*Api di Kerajaan Jintamani (Akarmani)*
Tok! Totok! Tototok!
Prabu Marapata membalas ketukan dari balik papan dengan pola ketukan yang sama.
“Gusti Prabu anakku!” panggil Ratu Warna Mekararum dari ruang bawah lantai.
Terkejutlah Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin mendengar panggilan dari suara yang mereka kenal sebagai milik Ratu Tua, ibu dari Prabu Marapata.
“Siapa kau yang ada di bawah?” tanya Prabu Marapata.
“Aku ibumu, Gusti Prabu,” jawab Ratu Tua.
“Ratu Tua ibuku sudah mati,” kata Prabu Marapata dari lantai kamarnya.
“Ibunda belum mati. Kematian Ibunda telah dibuat palsu,” kata Ratu Warna Mekararum. “Buka dulu pintu ini, biar Ibunda bisa naik ke atas. Jaga suaramu, jangan sampai terdengar oleh prajurit di luar kamar.”
“Ba-ba-baik,” ucap Prabu Marapata tergagap.
Terus terang, ada keraguan di dalam dirinya bahwa ibunya masih hidup. Namun, pola ketukan dan suara wanita di ruang bawah adalah bukti bahwa itu memang benar Ratu Tua.
Maka dengan perasaan berdebar, Prabu Marapata membuka slot besi yang mengunci pintu papan. Setelah itu, dia menarik pintu papan ke atas, sehingga terbukalah pintu tersebut.
Cahaya langsung masuk menembus ke bawah. Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin langsung bisa melihat satu wajah wanita tua yang mendongak. Mereka sangat mengenali wajah yang memang milik Ratu Tua.
“Sukurlah kalian tidak apa-apa, Gusti Prabu,” ucap Ratu Warna Mekararum pelan.
Dia lalu bergerak naik mengeluarkan kepalanya, sejenak dia memandang ke seantero ruangan. Dilihatnya tidak ada siapa-siapa, kecuali putra dan menantunya.
“Ibunda, kau masih hidup?” tanya Prabu Marapata.
“Nanti aku ceritakan, Gusti Prabu,” ucap Ratu Tua pelan, bersifat berbisik.
“Aku tidak tahu jika di bawah tempat tidurku ada jalan rahasia,” kata Prabu Marapata.
“Ini dulu kamar Ibunda dan mendiang ayahmu. Jadi hanya Ibunda yang tahu,” kata Ratu Warna Mekararum sambil keluar secara utuh. “Jangan sampai ada prajurit yang masuk.”
“Tidak akan. Pintu pun kami kunci. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini terkait dilarangnya kami keluar?” tanya Prabu Marapata. “Dan siapa orang-orang berpakaian merah yang bersama Ibunda?
Prabu Marapata dan istrinya bisa melihat keberadaan banyak orang berpakaian merah di ruang bawah karena di bawah ada cahaya obor.
“Mereka adalah pasukanku,” jawab Ratu Tua dengan berbisik. “Kita harus bicara jauh dari pintu.”
Maka mereka bertiga bergeser lebih jauh ke dalam, lebih menjauhi posisi pintu kamar, padahal posisi ranjang itu sudah cukup jauh dari pintu.
“Apa yang Gending Suro lakukan kepada kalian?” tanya Ratu Warna Mekararum sambil duduk di kursi kayu yang mengelilingi sebuah meja kayu bundar berukir dan memiliki empat kaki yang normal.
Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin turun duduk di kursi tersebut.
“Senopati Gending Suro mengancam akan menghabisi Keluarga Kerajaan jika aku bergelagat melawan keinginannya. Selir Dugantini dan Mahapatih sudah mati ....”
“Gending Suro yang membunuhnya?” tanya Ratu Warna Mekararum memotong.
“Memang matinya seperti mati karena sakit, tapi dia mengatakan kepadaku bahwa kematian keduanya adalah sebagai contoh jika menentang,” jawab Prabu Marapata.
“Saat ini Putra Mahkota juga dalam kondisi sakit parah, sudah hampir setahun lamanya. Tidak ada tabib kerajaan yang bisa mendeteksi jenis penyakitnya. Tubuh Pangeran Jakirwogo semakin kurus. Dagingnya semakin habis, tapi kami curiga bahwa putra kami itu telah diracun oleh Senopati,” kata Permaisuri Palilin.
“Sebentar lagi Gending Suro akan menuai hasil kejahatannya,” desis sang ratu.
“Ibunda, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya sang prabu.
“Apakah kau tidak tahu apa yang sedang terjadi di luaran?” tanya Ratu Warna Mekararum.
