*Api di Kerajaan Jintamani (Akarmani)*
Pajrit Kukus Asmara memacu kudanya dengan penuh semangat tahun 17, tapi entah, ada sejarah apa pada tahun itu.
Mendapat kepercayaan dari seorang panglima cantik yang sangat cantik, bahkan terlalu cantik, ditambah juga sakti Mandra berguna, memberi rasa percaya diri dan kebanggaan yang tinggi bagi kepala prajurit itu.
Kukus Asmara tidak habis pikir, kenapa dia yang dipilih, bukannya Gandul Kulon yang lebih gagah. Maka, sejak kepercayaan itu, dia merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan khusus dibanding kepala prajurit yang lain.
“Heeeah heeeah!” pekiknya di tengah malam, di tengah jalan pula, dengan nada gebahan yang digubah menjadi berirama lebih mendayu.
Untung tidak ada orang yang mendengar gaya gebahanannya, karena setan-setan jalanan saja yang dilaluinya sampai tertawa terbahak-bahak mendengar nada gebahan versinya. Masih untung setan dan Kukus Asmara beda alam, jadi dia tidak mendengar suara setan yang menertawakannya.
“Ada prajurit berkuda yang datang!” bisik seorang prajurit yang bertugas mengintai jalanan di kaki bukit. Kita sebut saja namanya Beser, akronim dari nama lengkapnya Bewok Seram. Sesuai namanya, dia memang memelihara brewok di mana-mana.
Dia berjaga bersama dua rekannya dan bersenjata panah.
“Itu pasti teman dari pasukan berkuda tadi. Ayo panah. Kita taruhan sepuluh kepeng sepuluh kepeng. Siapa yang mengenainya pertama kali, dia yang menang,” kata prajurit yang bertubuh kurus, sebut saja namanya Kuteng, akronim dari nama lengkapnya Kurus Ganteng.
“Tapi aku hanya punya tiga kepeng,” kata rekan satunya lagi. Sebut saja namanya Bolu, akronim dari namanya lengkapnya Botak Lumer. Dia memang berkepala gundul dan selalu gundul, maklum dia memelihara kutu abadi. Dalam artian, jika rambutnya tumbuh sedikit, kutunya pasti muncul.
“Kalau Bolu yang menang, yang kita beri tiga kepeng. Tapi kalau kita yang menang, Bolu beri juga tiga kepeng. Ayo buruan, dia mau lewat!” kata Kuteng.
Maka Kuteng, Bolu dan Beser segera bersiap dengan anak panah yang sudah ditarik di busur.
Sementara itu, Pajrit Kukus Asmara terkejut ketika cahaya api obornya samar-samar menangkap siluet sosok-sosok mayat yang memiliki tancapan anak panah pada leher atau badannya yang bergeletakan di pinggir jalan.
Pajrit Kukus Asmara langsung berdebar dan bersiaga. Matanya awas memerhatikan daerah gelap sekitar, terutama area kanan dan kiri jalan. Dia segera mencabut pedangnya.
Set! Seset!
Yang dikhawaatirkan Kukus Asmara ternyata terjadi. Sebagai kepala prajurit yang memiliki skill lebih tinggi dari prajurit biasa, terlebih dia sudah siaga, dia refleks ketika sudut matanya menangkap lesatan garis hitam dari dalam kegelapan.
Tiga batang panah melesat melintas di depan mata, di atas kepala dan di atas lengan. Serangan tiga anak panah itu membuat Kukus Asmara jantungan.
“Jangan panaaah! Aku utusan Panglima Dewiii! Jangan panaaah!” teriak Kukus Asmara mendayu-dayu tapi bernada mau menangis.
Tiba-tiba di depan sana ada sesosok bayangan yang tangan kanannya membawa sinar biru yang bergejolak. Sosok bertubuh besar itu juga memikul sebilah golok besar di bahu kirinya. Dia mendarat di tengah jalan dan berdiri menghadap ke arah kedatangan Kukus Asmara bersama kudanya.
Orang itu tidak lain adalah Adipati Argopuro. Kemunculannya juga mengejutkan Kuteng, Bolu, Beser.
Tiga adipati yang sebelumnya bersama Genggam Sekam, memang ditempatkan di balik bukit bersama pasukannya. Ternyata Adipati Argopuro saat itu sedang berada di dekat pos pengintaian ketiga prajurit. Saat mendengar teriakan Kukus Asmara, Adipati Argopuro segera turun tangan, bermaksud menangkap utusan itu sebelum mati dibunuh oleh ketiga prajurit pengintai. Mungkin utusan berkuda itu membawa pesan penting dari musuh.
Melihat ada penghadang yang sudah langsung menunjukkan kesaktiannya, Kukus Asmara pun panik.
“Aaa ...!” pekiknya mengalun panjang karena terkejut, sambil refleks menarik kencang tali kekang kudanya.
Kuda Kukus Asmara meringkik keras dan mengangkat kaki depan tinggi. Lalu cepat berbalik hendak berlari pulang.
Namun, tiba-tiba di sisi belakang itu sudah muncul Kuteng, Bolu, Beser yang berdiri menutup jalan dengan busur sudah dipasang anak panah yang mengancam. Dengan itu, terkepunglah posisi Kukus Asmara.
“Jangan seraaang! Aku utusan Panglima Dewiii!” teriak Kukus Asmara mendayu-dayu.
“Hahaha!” tawa Kuteng, Bolu, Beser mendengar alunan kepanikan Kukus Asmara. Entah, apakah mereka merasa lucu atau semakin bersemangat untuk membunuh utusan itu.
