*Api di Kerajaan Jintamani (Akarmani)*
Alam mulai menggelapkan diri seiring sang surya tenggelam di Barat.
Benteng timur Ibu Kota masih dalam kondisi siaga. Para prajurit di atas benteng dengan seksama memerhatikan Pasukan Pembebas Jintamani di depan sana yang berada di luar jangkauan anak panah. Jika masuk jangkauan, pasukan di atas benteng pasti sudah melakukan serangan.
Panglima Galagap sesekali harus naik ke atas benteng untuk melihat suasana pasukan musuh yang hanya mengancam, karena tampak seperti tidak ada niatan untuk menyerang. Jika dilihatnya pasukan musuh adem ayem saja, Panglima Galagap memilih turun ke bawah untuk menyeruput kopi pahit dengan penganan pisang goreng hangat.
Dia mengajak beberapa orang pajrit (kepala prajurit) untuk mengobrol ringan, yaaa cerita-cerita tentang utang piutang atau kira-kira mau beralih kerja apa jika gaji bulanan tidak kunjung naik derajat.
Namun, tanpa diketahui oleh pasukan di atas benteng atau Pasukan Pembebas Jintamani pimpinan Adipati Lalang Lengir, posisi mereka mendapat pengawasan dari atas bukit di sisi tenggara. Posisi bukit berpohon itu memang terbilang jauh, tetapi dari atasnya bisa melihat benteng dan kumpulan pasukan aliansi kadipaten.
Saat ini, di atas bukit itu ada beberapa orang sedang berdiri memerhatikan ke arah benteng timur Ibu Kota.
Kelima orang di atas bukit yang sulit untuk dilihat dari atas benteng, terdiri dari empat lelaki dan satu wanita tercantik karena tanpa lawan.
Sedangkan yang keempat lelaki terdiri dari dua lelaki muda lagi tampan dan dua lelaki separuh baya lebih beberapa tahun saja.
Pemuda tampan pertama berperawakan seorang pendekar. Kepalanya diikat dengan kain warna hijau gelap, sama dengan warna pakaiannya yang serba hijau. Ada sebuah tongkat besi yang menyilang di punggungnya. Perawakan fisiknya jelas tegap berisi. Dia adalah Genggam Sekam yang tenar dikenal dengan julukan Pendekar Tongkat Berat, bukan Gerombolan Si Berat. Dia salah satu pendekar yang langsung jatuh cinta kepada Alma Fatara pada pandangan pertama.
Pemuda tampan kedua tujuh tahun lebih lima belas hari lebih tua dari Genggam Sekam. Penampilannya bagus dengan baju dan celana warna kuning yang bagus. Totopong kain sutra merahnya dibalut oleh ring kepala yang terbuat dari perak murni. Lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu adalah Adipati Bali Baginda, penguasa Kadipaten Blekuk. Dia adalah adalah adipati termuda di seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Jintamani. Dia membawa senjata panah bagus berwarna biru kebiru-biruan.
Lelaki separuh baya pertama bertubuh tambun berwajah gemuk dan berperut gendut. Meski dia berpakaian bagus warna jingga dengan rambut digelung dan dibalut ring logam tebal, tetapi senjata yang dibawanya adalah sebuah golok besar model milik perampok. Lelaki berhidung pesek berkalung batu akik itu adalah Adipati Argopuro, penguasa Kadipaten Pitikilang.
Lelaki separuh baya kedua bertubuh kecil tapi berpakaian putih mewah dengan perhiasan, dari cincin, gelang, kalung, hingga anting di telinga kiri. Totopong sutera hitamnya berhias sulaman benang emas. Lelaki bersabuk kulit ular hijau itu menyandang senjata bola besi berduri sebesar genggaman yang punya tali rantai kecil tapi kuat. Dia adalah Adipati Gede Amaro, penguasa Kadipaten Putulowa.
Sementara wanita yang sendiri bernama Sumirah. Wanita muda berpakaian merah muda itu berjuluk Pendekar Buaya Cantik. Julukannya demikian karena dia memang cantik, tapi tidak mirip buaya. Julukan buaya itu berasal dari gagang dua pedang kembarnya yang berwujud kepala buaya bohongan. Dua pedang itu beda warna. Satu warna hitam dan satu lagi warna merah.
Sebenarnya mereka tidak berlima, tetapi ada hampir seribu prajurit yang berkumpul di kaki bukit dan sedang beristirahat di area yang tertutup oleh pepohonan yang rapat. Prajurit berseragam hijau hitam itu adalah pasukan gabungan dari tiga kadipaten yang sepakat membela Ratu Warna Mekararum.
