.." lain halnya Neta yang sudah harap-harap cemas menawarkan hal itu, Jaka terlihat kalem saja di tempatnya tanpa ada reaksi berlebih.
Sudah bisa ditebak jawaban Jaka si manusia lempeng bin lurus, "Maaf, sepertinya mbak sedang mabuk." ia beranjak dari kursi, Neta memang minum tapi ia masih sadar sampai detik ini, semut yang berjalan ngangkutin sisa kue aja dia liat.
"Hey kamu! Yang bajunya kelewat rapi kaya siswa teladan! Will you marry me?! Gue serius!" teriak Neta diantara heningnya pagi, hanya berbalas suara adzan yang sayup-sayup terdengar di langit kota Jakarta.
Subuh-subuh dilamar sama gadis cantik, apakah ini anugrah ataukah musibah?
"Jaka Barokah! Gue sadar!" Neta mengejar Jaka dan memotong jalan Jaka.
"Please! Gue bayar berapapun, gini deh...gue mau curhat sama lo..." Neta sudah kehabisan akal dan kalimat untuk merayu, pasalnya waktu seminggu itu sebentar, otomatis ia harus bicara sebelum minggu depan agar keluarganya mau membatalkan acara khitbah habib Alwah, kali ini ia rela ngabisin nafas buat jelasin sejarah hidup belakangan ini demi rasa belas kasihan dari cleaning service satu ini.
Neta berbicara sambil berdiri dan menahan perut Jaka agar pemuda ini tak bergeser.
"Please dengerin curahan hati gue, lo mau nolongin gue kan?! Jadi gini, gue tuh dikira hamil diluar nikah...." belum apa-apa alisnya terangkat tinggi setinggi angkasa menandakan jika ia terkejut dengan pengakuan Neta.
"Tapi! Tapi itu sebenernya ngga terbukti, inih...coba liat ini!" dengan tanpa permisi Neta menarik tangan Jaka ke arah meja dimana tasnya berada, mencari-cari tespek di dalam tasnya lalu menunjukkan ke arah Jaka, "see! Lo liat kan, ini tuh negatif! Karena gue ngga hamil, gue masih virgin, tapi sayangnya keluarga gue ngga percaya dan kekeh jodohin gue sama habib-habib, duda!"
Kernyitan di dahi Jaka menandakan jika ia sedang mencerna ekspresi Neta, kira-kira berapa botol wine yang ia habiskan sampai gila begini.
"Gini ya mbak..."
"Panggil aja Amber, gue orang betawi.." tukasnya membalas.
"Oke, gini ya Ember..." refleks mata bulat bola pingpong itu membesar sebesar bola tenis, "Amber !"
Secantik dan sebo hay ini disamakan dengan wadah plastik pengangkut air, matanya picek kah?
"Pernikahan itu bukan untuk dipermainkan, janji sehidup semati di depan Allah," jawab Jaka hendak pergi lagi, tapi kembali Amber menahannya.
"Jaka...Jaka! Oke...oke, please tolongin! Oke gini deh, anggap aja kali ini kamu lagi nolongin aku, ngga harus kasih nafkah juga ngga apa-apa, ngga mesti bawa perasaan bahkan nikah siri pun boleh, yang penting buat aku status aja!"
Jaka tetap menggeleng, "maaf, tapi itu menipu."
"Huuu, Jaka....!" Amber bahkan sampai menghadang jalan Jaka dengan merentangkan kedua tangannya hingga membusungkan dadha yang nyata terpampang di depan Jaka.
"Kalo lo ngga mau, gue bakalan bilang sama bang Sandi kalo lo kurang ajar sama gue, biar lo dipecat! Pokoknya gue pastikan lo dipecat, apapun caranya!" tiba-tiba gadis itu memajukan badan berniat mencium bibir Jaka namun sayangnya badannya limbung karena pusing membuat kakinya mendadak njelimet binti pabeulit alias membelit-belit dan malah menabrak badan Jaka hingga terjengkang dan keduanya jatuh di lantai.
Bluggh!
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Tapi aku suka panggilan Aa,walaupun aku orang jambi..🤭🤭😄
2024-12-23
1
Julia Juliawati
adu net eta nama teu meunang ngabubur bodas jeung ngabubur beureum🤣🤣
2024-11-25
0
Qaisaa Nazarudin
🤣🤣🤣🤣🤣
2024-12-23
0