“Eit eit! Jangan serang, aku utusan loooh. Jangan jahat ya, jangan jahat ya!” kata Kukus Asmara sambil menunjuk-nunjuk dengan kuda yang diputar-putar seperti sedang mengejar ekornya sendiri.
“Jatuhkan pedangmu, Prajurit!” perintah Adipati Argopuro.
Pajrit Kukus Asmara segera membuang pedang di tangannya.
“Turun! Atau kami bunuh!” ancam adipati bertubuh tambun itu. Dia sudah memadamkan sinar ilmu kesaktian di tangan kanannya. Jadi mereka hanya mengandalkan cahaya obor yang dipegang oleh Kukus Asmara.
Utusan Panglima Dewi itu segera turun dari punggung kudanya.
“Hahaha!”
Kuteng, Bolu, Beser masih tertawa-tawa melihat gestur tubuh Kukus Asmara.
“Apakah kau prajurit Jintamani?” tanya Adipati Argopuro, karena prajurit itu jelas berseragam prajurit Kerajaan Jintamani.
“Benaaar, tapi aku diutus oleh Panglima Dewiii, untuk menemui pemimpin pasukan kadipaten,” jawab Kukus Asmara sambil satu tangannya melambai-lambai seperti pohon nyiur di pantai.
“Kami adalah pasukan kadipaten. Siapa itu Panglima Dewi yang mengutusmu?” tanya Adipati Argopuro lagi.
“Panglima Dewi Dua Gigiii. Pendekar wanita yang mengalahkan pasukan Jintamani di lembah Alas Tiga Aiiir,” jawab Kukus Asmara dengan gestur yang kesal karena sang adipati tidak mengenal Panglima Dewi.
“Maksudmu, pendekar wanita yang menantang perang pasukan Jintamani sendirian?” terka Adipati Argopuro yang bisa menerka arah ceritanya.
“Aaah, cocok. Hihihi!” seru Kukus Asmara sambil melambaikan tangan kirinya ke arah Adipati Argopuro, lalu tertawa cekikikan begitu genit. Dia senang karena sang adipati sudah mengerti.
“Hahaha!” tawa Kuteng, Bolu, Beser.
“Turunkan senjata kalian!” perintah Adipati Argopuro kepada ketiga prajurit yang sejak tadi tertawa terus di saat adipatinya serius.
Maka Kuteng, Bolu, Beser pun menurunkan tangannya.
“Aku adalah Adipati Argopuro dari Kadipaten Pitikilang. Kami adalah pasukan kaipaten yang mengabdi kepada Gusti Ratu Warna Mekararum. Sampaikan pesanmu dari Panglima Dewimu!” perintah Adipati Argopuro.
“Eh, tapi, Gustiii, kata Panglima Dewi, pasukan kadipaten ada di depan benteng Ibu Kota ....”
“Pasukan kadipaten ada di dua tempat. Di sini dan di depan benteng. Sekarang sampaikan pesan yang kau bawa, Prajurit!” perintah Adipati Argopuro.
“Panglima Dewi mengabarkaaan, bahwa pasukan Panglima Dewiii sedang dalam perjalanan menuju ke Ibu Kotaaa. Hanya itu, Gustiii,” jawab Kukus Asmara.
“Berapa banyak pasukan yang dibawa oleh Panglima Dewi?”
“Seribu dua ratus tiga puluh tujuh,” jawab Kukus Asmara karena dialah yang bertugas mendata jumlah prajurit dan segala komponennya.
“Bagaimana bisa satu orang pendekar wanita dapat mengalahkan ribuan pasukan Kerajaan Jintamani dan kemudian memiliki seribu pasukan?” tanya seseorang yang muncul dari dalam kegelapan di belakang Adipati Argopuro. Orang itu adalah Adipati Bali Baginda yang dibelakangnya berjalan Adipati Gede Amaro.
Agak terkejut Kukus Asmara melihat kemunculan dua pemimpin itu. Ia bisa langsung menerka kedudukan kedua orang tersebut.
“Hormat sembah hambaaa, Gusti,” ucap Kukus Asmara menghormat.
“Ceritakanlah peperangan yang terjadi di lembah Alas Tiga Air!” perintah Adipati Gede Amaro.
“Silakan duduk dulu, Gustiii!” kata Kukus Asmara sambil duluan duduk di tanah jalanan begitu saja.
“Hahahak ...!” Meledaklah tawa mereka semua melihat ulah utusan itu. Sebenarnya Adipati Argopuro kesal, tetapi karena yang lainnya tertawa kencang, mau tidak mau dia juga terpancing untuk tertawa.
“Berdiri saja!” perintah Adipati Argopuro.
Kukus Asmara pun berdiri kembali. Lalu mulailah dia berkisah tentang peperangan yang terjadi di lembah Alas Tiga Air. Ketiga adipati mendengarkan dengan seksama.
Setelah selesai urusan dengan ketiga adipati, barulah Kukus Asmara diizinkan pergi melanjutkan perjalanan menuju ke depan benteng timur Ibu Kota. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
𝑑𝑖ℎ 𝑠𝑖 𝑘𝑢𝑘𝑢𝑠 𝑏𝑘𝑖𝑛 𝑛𝑔𝑎𝑘𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑠𝑖𝑡𝑢𝑎𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 🤣🤣🤣😭
2023-09-13
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑏𝑘𝑖𝑛 𝑛𝑔𝑎𝑘𝑎𝑘 𝑤𝑘𝑤𝑘𝑤𝑘
𝑘𝑢 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔 2 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑡𝑘𝑢𝑡 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑐𝑎 🤭
2023-09-13
1
Senajudifa
bolu?? kok kayak nama kue😁😁
2023-07-25
1