*Api di Kerajaan Jintamani (Akarmani)*
Panglima Gigir Sluduk yang gagah duduk di atas kuda perangnya menatap tajam kepada gadis belia dua tombak di depannya.
“Siapa kau, Gadis Kecil?” tanya Panglima Gigir.
“Jangan panggil aku Gadis Kecil, Paman! Aku adalah utusan ….” Perkataan Ning Ana terputus sejenak. Dia berpikir. Lalu lanjutnya dengan lantang, “Aku utusan dari Dewi Dua Gigi!”
“Dewi Dua Gigi? Hahaha!” tawa Panglima Gigir. “Maksudmu perempuan cantik yang giginya tinggal dua?”
“Siapa kau, Paman?” tanya Ning Ana lantang. Dia mulai bisa menguasai diri dan perasaannya.
“Aku adalah Panglima Gigir Sluduk!”
“Hihihi!” tawa Ning Ana, memaksakan diri untuk tertawa. “Maksudmu, panglima yang giginya suka menyeruduk?”
Mendelik marah Panglima Gigir didefinisikan seperti itu.
“Kurang ajar! Mana pasukan Ratu Warna Mekararum yang ingin berperang?” gusar Panglima Gigir.
“Sesuai apa yang kalian lihat. Itulah pasukan Gusti Ratu Warna Mekararum. Sebagai utusan, aku menyampaikan agar kalian semua menyerah dan tunduk kepada Gusti Ratu Warna Mekararum. Jika tidak, kalian semua akan kami hancurkan!” ujar Ning Ana dengan kata-kata yang lancar.
“Hahaha!” tawa Panglima Gigir. “Bocah tidak tahu nasib. Kembalilah. Aku akan mengirim pasukan pencabut nyawa sebagai jawabannya!”
“Kalian akan menyesal dan menjadi hantu gentayangan tidak punya kehormatan!” teriak Ning Ana.
Gadis cantik belia itu segera berbalik lalu lari terbirit-birit sambil menengok ke belakang, khawatir dia diserang.
“Hahaha …!” tawa Panglima Gigir terpingkal-pingkal melihat Ning Ana yang ketakutan setelah itu.
Dia kemudian memutar balik kudanya dan menggebahnya pulang ke arah barisan.
“Sepuluh prajurit berkuda, maju dan bunuh mereka semua!” teriak Panglima Gigir Sluduk memberi perintah.
Sepuluh prajurit berkuda segera bergerak keluar dari barisan dan kemudian melaju kencang mengejar Ning Ana yang berlari layaknya anak perempuan biasa.
Melihat kedatangan sepuluh prajurit berkuda yang sudah menghunuskan pedangnya, Ning Ana berubah panik, meski jaraknya masih terbilang jauh.
“Kakak Almaaa …!” teriak Ning Ana sekencang-kencangnya.
Dia terus berlari sambil sering menengok ke belakang. Sepuluh prajurit berkuda itu semakin mendekat.
“Hahahak …!” tawa Alma Fatara melihat kepanikan Ning Ana.
“Hahaha …!” tawa Magar Kepang dan Garam Sakti pula.
“Kakang Garam, apakah kau tidak ingin menolong kekasih mungilmu itu?” tanya Alma kepada Garam Sakti yang sudah sah menjadi kekasih Ning Ana yang masih di bawah umur. Namun, zaman gila seperti sekarang ini, cinta dua pasangan itu tidak ada yang melarang.
“Baik!” sahut Garam Sakti.
Garam Sakti lalu berlari cepat dan sesekali berlari di udara untuk menunjukkan kependekarannya. Dia berlari bermaksud menyongsong tubuh Ning Ana.
Setelah Garam Sakti cukup jauh maju, barulah Alma Fatara berlari mengejar lelaki besar tidak berbaju tersebut.
“Kakaaang!” teriak Ning Ana.
Ketika Garam Sakti sudah sampai di depannya, Ning Ana cepat melompat tinggi yang langsung disambut peluk oleh Garam Sakti. Adegan yang begitu romantis di saat genting berbahaya itu begitu membahagiakan Ning Ana.
Sementara itu, dari belakang Garam Sakti berkelebat sosok Alma Fatara yang melewati atas kepala keduanya.
Sezt sezt sezt …!
Sambil berlari di atas ujung-ujung rumput lembah, Alma Fatara melesatkan sinar-sinar kuning emas melengkung tipis berulang-ulang menyambut kedatangan sepuluh prajurit berkuda.
Set set set …!
Bleduk! Bleguk!
Sinar-sinar dari ilmu Sabit Murka itu memangkas kaki-kaki berotot para kuda yang berlari kencang. Kuda-kuda itu tersungkur seketika melempar para penunggangnya ke rerumputan tanah lembah.
Seiring kuda-kuda yang menjadi bangkai dan para prajurit yang terjatuh berusaha bangkit berdiri, sosok berjubah hitam Alma Fatara telah tiba di antara mereka.
Tus tus tus …!
“Akh! Ak! Akk …!”
Alma Fatara hanya melakukan gerakan tubuh di antara para lelaki itu dengan tangan yang tidak aktif, tetapi para prajurit itu berjeritan dengan tubuh mengejang menahan sakit. Mereka ditusuk oleh senjata yang tidak bisa mereka lihat, yaitu seutas benang merah tipis yang bernama Benang Darah Dewa. Cukup satu tusukan yang melubangi dada dan jantung.