“Tidak. Tiba-tiba saja kami dilarang keluar dari kamar ini. Pasukan Pelindung Raja banyak di tempatkan di Ruang Kewibawaan, seolah-olah mereka sedang menjaga pintu-pintu rahasia yang ada di ruangan itu,” kata Prabu Marapata.
“Aku datang membawa Pasukan Pembebas Jintamani. Pasukan itu adalah aliansi pasukan enam kadipaten dan ratusan murid Perguruan Pisau Merah. Kalian pasti sudah lama menduga aku mati?”
“Benar. Kami semua melihat mayat Ibunda Ratu dalam kondisi rusak oleh racun,” jawab sang putra cepat.
“Itu bukan aku. Aku dipenjara dan diasingkan di sebuah pulau kecil yang jauh. Selama beberapa tahun aku disiksa dengan berbagai macam racun binatang berbisa oleh orang-orang Senopati Gendi Suro. Racun-racun itu tidak bisa membunuhku karena di dalam tubuhku ada Mutiara Putri Purnama, jadi racun-racun itu membuatku tersiksa selama bertahun-tahun. Dia menyiksaku demi mendapat jawaban letak harta kerajaan disimpan. Jika seandainya harta itu sudah Gending Suro ketahui, maka dia akan membantai Keluarga Kerajaan dan meruntuhkan Istana. Dia ingin membangun kerajaan baru dengan dia sebagai rajanya,” jelas Ratu Warna Mekararum.
“Apa?!” kejut Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin.
“Sebenarnya, nyawa kalian tinggal menunggu kapan Gending Suro menemukan harta itu. Namun, hanya aku yang tahu. Ketika aku mengendus upaya pengkhianatan di dalam Istana, aku sudah membuang jauh-jauh semua orang yang tahu tempat harta kerajaan disimpan. Langkah pertama yang ingin aku lakukan adalah mengamankan nyawa kalian berdua sebagai penguasa sah Jintamani. Kalian berdua akan aku keluarkan dari Istana lewat jalan rahasia itu,” kata Ratu Warna Mekararum.
“Tapi, bagaimana dengan Putra Mahkota, selir dan putra-putri yang lain, Ibunda?” tanya Permaisuri Palilin cemas.
“Mereka semua adalah cucu-cucuku, tidak akan aku biarkan mati. Yang terpenting saat ini, jangan sampai Gending Suro membunuh Gusti Prabu. Jika sampai terjadi, dia bisa merebut tahta dengan penuh meski tanpa harta kerajaan. Jika raja masih hidup, Jintamani akan tetap ada meski kerajaan ini hangus terbakar,” tandas Ratu Warna Mekararum.
“Tapi bagaimana Ibunda akan melawan Senopati Gending Suro yang menguasai pasukan kerajaan?” tanya Prabu Marapata tidak yakin.
“Ibunda punya satu jagoan hebat yang menolongku di pulau penyekapan dan membawaku sampai di sini. Lebih baik aku bertaruh daripada pelan tapi pasti kerajaan ini menuju kehancuran dengan kemusnahan Keluarga Kerajaan,” tandas Ratu Warna Mekararum. “Apakah Pasukan Pelindung Raja berada di bawah perintah Gending Suro?”
“Benar. Komandan Buto Sisik lebih patuh kepada perinth Senopati. Senopati kini mengambil alih wewenang Mahapatih, sehingga kekuasaannya lebih luas,” kata Prabu Marapata.
“Sekarang, bungkus barang yang begitu penting. Kalian berdua harus keluar dari Istana lewat jalan rahasia!” perintah Ratu Warna Mekararum.
“Baik,” ucap sang prabu.
Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin lalu segera mengambil pakaian luar untuk lebih menutupi tubuhnya. Pasangan penguasa itu lalu membungkus beberapa pakaian dan benda berharga, termasuk sejumlah perhiasan bernilai tinggi dan dua pusaka pribadi berupa dua kujang berwarna merah terang dan sebuah keris kecil berwarna hitam.
“Segel Perintah Prabu ada di mana?” tanya Ratu Warna Mekararum setelah putra dan menantunya itu siap. Kini Prabu Marapata dan istrinya sudah berpakaian lengkap.
“Hilang,” jawab Prabu Marapata.
“Ya sudah, tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Ayo turunlah!” kata Ratu Warna Mekararum.
Maka Prabu Marapata dan Permaisuri Palilin turun ke ruang bawah.
Semua murid Perguruan Pisau Merah turun berlutut menghormat sembah kepada sang prabu dan sang permaisuri. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
pergi diam2 kah mereka jdinya
2023-08-29
2
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
mereka bdi tipu ya berarti 👀👀
2023-08-29
2
Senajudifa
sedih dong ditolak sm anak sendiri
2023-05-29
1