Selain enam kadipaten yang sudah bergabung dalam Pasukan Pembebas Jintamani yang kini dipimpin oleh Adipati Lalang Lengir di depan benteng timur, masih ada tujuh adipati yang ingin diajak bergabung oleh Ratu Warna Mekararum dalam perang ini.
Karena kondisi yang tidak memungkinkan, Ratu Tua hanya bisa mengutus Genggam Sekam dan Sumirah untuk membujuk para adipati yang belum bergabung. Hasilnya, hanya tiga adipati yang bergabung, yaitu ketiga orang yang bersama Genggam Sekam dan Sumirah itu. Empat adipati lainnya memilih posisi netral karena kesimpangsiuran tentang kematian sang ratu tua, meski mereka sudah ditunjukkan bukti kebenaran berita yang dibawa Genggam Sekam.
“Pasukan pimpinan Adipati Lalang Lengir tidak melakukan sesuatu. Apakah mereka hanya mengepung saja?” tanya Adipati Bali Baginda.
“Mungkin mereka menunggu malam atau menunggu tanda dari pasukan Gusti Ratu yang lain,” jawab Genggam Sekam. “Kita jangan menampakkan diri dulu sebelum perang benar-benar berkecamuk.”
“Dengan jumlah pasukan sedikit seperti itu, meski ditambah dengan pasukan kita, kita tidak akan bisa menembus benteng Ibu Kota,” kata Adipati Gede Amaro.
“Tidak perlu khawatir, kita punya seorang pendekar wanita yang sakti mandraguna. Dia saat ini sedang berperang melawan ribuan pasukan Jintamani seorang diri di lembah Alas Tiga Air,” kata Genggam Sekam.
“Apa?” kejut ketiga adipati itu.
“Kenapa aku merasa kau begitu membual, Genggam Sekam,” kata Adipati Argopuro.
“Aku juga tidak akan percaya jika tidak melihat langsung kesaktiannya. Itu karena dia mewarisi pusaka Bola Hitam milik Raja Tanpa Tahta,” kata Genggam Sekam.
“Bola Hitam yang menjadi incaran banyak pendekar sakti itu?” terka Adipati Bali Baginda. Dia selaku orang muda, tidak pernah melihat kehebatan Bola Hitam, tetapi dia sering mendengar cerita tentang Raja Tanpa Tahta dan Bola Hitam-nya.
“Benar. Karena itu Gusti Ratu merasa yakin bahwa kita akan menang dengan bantuan pendekar wanita itu. Sebagian pasukan Jintamani dipancing pergi keluar dari Ibu Kota,” kata Sumirah.
Genggam Sekam cepat menengok ke belakang karena dia mendengar pergerakan langkah kaki di tanah berumput.
Para adipati jadi ikut menengok ke belakang. Ternyata ada seorang prajurit yang sedang berjalan mendaki dengan gerakan tergesa-gesa.
“Lapor, Pendekar!” ucap prajurit itu setibanya dia di hadapan kelima pemimpin tersebut.
“Apa yang kau bawa, Prajurit?” tanya Genggam Sekam yang mengenal prajurit pengintai itu.
“Ada ratusan pasukan berkuda Jintamani dari arah Alas Tiga Air sedang menuju ke Ibu Kota!” lapor prajurit itu.
“Apa?” kejut Genggam Sekam. “Berapa banyak?”
“Ratusan, Pendekar,” jawab prajurit itu lagi.
“Hanya pasukan berkuda?” tanya Genggam Sekam lagi.
“Iya.”
“Seberapa cepat kecepatan mereka bergerak?”
“Berlari biasa saja,” jawab si prajurit lagi.
“Di mana posisi pasukan itu?”
“Di pinggiran Sungai Sikut.”
“Pergi temui Adipati Lalang Lengir dan berikan tusuk rambut ini. Kabarkan bahwa pasukan kadipaten Genggam Sekam sedang menghadang pasukan berkuda Jintamani yang pulang di balik bukit ini!” perintah Genggam Sekam sambil memberikan sebuah tusuk rambut milik Ratu Warna Mekararum.
“Baik, Pendekar!” ucap prajurit itu patuh. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
hayooo siapakah dia👀 mungkin kah dia adalah.......
2023-09-03
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
kirain julukan buayanya itu kek buaya darat taunya dri pedangnya hihi 🤭🦖🦖🦖
2023-09-03
1
Senajudifa
aku pasti ngakak kalo baca karya om rudi nih😁😁
2023-07-22
1