Terkejutlah Panglima Utama Surap Bentala dan pasukannya melihat sepuluh prajurit berkuda tumbang hanya dalam sekali pertemuan.
“Lima puluh pasukan berkuda, majuuu!” teriak Panglima Utama gusar.
“Majuuu!” teriak salah satu panglima kepada pasukan berkuda.
Maka sebanyak lima puluh prajurit berkuda menggebah kudanya beramai-ramai untuk menyerbu Alma Fatara yang berdiri diam di tengah lembah dengan jubah dan rambut berkibar-kibar.
Dalam perjalanannya, pasukan kuda itu membentuk formasi melengkung dengan maksud mengepung Alma dari tiga per empat arah mata angin. Jadi dalam formasi itu, ada dua kuda yang berposisi paling ujung.
Swiit!
Sambil menunggu, Alma Fatara memasang kuda-kuda dengan tangan kiri diangkat lurus ke belakang. Tangan dengan telapak terbuka itu menyedot angin yang banyak, membuat pakaian jubah Alma Fatara mengembung, seperti balon gas, seolah-olah pakaian itu tidak memiliki lubang angin. Itulah yang tidak masuk diakal.
Ketika puluhan pasukan berkuda itu mendekat dan hendak mengurung, tiba-tiba Alma berlari cepat ke samping, mengincar kuda paling ujung. Lucunya, kondisi pakaian Alma yang tetap mengembung seperti balon gas, membuatnya terlihat menggemaskan.
“Pong pong pong …!” teriak Alma Fatara dengan tubuh yang melesat cepat dari pergerakan kuda.
Wusss!
Ketika posisi tubuhnya berada di samping kuda terujung, Alma Fatara menghentakkan tangan kanannya.
Maka segulung angin dahsyat berembus menderu menghempas beberapa kuda terujung. Serangan angin itu membuat kuda-kuda yang terdampak berlari miring karena dorongan angin. Hasilnya, lari kuda yang tidak terkendali membuat mereka menabrak beberapa rekan kuda lainnya.
Akibatnya, beberapa kuda jatuh bersama penunggangnya.
Target yang mampu keluar dari kepungan membuat para prajurit lainnya segera mengubah arah laju kudanya.
Ternyata para kuda itu bergerak cepat juga dan dalam waktu singkat sudah mengepung Alma Fatara yang menjadi kecil di tengah-tengah kuda yang berlari berseliweran. Para prajurit itu bergantian melintas mencoba menyarangkan pedangnya ke tubuh wanita cantik jelita itu.
“Sayang sekali, gadis sejelita ini harus kami cincang.”
Itulah salah satu kata hati para prajurit itu ketika melihat dengan jelas kecantikan Alma Fatara yang tergolong masih berusia belia.
Namun, penilaian mereka menjadi berubah ketika melihat keganasan Alma Fatara yang di balik kecantikannya ada maut yang sangat berbahaya.
Bagaimana tidak berbahaya, jika Alma Fatara yang seorang wanita dan seorang diri bisa membuat pasukan berkuda yang lima puluh ekor dengan lima puluh prajurit jadi kocar kacir.
Tak tak tak!
Set set set!
“Aak! Akk! Akk …!”
Para prajurit berkuda itu hanya bisa terkejut dan berujung jeritan, ketika mereka membacok Alma Fatara yang menangkis dengan kedua tangan yang ternyata kebal. Para prajurit itu harus berjeritan saat kedua sisi telapak tangan Alma berubah menjadi senjata setajam pedang, yang membeset dan memotong bagian tubuh para prajurit yang bisa dijangkau.
Selain itu, kedua ujung pusaka Benang Darah Dewa melakukan serangan tersendiri kepada kuda-kuda yang dijangkaunya, membuat para hewan tunggangan itu meringkik keras dan menjadi liar. Ada yang melempar penunggangnya, ada yang membawa kawin lari penunggangnya, dan ada yang mengajak jatuh bersama, yang jelas tidak ada yang mengajak ngopi bersama.
Menyaksikan lima puluh prajurit berkudanya dibuat kocar kacir dan hancur, Panglima Utama Surap Bentala hanya bisa mendelik dan gemetar halus. Entah gemetaranya karena terkejut, atau takut, atau karena saking marahnya.
“Meski penantang kita hanya satu orang, tetapi dia adalah pendekar sakti yang hebat,” kata Panglima Utama. “Ini adalah jebakan!”
“Apa yang harus kita lakukan, Panglima Utama?” tanya Panglima Gigir Sluduk.
“Panglima Gigir, pimpin semua pasukan berkuda kembali ke Ibu Kota!” perintah Panglima Utama.
“Baik, Panglima!” jawab Panglima Gigir Sluduk.
Panglima Gigir Sluduk lalu memajukan kudanya, kemudian berbalik hadap.
“Pasukan berkuda, ikut aku!” teriak Panglima Gigir Sluduk kepada pasukan berkuda.
Maka seluruh pasukan berkuda yang jumlahnya sekitar tiga ratus itu segera bergerak mengikuti kuda Panglima Gigir Sluduk. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
🇬 🇨 🇦 🇸 ¹
aku udh serius baca wkwk malah akhir kalimat bikin ktawa🤣🤣🤣 ga ada yg ngajak kopi bersama🤣
2024-04-27
1
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
kocar kacir dah semua pasukan karena seorang Alma gadis cerdik dan pintar... ih si Ana bahagianya
2024-04-26
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
kesian kaki kudanya🤕🤕
2023-08-20
3