Jaka memang tak memiliki banyak sanak saudara di bumi ini selain dari saudara seiman, tapi manusia yang ikut dalam acara ini cukup bikin Neta percaya kalau ternyata Jaka adalah makhluk sosial.
Berbeda dengannya yang hanya membawa keluarga inti saja dalam satu mobil yang berisi ibu, kak Syifa, si kecil Aqis, dan om dari almarhumah ayahnya bersama sang istri saja, Jaka membawa hampir seluruh tetangga satu jajar kontrakan tempatnya tinggal.
"Keluar semua, ngga kuat gua muntahan lo bau ketek naga!" seru kong Eman mendorong pundak Pudin dan Joko.
"Bentar kali kong, jangan dorong-dorong nape!" Pudin yang baru saja memuntahkan isian sarapannya merasa lemas, selalu dan selalu perjalanan darat mana ngga ada AC bikin perutnya merasa diobok-obok kaya lagu Joshua. sementara Joko hanya tertawa melihat penderitaan anak tetangganya itu, "lagian lu, udah gede masih mabok! Ngga ada bibit-bibit calon konglomerat berarti, wes...cocoknya naik delman ae!"
"Oy, tuh keresek muntah dibawa keluar, buang ke tong sampah, elahhhh! Ketimbang ke KUA doang mabok!" omel ncang Mu'in yang mengendarai angkutan jalur kampung rambutan. Dan saat pintu angkot dibuka dan dilebarkan para manusia-manusia yang menumpang di dalamnya berhamburan keluar, termasuk disana ada ibu dan Wulan.
"Hooh ncang, si Pudin kalo diajakin ke mana-mana mabok melulu, waktu ntu piknik rt ke ragunan aje dia ampe tepar! Orang bekel senek nah dia bekelnya keresek!" sewot mpok Aya. Belum lagi segala keribetan dan kehectican busana yang dipakai, udah ngalahin outfit artis pas gala karpet merah.
Plak!
"Ngopo to ncing! Maen geplak-geplak ae!" Joko meringis saat punggungnya digeplak sekerasnya oleh ncing Anjar.
"Baju gue lu injek! Rusak dah baju syahrini gue! Dapet lebaran kemaren nih!" sewotnya dengan bibir semerah buah naga dan bedak yang memiliki 2 dunia saat terkena keringat.
Wulan tertawa begitupun Jaka yang menggelengkan kepalanya seraya mengurai senyuman di kursi samping ncang Mu'in melihat kehebohan tetangga satu rukun kontrakannya yang sudah ia anggap layaknya saudara.
Di luar angkot Opik dengan mengendarai motor Jaka turut sampai bersama motor nci Olin.
Halaman depan KUA mendadak ramai oleh penghuni gang senggol yang mirip rombongan karnaval.
"Neta dan keluarganya sudah sampai A?" tanya ibu. Jaka baru saja turun dengan kemeja putih dan jas hitam, dan satu set outfit jas mahal ini adalah kiriman Shanneta kemarin yang ia kirim melaui kurir langsung diantar ke kontrakan Jaka, ia tak mau jika Jaka datang menggunakan jas pinjaman apalagi batik macam waktu lalu saat ia datang menemui keluarganya untuk pertama kalinya, NO! BIG NO!
Orang bilang jas itu pendongkrak kharisma dan ketampanan seorang pria, terbukti dari para CEO-CEO besar, meski sudah tua, dengan perut buncit dan uban sana-sini yang tetap tampil parlente dengan stelan jas mahal.
Tik--tuk--tik---tuk---
Suara detakan lampu sen menyala seiring suara halus mesin mobil mas Syarif yang berbelok dan masuk ke halaman kantor urusan agama.
"Jaka sudah sampai Net?" tanya kak Syifa.
"Ngga tau, udah kayanya." Jawab Neta bergidik acuh.
"Itu di depan ada rame-rame apa sih? Emang yang mau nikah hari ini banyak ya?" tunjuk kak Syifa ke arah parkiran dimana ada angkotan kota yang terparkir lengkap dengan rombongan biduan dangdut.
"Mana aku tau," gidiknya acuh, namun sejurus kemudian Neta menyipitkan matanya saat Syarif sudah memilih tempat untuk memarkirkan mobilnya, matanya seketika membola sempurna saat mengenal salah satu diantara mereka.
"Ya ampun!" Neta mendadak garuk-garuk jidatnya, tiba-tiba saja sekujur tubuhnya merasa alergi dan butuh digaruk melihat jika rombongan dangdut yang ia sangka manusia-manusia dengan kadar heboh melebihi Arafiq itu adalah rombongan nikahan yang Jaka bawa, kenapa jadi ribet gini sih!
"Itu Jaka kan!" tunjuk Syifa. Neta menunduk malu. Sementara Syifa sudah tertawa renyah bersama ibu, "ya Allah, sampe bawa rombongan gitu...rame!" imbuh ibunya.
"Yuk turun, om penasaran sama calon suami ponakan nakal om satu ini," goda om Fakhrul.
"Assalamu'alaikum!" terlihat jelas aura orang kayanya keluarga Neta menyapa ibu Sri dan Jaka.
"Wa'alaikumsalam, eh...baru sampai bu?"
"Iya bu, kejebak macet..." jawab ibu merangkul hangat ibu Sri.
"Ck! Ck, roman-romannya bini lo orang kaya, Jak?!" imbuh kong Eman.
"Iyalah kong, saya sudah liat ! Cuantik!" angguk bang Togar.
Jaka salim takzim pada ibu, dan keluarga Neta yang lain. Mendadak rasa gugup menyerangnya. Setidaknya itu yang ia rasakan saat ini, apakah Neta akan suka dengan penampilannya saat ini, ataukah bagaimana tampilan Neta saat ini, akankah secantik putri-putri kayangan?
Sesosok kulit putih turun dari mobil paling terakhir, sepatu hak tinggi merah lancipnya menjejak di halaman parkiran KUA dengan pelan, semakin ia turun semakin jantung Jaka berdegup kencang saking penasarannya.
Kebaya simple berwarna off white dan rok samping bermotif batik berwarna coklat tua semakin indah dipakai oleh seorang gadis berkulit putih, bahkan kini kebaya sederhana itu tampak begitu mewah dan cantik melekat di badan Shanneta, make up tipis dan sanggulan tersemat bunga rose merah yang dipakai Neta semakin membuat jiwa lelakinya kelojotan, Neta memang cantik...
"Ya ampun! Bidadari tuh nyata adanya ternyata!" gumam Joko dan ncang Mu'in yang lantas dijewer oleh ncing Anjar istrinya, "mata lo ngedip! Itu bini si Jaka, inget umur!"
Ibu Sri tertawa dengan tingkah para tetangga putranya itu.
"Kalo gitu mari kita masuk saja, penghulu dan petugas KUA sudah menunggu," ucapan mas Syarif membuyarkan acara kagum--mengagumi mereka atas wajah Neta.
"Ayah kita mau kemana?" tanya Aqis yang cukup sawan melihat banyaknya manusia dengan modelan kaleng rombeng.
"Aqis sayang, aunty Neta sama om Jaka itu mau menikah...harus ketemu sama pak ustadz dulu, biar diridhoi Allah," jawab Syifa, gadis kecil yang mendadak jadi pendiam itu mengangguk, entah mengerti atau tidak.
Neta berjalan di samping Jaka, memperhatikan lelaki ini dengan tersenyum puas, "sip! Emang cocok nih, harga ngga pernah nipu! Jas Ralph Laurent emang bisa dongkrak kharisma lelaki, keren parah sih ini jas!" pujinya pada jas yang ia pilih, bukan pada Jaka.
Jaka melirik Neta dan menelitinya dari atas hingga bawah, "kamu cantik." Ucapan Jaka yang terkesan datar tanpa ada nada gombalan itu sukses membuat Neta melongo bak kucing sawan.
Langkah ke semua orang ini menyusuri koridor dan langsung digiring ke arah ruangan diselenggarakannya ijab kabul, mirip orang mau demo kantor kelurahan karena ktp elektronik susah jadi.
"Kalo bisa jangan masuk ke dalam semua, khawatirnya ngga akan muat," imbuh om Fakhrul.
"Siap pak! Kita mah yang muda-muda nunggu di luar aja dah!" ujar Opik.
Neta berkali-kali meloloskan nafas lelah dan gugupnya, kenapa hatinya diliputi rasa tak yakin? Bukankah ia yang mengajak dan memaksa Jaka untuk menikah kontrak. Kenapa ia jadi tak yakin begini, sekarang?
"Silahkan kedua mempelai duduk," suara berat itu tak membuat Neta lantas duduk, hingga sentuhan ibu dan kak Syifa sukses membuatnya jadi makhluk terbo doh di dunia.
"Ta, cepet duduk!"
"Ngapain?" tanya nya balik.
"Kok ngapain?!" Syifa menggertakan giginya sepaket alis yang bertaut kencang tanda geram dengan tingkah adiknya yang mendadak be go.
"Oh, iya iya! Aduhhh sorry---sorry, gue ngga konsen bund," kekehnya meringis nyengir sambil menepuk jidatnya sendiri keras, sementara sejak tadi Jaka memperhatikannya yang mendadak salah tingkah itu lekat-lekat.
"Kurang konsen mber? Mau minum air mineral dulu?" tanya nya polos.
Neta mendelik sinis nan tajam, "ngga usah, aku udah kebanyakan minum air gunung!"
Otak Neta mendadak blank, karena dalam waktu setengah jam kata SAH sudah menggema di dalam ruangan dengan pemandangan orang-orang yang berucap sukur seraya melangitkan do'a. Dan Jaka menatapnya meminta jemari tangan Neta untuk kemudian sebuah lingkaran terbuat dari emas nan cantik siap tersemat di jarinya.
"Alhamdulillah!"
Tanpa permisi bibir dengan lekukan sempurna itu mengecup kening sehalus sutra milik Neta, membuat si empunya terjengkat seolah mendapatkan sengatan lebah dan seketika melotot, lalu disusul delikan tajam sepaket wajah tak bersahabatnya pada Jaka.
"Peraturan pertama, tak ada kontak fisik! Ngga usah ngarep!" gertunya dengan giginya gemelutuk menahan seluruh emosi yang siap meledak. Tapi lelaki itu acuh saja dengan reaksi Neta saat ini, seakan yang dia lakukan adalah hal wajar.
"Hitung-hitung kamu bayar saya," bisiknya membalas. Matanya membeliak siap menggantikan baso di dalam dandang demi mendengar balasan Jaka.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
jumirah slavina
dimana Engkong pernah nyium ketek naga Kong ??
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-01-12
2
Attaya Zahro
Mau karnaval itu teh 😂😂😂
Jaka modus..bolehlah kecup² bentar 😅😅😅
2025-01-29
0
Qaisaa Nazarudin
Ya Salam Net..Udah di lambung tinggi-tinggi langsung di hempaskan..🤣🤣😜😜
2024-12-23
1